- Pupuk Organik
Pupuk organik adalah sumber unsur hara yang ditambahkan ke dalam tanah dalam bentuk bahan organik (material yang berasal dari mahluk hidup, baik dari binatang maupun tanaman). Sisa tanaman setelah panen dan kotoran ternak yang diberikan ke dalam tanah oleh nenek moyang dahulu dalam rangka mengembalikan kesuburan tanah sebenarnya termasuk juga pupuk organik. Tetapi karena bahan tersebut masih dalam kondisi “mentah”, maka masih diperlukan waktu lama untuk proses penguraiannya menjadi unsur hara yang siap diserap oleh tanaman.
Dalam perkembangan selanjutnya sisa tanaman setelah panen sengaja dibiarkan sampai membusuk dan menjadi kompos sebelum di berikan ke dalam tanah. Demikian pula kotoran ternak sengaja ditimbun ke dalam lubang selama berbulan-bulan sampai menjadi remah dan tidak berbau sebelum digunakan sebagai pupuk.
Hal yang sangat penting untuk diketahui, bahwa pemberian pupuk organik ke dalam tanah akan memperbaiki sekaligus sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah tersebut. Kandungan bahan organik (yang disebut humus) di dalam pupuk organik yang jelas akan merangsang granulasi tanah terbentuk dengan sempurna. Kondisi porositas tanah menjadi lebih baik. Tanah menjadi lebih gembur dan tidak mudah kering karena daya pegang airnya tinggi.
Di dalam pupuk organik juga sudah mengandung sekaligus dua belas unsur hara esensial yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Meskipun komposisi masing-masing unsur hara yang dikandungnya berbeda-beda antara bahan baku pupuk organik satu dengan lainnya. Berikut ini gambaran kandungan unsur hara esensial yang dikandung oleh beberapa bahan baku pupuk organik.
Kandungan Unsur Hara Esensial dalam Beberapa Bahan Baku Pupuk Organik
UNSUR HARA ESENSIAL
KANDUNGAN DALAM 1 TON PUPUK ORGANIK DARI BEBERAPA BAHAN BAKU KOTORAN TERNAK
SAPI
KAMBING
KUDA
AYAM
Nitrogen (N)
26,2 kg
50,6 kg
32,8 kg
65,8 kg
Phosfor (P)
4,5 kg
6,7 kg
4,3 kg
13,7 kg
Kalium (K)
13,0 kg
39,7 kg
24,2 kg
12,8 kg
Kalsium (Ca)
5,3-162,8 kg
5,3-162,8 kg
5,3-162,8 kg
5,3-162,8 kg
Magnesium (Mg)
3,5-12,8 kg
3,5-12,8 kg
3,5-12,8 kg
3,5-12,8 kg
Sulfur (S)
2,2-13,6 kg
2,2-13,6 kg
2,2-13,6 kg
2,2-13,6 kg
Besi (Fe)
0,02-2,05 kg
0,02-2,05 kg
0,02-2,05 kg
0,02-2,05 kg
Tembaga (Cu)
0,02-0,07 kg
0,02-0,07 kg
0,02-0,07 kg
0,02-0,07 kg
Mangan (Mn)
0,02-0,40 kg
0,02-0,40 kg
0,02-0,40 kg
0,02-0,40 kg
Seng (Zn)
0,07-0,40 kg
0,07-0,40 kg
0,07-0,40 kg
0,07-0,40 kg
Boron (B)
0,04-0,26 kg
0,04-0,26 kg
0,04-0,26 kg
0,04-0,26 kg
Molibdenum (Mo)
0,002-0,02 kg
0,002-0,02 kg
0,002-0,02 kg
0,002-0,02 kg
Sumber: Soepardi, G. Sifat dan Ciri Tanah
Bahan organik yang dikandung oleh pupuk organik merupakan bahan makanan yang sangat diperlukan oleh mikroba tanah untuk kehidupan dan perkembangbiakannya. Di dalam pupuk organik juga masih banyak mengandung populasi beberapa mikroba menguntungkan yang sangat besar peranannya dalam memperbaiki kondisi sifat biologi tanah. Seperti sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa aktifitas mikroba menguntungkan di dalam tanah akan mempengaruhi sifat fisik dan sifat kimia tanah tersebut menjadi lebih baik, yang dengan kata lain tanah menjadi lebih subur.
Demikian besarnya manfaat pupuk organik bagi kesuburan tanah, serta pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh karena itu dalam rekomendasi pemupukan selalu penulis ikutkan pupuk organik (pupuk kandang maupun bokhasi) sebagai salah satu jenis pupuk yang harus diberikan pada penanaman tiap jenis tanaman sayuran.
Hal tersebut penulis lakukan setelah melihat fakta bahwa kandungan bahan organik pada sebagian besar tanah pertanian di Indonesia saat ini dalam ambang batas yang mengkawatirkan. Kondisi sifat fisik tanahnya banyak yang kurang menunjang pertumbuhan tanaman. Kebutuhan pupuk kimianya semakin naik per luasan lahan untuk bisa mencapai produksi yang sama.
Pupuk organik ditempatkan sebagai salah satu jenis pupuk yang harus diberikan ke dalam tanah setiap penanaman sayuran, akibatnya tentu diperlukan jumlah yang banyak secara kontinu. Meskipun di beberapa sentra pertanian dijual pupuk organik yang siap pakai, tetapi harga per kilogramnya masih tergolong tinggi dengan kualitas yang sangat bervariasi. Oleh karena itu penulis memperkenalkan teknik pembuatan pupuk organik dengan bahan baku yang banyak tersedia di sekitar kita yang memerlukan waktu relatif cepat, sehingga biaya per kilogramnya terjangkau, yaitu Teknologi Bokhasi.
Pengertian teknologi bokhasi adalah proses pembuatan pupuk organik dengan memanfaatkan mikroba pengurai bahan organik (atau biasa disebut dengan istilah starter) untuk mempercepat fermentasinya (pembusukannya). Dalam kaitan ini ada dua hal yang harus dipahami, yaitu Penentuan Bahan Baku Bokhasi dan Prosedur Sederhana Pembuatan Bokhasi.
Penentuan Bahan Baku Bokhasi
Dalam proses pembuatan bokashi sangat dipengaruhi oleh rasio kadar karbon terhadap kadar nitrogen (C/N) yang dikandung bahan baku yang digunakan. Setiap bahan baku (bahan organik mentah), memiliki nilai C/N yang berbeda-beda. Sementara itu kinerja mikroba pengurai (pembusuk) sangat dipengaruhi oleh nilai C/N bahan baku tersebut. Unsur karbon (C) dimanfaatkan sebagai sumber energi mikroba tanah dalam proses metabolisme dan perbanyakan sel. Sedangkan unsur nitrogen (N) digunakan untuk sintesis protein dan pembentukan protoplasma.
Bahan organik mentah yang mempunyai kandungan karbon terlalu tinggi (nilai C/N tinggi) akan menyebabkan proses fermentasi (penguraian/pembusukan) berjalan terlalu lambat. Sebaliknya jika kandungan karbonnya terlalu rendah (nilai C/N rendah) maka akan terbentuk ammonia (NH3) dari kelebihan nitrogen, yang jika dalam jumlah banyak akan dapat meracuni mikroba pengurai. Nilai C/N yang optimal dalam proses pembuatan bokashi adalah antara 25/1 sampai 30/1. Tabel berikut adalah nilai C/N beberapa bahan baku pembuatan bokashi yang biasa digunakan:
Nilai C/N Beberapa Bahan Baku Bokashi
No.
Nama Bahan Baku
Nilai C/N
1.
Jerami Padi
40/1 sampai 70/1
2.
Sekam Padi
60/1 sampai 70/1
3.
Jerami Jagung
100/1
4.
Bonggol Jagung
60/1
5.
Serbuk Kayu Gergajian
500/1
6.
Sampah Sayuran dan Sampah Organik Dapur
12/1 sampai 20/1
7.
Serasah Dedaunan
20/1 sampai 50/1
8.
Kotoran Ayam
10/1
9.
Kotoran Sapi atau Kambing
20/1
10.
Kotoran Kuda
25/1
Sumber: Yuwono, D. Kompos
Pemahaman tentang nilai C/N bahan baku bokashi tersebut menjadi penting untuk diketahui. Banyak kasus pembuatan bokashi yang mengalami kegagalan, karena tidak mempertimbangkan nilai C/N bahan baku yang digunakan. Bahan baku bisa hanya satu macam jika nilai C/N yang dikandungnya sekitar 30/1, seperti kotoran kuda. Apabila menggunakan bahan baku dengan nilai C/N rendah, seperti kotoran ayam, maka harus dicampur dengan bahan baku lain dengan nilai C/N tinggi hingga nilai C/N campuran bahan baku tersebut mendekati 30/1.
Sebaiknya bahan baku utama yang digunakan untuk pembuatan bokashi adalah kotoran ternak, karena lebih kaya mengandung zat makanan tanaman, mulai unsur makro sampai unsur mikro. Bahan inipun sudah mengandung mikroba pengurai, sehingga diharapkan proses fermentasinya akan berjalan lebih cepat dan lebih sempurna. Tetapi rata-rata kotoran ternak yang banyak tersedia memiliki nilai C/N yang kurang dari 30/1. Bagaimana solusinya dan cara perhitungannya?
Jika akan menggunakan bahan baku kotoran ayam sebanyak 1 ton (1.000 kg) dan kotoran sapi juga 1 ton, maka harus dicampur juga dengan bahan baku lain yang memiliki nilai C/N lebih dari 30/1. Sebagai contoh sekam padi (nilai C/N dianggap 60/1). Pertanyaannya, berapa bobot sekam padi yang harus ditambahkan?
Perhitungannya:
Diketahui : Nilai C/N kotoran ayam = 10/1
Nilai C/N kotoran sapi = 20/1
Nilai C/N sekam padi = 60/1
Bobot kotoran ayam (A) = 1.000 kg
Bobot kotoran sapi (B) = 1.000 kg
Ditanya : Bobot sekam padi (C) yang harus ditambahkan.
Penyelesaian : (A x nilai C/N) + (B x nilai C/N) + (C x nilai C/N)= 30/1
A + B + C
(1.000 x 10) + (1.000 x 20) + (C x 60)= 30
1.000 + 1.000 + C
30.000 + 60 C = 60.000 + 30 C
30 C = 30.000
Maka C = 1.000 (artinya 1.000 kg sekam padi yang harus ditambahkan)
Catatan:Kadar air ketiga bahan baku tersebut dalam kondisi relatif sama, maka nilai perhitungan di atas berlaku dan bisa digunakan. Jika kadar airnya berbeda, maka harus dihitung berdasarkan bobot keringnya. Misalnya, kadar air kotoran ayam 20%, kotoran sapi 30% dan sekam padi (kering) sekitar 10%. Artinya bobot kering kotoran ayam adalah 80%, kotoran sapi 70% dan sekam padi 90%. Dengan demikian rumus yang digunakan adalah:
(80% x A x nilai C/N) + (70% x B x nilai C/N) + (90% x C x nilai C/N) = 30/1
(80% x A) + (70% x B) + (90% x C)
Jika akan menggunakan kotoran ayam 3 ton dan kotoran sapi 1 ton, bisa dihitung bobot sekam padi yang harus ditambahkan dengan perhitungan yang sama seperti contoh tersebut di atas. Demikian juga apabila menggunakan bahan baku yang kebetulan nilai C/N jauh lebih tinggi dari 30/1, harus dicampur dengan bahan baku lain dengan nilai C/N kurang dari 30/1 melalui perhitungan yang sama. Dengan nilai C/N campuran beberapa bahan baku mendekati 30/1, diharapkan proses fermentasinya akan berjalan dengan cepat dan sempurna.
Prosedur Sederhana Pembuatan Bokhasi
Diambil contoh bahan baku yang digunakan adalah kotoran ayam 2 ton, kotoran sapi 2 ton dan sekam padi 2 ton (jumlah total bahan baku adalah 6 ton, dengan asumsi kadar airnya sama). Diperlukan bahan lain, berupa starter (inokulan mikroba pengurai) 1-2 liter dan gula pasir 0,5 kg (atau jika ada, molase 1 liter). Jika sekedar untuk mempercepat dan menyempurnakan proses fermentasinya, cukup menggunakan starter EM-4 atau Starbio atau lainnya yang sejenis. Tetapi jika ingin memperkaya kandungan mikroba lain yang bermanfaat bagi tanaman dalam bokashinya, gunakan starter inokulan mikroba yang secara umum dikenal sebagai pupuk hayati, seperti Agrobost, Tiens Golden Harvest atau Biosugih atau pupuk hayati lainnya. Sebaiknya cari lokasi yang beratap tetapi terbuka sisi sampingnya, serta berlantai lebih tinggi dari area sekitarnya agar tidak tergenang air ketika hujan. Lengkapi dengan peralatan termometer, cangkul, sekop, drum plastik, gembor plastik, lembaran plastik atau terpal dan unit ayakan dari kawat kasa dengan ukuran lubang sekitar 1 cm².
Langkah pertama, campur ketiga bahan baku hingga rata tercampur. Larutkan gula pasir 0,5 kg (atau molase 1 liter) ke dalam 50 liter air pada drum plastik, kemudian masukkan starter ke dalamnya sambil diaduk-aduk selama 10 menit. Diamkan larutan ini paling sedikit selama 30 menit.
Langkah kedua, ratakan seperempat campuran bahan baku di permukaan lantai dengan ukuran luas lapisan sekitar 2,5 m x 2,5 m. Kemudian siram dengan 12,5 liter larutan starter secara merata, sambil diaduk-aduk. Seperempat campuran bahan baku berikutnya diratakan di atas tumpukan pertama, disiram 12,5 liter larutan starter sambil di aduk-aduk. Demikian seterusnya hingga terdapat empat lapis tumpukan, yang tingginya sekitar 75-90 cm.
Setiap kali melakukan pengadukan tiap lapis, lakukan kontrol kelembaban bahan baku dengan cara menggenggam dan meremasnya. Jika genggaman dibuka dan bahan baku pecah berurai, tandanya terlalu kering. Pada kondisi ini lakukan tambahan penyiraman air bersih secukupnya sampai jika digenggam dan diremas lagi, kemudian genggaman dibuka akan tampak bahan baku tidak pecah tetapi tidak sampai menetes air. Kelembaban bahan baku sangat mempengaruhi aktifitas mikroba pengurai.
Langkah ketiga, tutupi permukaan atas tumpukan dengan lembaran plastik atau terpal. Pada hari ke-3 lakukan pengukuran suhu bahan baku. Caranya, buat lubang di tengah tumpukan dengan sepotong kayu. Masukkan termometer yang telah diberi tali ke dalam lubang, dan tutup kembali lubang tersebut. Setelah 1 menit, tarik termometer, angka yang ditunjukkannya merupakan suhu bahan baku saat itu. Jika suhunya di atas 65º C, tutup plastik/terpal dibuka. Jika suhunya kurang dari 50º C, dilanjutkan penutupan plastik/terpal tersebut.
Langkah keempat, pada hari ke-7 dilakukan pengadukan pertama bahan baku dengan menggunakan cangkul. Kemudian disusun lagi menjadi tumpukan setinggi 75-90 cm. Pengadukan kedua dilakukan pada hari ke-14. Pengadukan ketiga dikerjakan pada hari ke-21. Pada pengadukan pertama dan kedua, sambil dilakukan kontrol kelembaban bahan baku dengan cara yang sama seperti yang dijelaskan di atas. Jika kering, lakukan penyiraman air bersih hingga lembab. Kontrol kelembaban dan penyiraman air tidak dilakukan pada pengadukan ketiga.
Langkah kelimamerupakan tahap finishing, lakukan pengayakan (penyaringan) hasil bokashi pada hari ke-28 dengan menggunakan ayakan yang sudah disiapkan. Pada waktu itu proses fermentasi biasanya sudah sempurna, yang ditandai dengan suhunya turun yang berada di bawah 40º C. Selanjutnya hasil ayakan dikemas dalam karung untuk memudahkan pengangkutan ke lokasi lahan.
Catatan, apabila unsur bahan baku yang digunakan berukuran besar (seperti jerami padi, jerami jagung, bonggol jagung, sampah sayuran dan serasah dedaunan), maka diperlukan pencacahan menjadi potongan-potongan kecil berukuran panjang/besar 1 cm. Ukuran unsur bahan baku yang terlalu besar akan memperlambat proses fermentasi.
Kelebihan lain pupuk organik buatan sendiri melalui proses bokhasi selain biaya produksinya per kilogram murah adalah diantaranya bisa mengontrol komposisi kandungan unsur hara esensialnya, bisa mengontrol komposisi jenis mikroba efektifnya, dan sebagainya. Sebagai contoh, jika diinginkan kandungan unsur phosfor dan nitrogennya yang tinggi maka persentase bahan baku kotoran ayamnya yang diperbanyak. Jika diinginkan kandungan unsur kaliumnya yang tinggi maka bisa ditambahkan kotoran kambing sebagai bahan baku tambahan. Jika diinginkan pupuk organik dengan kandungan beberapa mikroba efektif, maka starter yang digunakan dipilih dari pupuk hayati yang kandungan mikroba efektifnya lebih dari tiga jenis.
Ir. Wahyudi (Cianjur, Jawa Barat). Praktisi pertanian, konsultan pertanian, trainer pertanian dan penulis buku pertanian. wahyudi.richwan@gmail.com
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H