Kebudayaan menjelma menjadi modal kultural yang arahkan untuk mengentalkan identitas untuk kepentingan jangka pendek, seperti dalam ranah pemilihan umum, penguasaan atas ruang, serta kompetisi keaslian. kondisi ini menyebabkan interaksi yang berkembang kontraproduktif dengan kepentingan nasional kita.
Kembali kepada pemaknaan yang saya ajukan, warisan budaya tersebut sangat terkait dengan kekuasaan para raja atau sultan yang berkuasa pada waktu itu. Ini merupakan bagian dari strategi untuk bertahan dan eksis.Â
Mereka sangat peduli pada perkembangan riset dan teknologi untuk memajukan kelompok sosialnya. keberadaan warisan budaya tak benda dan juga benda yang melimpah di nusantara seharusnya mampu menggugah kita begitu besar pencapaian mereka dalam periode waktu tertentu.
Dalam dinamika ekonomi politik saat ini, bangsa ini terjebak kebudayaan yang semu, karena menghentikan proses keberlanjutannya untuk bertahan dan eksis.Â
Pada masa awal pembentukan negara ini, para pendiri bangsa telah berupaya merumuskan satu strategi persatuan melalui bahasa Indonesia dan juga Pancasila. Enitas baru yang menjadi simbol pemersatu antar suku bangsa yang ada.Â
Dengan kapal Indonesia yang lebih besar diperlukan suatu 'narasi' kebudayaan yang didorong oleh kekuatan politik yang solid.Â
Kelemahan kita dalam mempromosikan kebudayaan nasional dalam kancah internasional membuktikan bahwa secara ekonomi-politik kita juga bukan merupakan kekuatan yang diperhitungkan. Jadi, kalau ingin kebudayaan kita berkembang, kita harus punya tata kelola politik yang kuat, bukan hanya memikirkan kepentingan para elit semata, namun hasil resultante gelora energi rakyat semua. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H