Hal ini tentu sangat jauh berbeda dengan ASN yang daerahnya memiliki PAD (Pendapatan Asi Daerah) yang rendah dimana PAD itu sendiri menjadi salah satu indikator penetapan tunjangan pegawai selain kebijakan dari Kepala Daerah.
Mungkin terlalu jauh membandingkan ASN DKI Jakarta dengan daerah - daerah lain yang PADnya jauh dibawahnya. Perbandingan antara satu Kabupaten dan Kabupaten/Kota yang menjadi tetangganya di suatu daerah yang notabenenya memiliki PAD dan jumlah APBD yang relatif sama, tunjangan ASN yang diberikan memiliki perbedaan yang sangat signifikan.
Daerah yang satu mendapatkan tunjangan perbulan sebesar 1 (Satu) Juta rupiah, daerah yang satunya lagi mendapatkan tunjangan 0 (Nol) Rupiah sehingga pegawai yang bersangkutan hanya mengandalkan gaji kurang lebih sebesar 2,5 Juta rupiah untuk lulusan S1 (Strata 1) dengan masa kerja 0 tahun. Bisa dibayangkan apabila ASN kita harus hidup/menghidupi keluarganya dengan pendapatan 2,5 Juta rupiah?
Apabila kita hitung secara matematika Rp. 2.500.000,- : 30 Hari = Rp. 83.333,33.... / hari, memang benar apabila seorang ASN memiliki Suami/Istri/Anak akan diberikan tambahan tunjangan, akan tetapi tunjangan tersebut hanya sekian persen dikali dengan gaji pokok ASN yang bersangkutan. Pada poin ini sebenarnya yang ingin saya tekankan bukan masalah pendapatan yang didapatkan oleh ASNnya tapi efektifitas dari kinerja ASN itu sendiri.Â
Dengan pendapatan sebagaimana yang dikemukakan di atas, ASN akhirnya beralih untuk mencari pendapatan lain untuk menghidupi keluarganya.
Hal ini umumnya terjadi dengan ASN yang bekerja pada level Kelurahan/Kecamatan yang jarang mendapatkan tambahan penghasilan lain seperti ASN yang bekerja pada level OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang masih bisa mendapatkan tambahan penghasilan ketika melaksanakan perjalanan dinas.Â
Beberapa ASN kita di level Kecamatan/Kelurahan utamanya di daerah pelosok datang ke kantor untuk mengisi buku absen dan beberapa jam kemudian menghilang untuk mencari pendapatan lain yang halal guna memenuhi kebutuhan keluarganya.
Fenomena seperti ini jelas mengurangi efektifitas kinerja ASN untuk melayani masyarakat, akan tetapi apakah ada jawaban yang logis guna menjawab pertanyaan apa yang akan kamu lakukan ketika jumlah kebutuhan melebihi pendapatan?.
Masalah kesejahteraan pegawai memang selalu menjadi bahasan menarik untuk selalu dibicarakan. Saya yakin beberapa ASN sebagaimana yang dikemukakan di atas ingin memberikan sumbangsihnya untuk melayani masyarakat, akan tetapi mereka pun memiliki keluarga yang harus dinafkahi.Â
Beberapa teman saya pernah bercerita bahwa biaya hidup di Jakarta sebenarnya tidaklah sefantastis yang dibayangkan orang kebanyakan, yang fantastis itu adalah Gaya Hidupnya bukan Biaya Hidupnya. Apabila kita bisa mengatur keuangan dengan baik kita bisa hidup di Jakarta dengan biaya yang sedikit. Lantas bagaimana dengan nasib ASN di daerah - daerah pelosok yang hanya memperjuangkan biaya hidupnya saja?.
Kedua permasalahan yang saya kemukakan di atas merupakan problematika yang terus - menerus membayangi Profesionalisme para Birokrat dalam menyandang perannya sebagai The Most Important Organization in The World poros dari roda negara yang bergerak maju menuju kesejahteraan.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!