kopi hitam lebat gulita, beralas  ketabahan takdir
terhempas detak waktu menjadi deret angka almanak
selama itu pahit  getirnya melumat ujung lidah,
mencakar-cakar gula dan riak air, gulalah kalah
**
lalu, semburat cahaya di celah gunduk bukit itu
ada bebatuan rebah, ujungnya tajam
menembus labirin  kasih
terhempas dia menyusup dalam cerug sunyi
membalut tapak langkah
**
bila bulan setengah purnama, aku ingat
kata bunda. Itu surga bagi balitaÂ
yang sudah tiada ...
adakah makam jiwa yang lara,
sebelum ranting dipertemukan tungku
unggun ketiadaanya  menjadi abu
**
tentang cangkir kopi keseribu
getar cipir alasnya menghenyak langkah
rasa  takut berkalut tersulut
jadi sabak tertatak.
Sebelum tetes airmata renjana ibunda
dibawa pawana nirmala
ke dada anaknya
**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H