Mohon tunggu...
Yudi Yurnalis
Yudi Yurnalis Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Hewan di Pemkab Lebong

Lahir di Bandung, 28 Oktober 1983.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menahan Air Mata

8 April 2021   20:32 Diperbarui: 8 April 2021   20:50 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber dokumentasi pribadi

Sudah hampir tiga minggu ia bersama keluarga kecilku. Berawal dari seorang bocah kecil yang tidak lain anakku sendiri yang sedang bermain sepak bola bersama kawan-kawanya di lapangan yang tidak jauh dari rumah. Anak lelaki yang cerdik, dengan sorotan mata yang tajam dia memandang ke arah rerumputan dan semak-semak . Ia curiga akan gerak-gerik hewan yang tidak dikenalnya masuk ke dalam semak-semak itu.

Anak ku pun segera berlari mengejar hewan kecil nan mungil itu. Hewan yang lincah, larinya yang cepat bak angin  topan. Namun Sang Hewan salah langkah dan berlari ke arah yang tidak aman. Ia masuk ke dalam halaman rumah yang tertutup rapat oleh pagar besi dan tembok yang tinggi. Ia terperangkap dan tidak bisa lari kemana-mana. 

Akhirnya Sang Napu (bahasa Bengkulu: Kancil) menyerah. Ia pasrah dan tertangkap basah. Sang Napu akhirnya tertangkap dan menjadi tawanan sementara Sang Bocah.

Aku pun membujuknya, agar hewan langka itu dikembalikan ke alam liar agar bebas dan bisa hidup di habitat asal yaitu hutan. Sehingga Sang Napu bisa survive dan berkembang bersama satwa liar lainnya.

Bujukan yang belum berhasil namun aku terus mencoba sabar untuk menjelaskan dan memberi pengertian juga saran dan masukan. Dimulai dari usaha negosiasi dengan strategi literasi yakni menceritakan dongeng tentang Si Kancil dan Petani, dongeng Sang Kancil dan Sang Buaya juga Sang Raja Hutan. Dongengan yang seru dan lucu, ia malah makin menggebu-gebu untuk memelihara Sang Napu.

Akhirnya aku menyerah dan mengalah...

Namun aku tetap tidak menyerah. Langkah berikutnya aku segera berkoordinasi dan melakukan kontak dengan rekan dokter hewan yang bekerja di Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu.

Ia menyarankan agar melakukan koordinasi dengan Kantor Seksi BKSDA setempat yang berlokasi di Kelurahan Tes dekat Danau Tes yang merupakan danau terbesar di Provinsi Bengkulu. 

Danau Tes merupakan Danau wisata sekaligus Danau Cagar Alam yang menyimpan sejuta cerita dan panorama alam yang mengesankan. Danau yang indah,  unik, penuh kisah mistik yang berlokasi di Kecamatan Lebong Selatan Kabupaten Lebong. 

Danau yang terkenal  dengan hasil tangkapan Kijing Jaboynya ini (sejenis kerang) yang merupakan makanan khas dan oleh-oleh wajib selain Lemeah (sejenis rebung yang difermentasikan), gula aren dan Jeruk Gerga yang manis dan beraroma khas.

*

Untuk sementara Sang Napu kupelihara dengan memberikan makanan kesukaannya seperti tomat, mentimun, sayur mayur, rerumputan, buah-buahan lain seperti pisang dan pepaya. Agar tidak kesepian dan tidak stress Sang Napu kupelihara bersama seekor kelinci. 

Mereka pasangan yang sangat cocok dan serasi, tidak bertengkar apalagi berkelahi walapun beda spesies dan beda keturunan. Memang perbedaan bukan lah alasan untuk saling menyerang ataupun saling tikam, perbedaan harus diselaraskan sehingga timbul perdamaian, cinta dan kasih sayang.

Seminggu merawatnya, anakku senang bukan kepalang. Ia semakin rajin merawat Sang Napu dan Kelinci yang ia beli dengan uang celengannya sendiri. Celengan yang malang, belum segenap sebulan ia sudah menjadi bulan-bulanan seorang anak yang terobsesi membeli kelinci agar Sang Napu tidak kesepian. 

Aku pun tidak melarang, karena uang dalam celengannya memang sudah cukup untuk membeli seekor kelinci, sebuah tas sekolah, se stel baju sekolah, dan sepatu serta uang jajan selama sebulan.

**

Siang hari saat anaku sedang sekolah. Kami kedatangan tamu dari Kantor Seksi BKSDA Danau Tes. Mereka bermaksud untuk memberikan saran dan juga penyuluhan kepada kami sambil bernegosiasi agar Sang Napu diserahkan dan dilepas kembali ke hutan. Aku pun setuju begitupula dengan Istri. Namun karena ulah Sang anak yang cerdik, Sang Napu gagal dikembalikan karena ketiadaan kunci kandang yang selalu ia bawa ke sekolah. 

Rupanya ia sudah tahu gelagat Ayahnya. Ia tidak mau Sang Napu dikembalikan karena rasa cinta dan sayang dengan hasil tangkapannya itu. Ia juga sangat rajin mengobati Sang Napu yang sedang terluka di telinganya. 

Mungkin alasan inilah yang membuat anakku tidak mau secara gegabah melepas Sang Napu. Ia berpendapat , suatu saat kala Sang Napu Sehat pasti ia akan rela melepas kembali ke habitat asal.

“Baiklah Pak Dokter, Napu ini kami titipkan sementara di sini. Kami berharap jika sudah sehat, Napu segera dilaporkan dengan kami selaku petugas. Karena Napu ini hewan langka, tidak boleh dipelihara oleh siapa pun. Populasinya kini semakin memprihatinkan akibat ulah oknum masyarakat yang sering menangkap atau memburuhnya. Napu dijadikan komoditas perdagangan satwa langka ilegal, Sang Napu bahkan dijadikan hewan peliharaan juga santapan makanan .”  Ucap Pak Kepala Seksi kepada kami.

Istriku pun bernafas lega. Ia senang karena Sang Napu tidak jadi dibawa dan disita. Karena ia tidak tega melihat anaknya sedih dan kecewa akibat kehilangan Napu tersebut. Kami masih diberikan kesempatan untuk memeliharanya kembali sampai kondisi Sang Napu stabil dan sehat.

***

Genap 20 hari, Sang Napu akhirnya sembuh. Ia tumbuh sehat dan lincah. Berlari –lari ke sana kemari dengan Sang Kelinci. Nafsu makan sudah normal kembali serta  luka di telinga yang sudah sembuh dan geraknya yang aktif. Akhirnya aku putuskan untuk mengantarkannya ke Kantor Seksi BKSDA Danau Tes.

Anakku juga sudah legowo, ia rela dengan penuh kesadaran ikut juga mengantarkan Sang Napu  dan melepaskannya ke alam liar. Walaupun tidak bisa dipungkiri, Anakku masih tersimpan sedikit rasa sedih dan kecewa. Hal yang sangat manusiawi.....Sang Napu yang hampir sebulan kami rawat akhirnya pergi.

Selamat Jalan Napu yang lucu.

Kami doakan semoga kamu sehat selalu....

****

Lebong, 08 April 2021

19.07

 sumber : dokumentasi pribadi
 sumber : dokumentasi pribadi

 sumber : dokumentasi pribadi
 sumber : dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun