Indonesia merupakan negara superpower dalam bidang budaya. Bagaimana tidak, negara yang begitu luas dan beragam ini mampu bersepakat untuk hidup bersama dalam satu bangsa.Â
Ini merupakan prestasi yang tidak banyak negara lain mampu untuk menjalaninya. Namun sayangnya, kajian mengenai kebudayaan di Indonesia masih sangat tertinggal. Hal ini menyebabkan adanya pemaknaan yang sangat sempit tentang kebudayaan.Â
Bersyukur, kini kita telah memiliki UU Pemajuan Kebudayaan. Dalam dokumen negara tersebut kebudayaan dimaknai dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta rasa dan karsa, dan hasil karya masyarakat.
Bagi orang yang tidak belajar ilmu sosial dan budaya, tentunya pemaknaan ini sulit untuk dipahami secara operasional. Frase, cipta, rasa, dan karsa, yang merupakan penjabaran dari Koencoroningrat belum banyak bisa dimaknai lebih sederhana. Kerumitan inilah yang menyebabkan kemalasan kita untuk mengenal lebih jauh tentang kebudayaan. Frase yang paling dekat dengan kebudayaan bagi khalayak ialah adat dan tradisi. Sebagian besar kita akan membayangkan sesuatu yang berkaitan dengan masa lampau dan juga entitas kesukuan.
Kalau boleh berpendapat, kebudayaan menurut saya ialah strategi suatu kelompok sosial untuk bertahan dan eksis dalam pergaulan antar kelompok sosial. Dengan demikian, dalam sebuah kelompok sosial pasti ada kebudayaan. Kemudian jangan lupa, kebudayaan sebagai sebuah strategi tentunya dinamis dan terus berubah. Dengan terminology ini kita akan lebih memahami bahwa kebudayaan merupakan respon atas dinamika ekonomi dan politik yang berkembang. Dengan demikian kebudayaan merupakan simbol kuasa pada satu kelompok dalam interaksi dengan kelompok yang lain.
Dalam situasi kekinian, media menjadi sarana yang dominan untuk menyebarkan kebudayaan. Kelompok sosial yang tidak mampu menjawab relevansi kebudayaannya akan tergerus oleh kebudayaan dari kelompok sosial yang lain. Dalam dunia musik dan film misalnya, kita melihat bagaimana kebudayaan K-POP Â perlahan tapi pasti mendapatkan tempat yang dominan secara global. Apakah ini terjadi begitu saja, tentu saja tidak. Pemerintah korea selatan dalam kondisi yang siaga menghadapi tekanan dari tetangganya yaitu Korea Utara dan Jepang, memiliki upaya yang lebih serius untuk merumuskan strategi untuk bertahan dan eksis. Sebelum kebudayaan mereka menyebar luas, produk ekonomi mereka lebih dahulu mengisi rumah-rumah di seluruh dunia. sebut saja merk Samsung, LG, Daiwoo, KIA dan lain sebagainya. Jika kita cermati, dinamika ini juga pernah terjadi pada kurun waktu sebelumnya. Bagaimana Inggris, Spanyol dan juga Portugis pernah begitu dominan dalam interaksi global.
Menengok Kebudayaan Indonesia
Kris, Batik, Wayang, Kapal Pinisi, dan Silat telah tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO. Ini membuktikan bahwa Bangsa Indonesia memiliki kazanah kebudayaan yang cukup maju pada masa lampau. Kalau kita melihat semua warisan budaya tersebut tentunya sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman.Â
Namun, kalau kita bandingkan kemampuan nenek moyang kita pada zamannya, ini merupakan suatu kemajuan yang signifikan.Â
Bagaimana tidak, para leluhur kita telah mampu membuat mahakarya dalam pengolahan logam, pewarnaan kain, transportasi laut, kesenian audio visual, serta bela diri. Eksistensi mereka sebagai sebuah kelompok sosial sangat relevan dengan konteks waktu itu. Belum lagi kalau kita membahas Borobudur dan juga gunung padang.
Dalam dinamika ekonomi politik saat ini, bangsa ini terjebak kebudayaan yang semu, karena menghentikan proses keberlanjutannya untuk bertahan dan eksis. kebudayaan mengalami involusi karena hanya digunakan untuk kepentingan sekelompok kecil orang semata.Â
Kebudayaan menjelma menjadi modal kultural yang arahkan untuk mengentalkan identitas untuk kepentingan jangka pendek, seperti dalam ranah pemilihan umum, penguasaan atas ruang, serta kompetisi keaslian. kondisi ini menyebabkan interaksi yang berkembang kontraproduktif dengan kepentingan nasional kita.
Kembali kepada pemaknaan yang saya ajukan, warisan budaya tersebut sangat terkait dengan kekuasaan para raja atau sultan yang berkuasa pada waktu itu. Ini merupakan bagian dari strategi untuk bertahan dan eksis.Â
Mereka sangat peduli pada perkembangan riset dan teknologi untuk memajukan kelompok sosialnya. keberadaan warisan budaya tak benda dan juga benda yang melimpah di nusantara seharusnya mampu menggugah kita begitu besar pencapaian mereka dalam periode waktu tertentu.
Dalam dinamika ekonomi politik saat ini, bangsa ini terjebak kebudayaan yang semu, karena menghentikan proses keberlanjutannya untuk bertahan dan eksis.Â
Pada masa awal pembentukan negara ini, para pendiri bangsa telah berupaya merumuskan satu strategi persatuan melalui bahasa Indonesia dan juga Pancasila. Enitas baru yang menjadi simbol pemersatu antar suku bangsa yang ada.Â
Dengan kapal Indonesia yang lebih besar diperlukan suatu 'narasi' kebudayaan yang didorong oleh kekuatan politik yang solid.Â
Kelemahan kita dalam mempromosikan kebudayaan nasional dalam kancah internasional membuktikan bahwa secara ekonomi-politik kita juga bukan merupakan kekuatan yang diperhitungkan. Jadi, kalau ingin kebudayaan kita berkembang, kita harus punya tata kelola politik yang kuat, bukan hanya memikirkan kepentingan para elit semata, namun hasil resultante gelora energi rakyat semua. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H