Jika berakhir pada situasi seperti ini, maka Indonesia sangat mungkin akan bernasib sama seperti Italia. Saat ini korban meninggal akibat virus corona di Italia telah mencapai lebih dari 10.000 orang, meskipun mereka sudah menjalani lockdown selama 16 hari. Pemerintah Italia kini dibuat pusing tujuh keliling dengan situasi di negara mereka, karena kebijakan lockdown yang diambil kini malah berdampak buruk pada kekacauan sosial dan ancaman revolusi (kompas.com).
Kegelisahan warga Italia sedang mencapai titik puncak selama diberlakukannya lockdown. Kini seruan revolusi pun mulai menguat. Setelah menerapkan lockdown sejak dua pekan lalu, warga Italia mulai kekurangan bahan makanan. Bisnis London melaporkan bahwa sejumlah warga di negeri pizza itu mulai melakukan penjarahan terhadap supermarket (kompas.com).
Perdana Menteri Italia, Giuseppe Conte, sampai mendesak Uni Eropa agar mengeluarkan "obligasi bersama" untuk mengumpulkan uang guna memenuhi kebutuhan warga dari negara-negara Eropa yang terdampak sangat parah oleh wabah virus corona. Namun usulan ini ditentang oleh negara-negara yang memiliki anggaran kuat seperti Jerman dan Belanda.
Giuseppe Conte bahkan menyampaikan jika dirinya dan Kanselir Jerman, Angela Merkel, tidak saja berbeda pandangan mengenai usulan ini, tetapi mereka juga bertengkar mengenai implementasinya. Conte mengatakan, jika Eropa tidak bangkit untuk menyikapi tantangan ini, maka mereka bakal kehilangan raison d'etre (alasan untuk eksis) di hadapan rakyatnya (kompas.com).
Negara Italia kini diambang keruntuhan. Rakyatnya berada pada posisi terjepit, diantara krisis ekonomi yang sedang melanda, potensi chaos yang sudah ada di depan mata, serta genosida alam akibat terus bertambahnya korban meninggal karena terinfeksi oleh virus corona. Apa yang sedang dialami oleh negara Italia sangat mungkin menjadi skenario terburuk yang juga akan dialami oleh Indonesia.
Menjernihkan Pikiran
Tulisan ini hadir bukan sebagai bentuk pembelaan terhadap setiap langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam menangani wabah virus corona. Akan tetapi, tulisan ini mengajak kita semua untuk menjernihkan pikiran, melihat dengan jelas, situasi apa dan bagaimana sebenarnya yang sedang kita hadapi pada saat ini.
Bangsa Indonesia sepatutnya meresapi sebuah pesan dari Kepala Program Kedaruratan WHO, Michael Ryan, yang mengatakan bahwa deklarasi wabah virus corona sebagai pandemi oleh WHO, dimaksudkan agar dunia mau bangkit untuk berperang (tempo.co).
Inilah hakikat dari situasi yang sedang kita hadapi pada saat ini. Kita bukan hanya sekedar menghadapi sebuah bencana, namun lebih daripada itu, bencana wabah virus corona ibarat sebuah peperangan. Perang yang tidak biasa, namun mengancam keselamatan kita semua. Perang melawan musuh yang tidak terlihat secara kasat mata, sehingga tidak bisa dihadapi dengan menggunakan senjata. Dan dalam peperangan ini, belum ada strategi yang benar-benar ampuh untuk menjamin hadirnya kemenangan.
Biasanya pada setiap peperangan, sehebat apapun strategi yang disusun dan secanggih apapun senjata yang digunakan, tidak akan mungkin berjalan tanpa adanya kerjasama dan soliditas antar pasukan. Maka demikian pula halnya dengan peperangan ini. Strategi apapun yang kita jalankan pada saat ini hanya akan mampu menghadirkan kemenangan jika kita bisa tetap disiplin dan berpikir tenang, menumbuhkan semangat kerjasama dan jiwa gotong royong, serta memperkuat solidaritas kebangsaan.
Segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia sepatutnya menanamkan nilai ke dalam dirinya, bahwa segala bentuk pemikiran, sikap, mental, dan perilaku, apakah dengan berdiam diri di rumah, menjaga kebersihan, membatasi jarak sosial, atau mengurangi pergerakan, tidak semata-mata hanya ditujukan untuk menjaga keselamatan. Namun lebih daripada itu, segala bentuk upaya menjaga keselamatan diri dan lingkungan, merupakan bagian dari aksi pembelaan terhadap negara dari ancaman kehancuran.