Rencana Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, untuk membeli 4 unit pesawat N219 dari PT. Dirgantara Indonesia menuai kontroversi. Beberapa pihak secara tegas menyatakan penolakan terhadap rencana ini.
Fraksi PKS Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah menyatakan penolakan melalui Sekretaris Fraksi PKS Aceh, Bardan Sahidi, dimana pihaknya menilai rencana itu tidak pernah termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Pemerintah Aceh tahun 2017-2022.
Demikian pula halnya dengan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr. Taqwaddin, yang secara tegas menyatakan penolakan terhadap rencana pembelian pesawat ini, dengan alasan kesejahteraan masyarakat Aceh masih begitu rendah. Menurut Dr. Taqwaddin, pemerintah Aceh seharusnya lebih fokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan rumah kaum dhuafa.
Senada dengan Kepala Ombudsman Aceh, LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) melalui koordinatornya, Alfian, juga mengatakan pengadaan pesawat tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan kesejahteraan rakyat Aceh.
Alasan Pembelian Pesawat
Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menjelaskan bahwa alasan pengadaan pesawat itu untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah di Aceh dalam rangka peningkatan perekonomian masyarakat dan pembangunan daerah.
Menurut Nova, Pemerintah Aceh membutuhkan pesawat tersebut untuk menghubungkan wilayah-wilayah Aceh dengan areanya yang sangat luas, yakni mencapai 59 ribu Km2 untuk wilayah darat dan 295 ribu Km2 wilayah laut.
Panjang garis pantainya juga mencapai 2.600 Km lebih, dengan total sekitar 180 gugusan pulau. Dari semua pulau itu, 44 pulau di antaranya berpenghuni.
Sehingga dengan wilayah yang sangat luas seperti itu, pemerintah Aceh melihat hubungan antar wilayah kerap terkendala. Sebagai contoh, jarak antara Kota Banda Aceh dengan Kabupaten Singkil mencapai 760 Km. Kalau menggunakan angkutan darat, butuh waktu 15 jam perjalanan.
Demikian pula hubungan antara Kota Banda Aceh menuju Pulau Simeulue, butuh 7 jam perjalanan darat terlebih dahulu menuju Aceh Selatan, dilanjutkan penyeberangan laut dengan kapal feri selama 8 jam. Sedangkan perjalanan dari Kota Banda Aceh ke wilayah Aceh Tengah dan Tenggara juga tidak kalah beratnya.
Di sisi lain, Nova Iriansyah juga mengatakan bahwa Aceh saat ini sedang mengembangkan sektor pariwisata serta merintis pengembangan investasi, dimana hal ini membutuhkan kelancaran transportasi.