Mohon tunggu...
Yudo Mahendro
Yudo Mahendro Mohon Tunggu... Ilmuwan - sosiologi, budaya, dan sejarah

Alumni UNJ, belajar bersama Masyarakat Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandemi dan Krisis Ilmu Pengetahuan

1 Agustus 2021   10:00 Diperbarui: 1 Agustus 2021   10:23 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gerak peradaban selalu digilir, dari satu bangsa ke bangsa yang lain. Melalui kitab suci, kita belajar begitu banyak bangsa yang dahulu eksis memiliki peradaban yang tinggi kemudian hilang dan berganti.

Secara detail, Fitrof Capra, menjelaskan bahwa setiap peradaban memiliki titik balik atau pasang surut. Dalam dinamika itu, narasi menjadi salah satu elemen utama kemunculan peradaban baru.

Apa itu narasi? Narasi merupakan konsep besar yang memiliki fungsi sebagai penunjuk arah, karena didalamnya terdapat harapan dan cita cita kolektif. Tidak semua ide dan gagasan bisa menjadi narasi, narasi harus mampu sifgnifikan atau relevan dengan kondisi suatu bangsa. 

Dalam tradisi pemikiran post modern, Lyotard mengeritik narasi atau meta narasi sudah tidak lagi relevan dengan kondisi kehidupan manusia di era postmodern. Alasannya, universalitas atau totalitas yang ditawarkan oleh meta narasi ternyata tidak relevan dengan dinamika kehidupan. 

Lebih jauh, meta narasi bertanggungjawab atas kekacauan kondisi masyarakat dengan adanya peperangan, penindasan, dan kemiskinan structural. Hal ini dipahami karena narasilah yang menjadi legitimasi suatu kelompok untuk memaksakan kehendaknya bahkan dengan cara kekerasan. 

Setelah era ideologi runtuh, ilmu pengetahuan kemudian menjelma menjadi meta narasi yang terus melegitimasi dirinya melalui seperangkat sistem yang dimilikinya.

Dalam konteks pandemic ini, pengetahuan pun didekonstuksi. Basis pengetahuan yang memisahkan diri dari kekuatan religiusitas kemudian tergerus oleh nuansa spiritualitas yang meningkat akibat situasi yang semakin tidak menentu. Dalam situasi seperti ini, pengetahuan semakin jelas dimanfaatkan oleh segelintir manusia untuk mendapatkan keuntungan semata, bahkan dalam kondisi yang terburuk. 

Salah satunya ialah dugaan sebagian besar masyarakat atas produksi vaksin yang sesungguhnya hanya bertujuan untuk mendapatkan profit. Sebelum itu, kita di Indonesia telah berkali-kali dibuat bingung dengan beragamnya alat tes covid, mulai dari rapid test, rapid antigen, PCR, bahkan detector panas.

Sehingga tidak salah ketika banyak yang memperkirakan pandemic ini merupakan bagian dari perebutan kekuasaan global. Sesuatu yang lumrah terjadi dalam sejarah. Perebutan kuasa global tersebut sebagaimana tercatat dalam buku sejarah memang terbiasa memakan korban. 

Dalam dunia modern kita mengingat kolonialisasi  yang berujung pada perang dunia. Jauh sebelum itu, sejarah juga mencatat persaingan antar imperum, kerajaan, kesultanan, bahkan suku merupakan kisah yang masih banyak diingat karena karena tercatat abadi oleh memori kolektif pada masing-masing bangsa. Dengan demikian, ilmu pengetahuan sesungguhnya hanyalah instrument hegemoni suatu kekuatan kuasa.

 Ilmu pengetahuan merupakan ranah yang paling efektif untuk mempengaruhi masyarakat secara luas, yang kemudian dilanjutkan oleh media massa. Upaya untuk mengarahkan kesadaran manusia untuk tunduk dan patuh atas narasi yang dikembangkan oleh pemilik kuasa.

Krisis Ilmu Pengetahuan

Ilmu kedokteran merupakan salah satu cabang ilmu yang sedang mengalami deligitimasi, khususnya di Indonesia. Ada beberapa hal yang menyebabkan ini terjadi. Pertama, pelayanan kesehatan lebih dominan diwarnai oleh unsur bisnis. Hal ini menyebabkan mayoritas masyarakat berpengasilan rendah semakin enggan untuk mengakses pelayanan kesehatan yang ada. Kedua, pandemic ini menyebabkan kelangkaan, baik obat maupun pelayanan kesehatan itu sendiri. 

Kondisi ini menyebabkan masyarakat yang sedang menderita suatu keluhan kesehatan mencari alternatif yang bedasarkan kepada tradisi. Ketiga, perkembangan informasi yang terbuka dan massif, menyebabkan kebingungan massal. Kondisi ini menyebabkan masyarakat meragukan informasi yang bersumber dari institusi formal. 

Pada saat ini tidak sedikit masyarakat yang tidak percaya kebenaran covid 19. Lebih jauh mereka juga menolak untuk divaksin yang merupakan kebijakan utama pemerintah dalam mengatasi pandemic.

Selain ilmu kedokteran, ilmu pendidikan juga mengalami degradasi. Situasi pandemic yang tidak mengizinkan sekolah dibuka, menyebabkan hampir 2 tahun anak-anak belajar di rumah. Penggunaan teknologi informasi sebagai instrument pembelajaran jarak jauh membuat banyak orang mempertanyakan masih perlukah keberadaan sekolah?

 Pertanyaan ini langsung direspon cepat oleh beberapa pihak untuk membuka pembelajaran daring, bahkan secara gratis. Homeschooling juga semakin popular dan digemari oleh berbagai kalangan. Sistem pendidikan yang berbasis tatap muka di kelas semakin disadari hanya bermotif bisnis belaka, sama halnya dengan dunia kesehatan kita yang sebelumnya dibahas.

Dua hal di atas merupakan contoh nyata tergerusnya kepercayaan public terhadap ilmu pengetahuan. Selain itu masih banyak lagi bidang ilmu yang lain juga mengalami nasib yang sama, seperti ekonomi yang sedang diguncang dengan munculnya mata uang crypto. 

Serta mengguritanya kekuatan ekonomi China yang tidak bersandarkan pada sistem mata uang yang lazim digunakan oleh banyak negara, yang diistilahkan oleh Bosman Mardigu dengan printing money.

Dekonstruksi Narasi

Seiring dengan deligitimasi ilmu pengetahuan yang terus berlangsung di masa pandemic. Proses dekonstuksi narasi juga sedang berjalan. Situasi pandemic yang berlarut ini berdampak pada menguatnya masyarakat mencari narasi baru.  Narasi religious kini semakin mengemuka terutama mengenai konsep 'hari akhir'.Sebelumnya narasi religius atau teologis dianggap terbelakang, karena dianggap mengungkung kebebasan bernalar dan berpendapat. 

Ilmu pengetahuan yang disandarkan pada tata nilai baru, yaitu sekularisme kemudian menggantikan narasi religius secara perlahan dengan lahirnya berbagai disiplin ilmu pengetahuan di Eropa Barat. Ilmu pengetahuan kemudian menjadi instumen penting bagi narasi-narasi baru seperti kapitalisme, sosialisme, bahkan fasisme.

Terakhir, kapitalisme menjadi satu narasi utama setelah perang dingin berakhir. dan kini, di masa pandemi menyebabkan krisis legitimasi ilmu pengetahuan dan juga sendi-sendi kapitalisme karena dianggap tidak berpihak kepada nilai-nilai kemanusiaan. narasi religius ini kembali relevan karena mampu memberikan jawaban atas kehidupan setelah mati dan juga panduan menghadapi krisis yang bersandarkan prinsip spiritualitas. 

Bukan hanya umat Islam yang kini kembali mengingat terminology kiamat, Dajjal, Imam Mahdi dan lain sebagainya. Sebagaimana diketahui, kelompok Kristen dengan denominasi Evangelist juga semakin menguat terutama di Amerika Serikat. Gereja Evangelist merupakan salah satu yang paling percaya waktu kedatangan kembali Yesus sudah sangat dekat. Lebih jauh, Israel merupakan impementasi nyata membangun negeri yang dijanjikan berdasarkan Taurat oleh kaum Yahudi.

Di sisi lain, kedigdayaan peradaban barat juga semakin luntur. Asia Timur kini sudah mengambil tempat dalam sisi ekonomi, teknologi dan kebudayaan global. Tanpa basis spriritual yang mempuni, mereka berhasil membuktikan kelihaian meramu unsur unsur Timur dan Barat menjadi kekuatan baru yang dahsyat.  

Dominasi China dalam percaturan global terus bertumbuh dan menguat. Sepertinya, tinggal menunggu waktu menyaksikan China sebagai kekuatan baru dunia. Mungkin inilah yang disebut era Yajuj Majuj atau Gog and Magog. Wallahualam bisowab.  

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun