Mohon tunggu...
Yudi Irawan
Yudi Irawan Mohon Tunggu... Administrasi - Bukan Seorang Penulis

Seseorang yang baru saja belajar menulis di usia senja :-)

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Catatan 42 Hari Seorang Haji Mandiri (Mekkah Al-Mukarromah Hari 18)

22 Oktober 2019   16:55 Diperbarui: 23 Oktober 2019   12:55 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu, 27 Juli 2019. Hari ini adalah hari city tour mandiri bagi rombongan kami. Agenda ini sebelumnya sudah didiskusikan terlebih dahulu oleh kami semua. 

Dan dibantu oleh Hanung yang kebetulan mempunyai kenalan atau kerabat di Mekkah, maka kami berhasil mendapatkan bus yang dalam beberapa jam kedepan akan membawa kami berkeliling kota Mekkah untuk melihat dan mengunjungi tempat-tempat bersejarah, juga tempat-tempat yang nantinya akan menjadi tujuan kami pada saat puncak Haji. 

Kerabat Hanung yang kebetulan adalah seorang mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di Kota Mekkah, kami daulat menjadi tour guide sekaligus nara sumber untuk membantu menceritakan segala hal yang berkaitan dengan sejarah dari tempat-tempat yang akan kita kunjungi nanti.

Bus yang cukup mewah ini (terima kasih Mas Hanung untuk membantu penyediaan bus ini) sudah siap pagi-pagi sekali di depan hotel. Demikian juga dengan kami semua. Eh tidak semua ternyata, karena ada yang tidak  ikut serta, yaitu Pak Yana dan istri, Bu Ecin, serta Bu Etty karena sudah ada agenda lain untuk melihat tempat penyembelihan hadyu. Jadi total hanya 36 orang yang ikut dalam rombongan tour kali ini.

dokpri
dokpri
Tepat jam 06.00 WAS, bus berangkat untuk membawa kami ke tujuan pertama kami yaitu Jabal Tsur. Kami tiba disana pada jam 06.40. Disini kami bisa turun dari bus walau tidak bisa berlama-lama. Yang bisa kami lakukan hanya berfoto tanpa bisa menaiki atau mendaki bukit tersebut. 

Sebetulnya kalau waktunya cukup (tanpa mengunjungi tempat lain), bisa saja kami melakukan pendakian itu, karena memang banyak jamaah dari rombongan lain (entah dari Indonesia atau negara lain) yang kami lihat sedang meniti jalan untuk mencapat puncak Jabal Tsur. Mereka tampak terlihat kecil-kecil karena memang jarak dari tempat kami berdiri dengan bukit tersebut cukup jauh. 

Namun sayangnya niatan kami belum bisa terlaksana karena keterbatasa waktu itu. Lagipula, menurut informasi yang kami dapat, ada proses administrasi lain yang harus dipenuhi untuk bisa mendaki ke Jabar Tsur. Bagi jamaah KBIH, pendakian ini menjadi salah satu hal yang bisa dilakukan karena semua pengurusannya sudah diatur dan diagendakan oleh pihak KBIH.

Setelah puas berfoto-foto, kami lanjutkan perjalanan menuju wilayah Arofah. Adapun tempat yang pertama kali kami kunjungi adalah Mesjid Namirah. Kami tiba di lokasi tepat jam 07.05 WAS. Dari penjelasan tour guide (duh koq saya lupa ya namanya ya?), Mesjid ini biasanya dijadikan sebagai tempat untuk khutbah Arofah. Khutbah ini adalah bagian dari salah satu prosesi puncak haji yaitu Wukuf di Padang Aforah. Dan menurut informasi tour guide pula, apa yang disampaikan dalam khutbah di Mesjid ini nantinya akan "disiarkan" keseluruh tenda-tenda jamaah yang ada di seluruh padang Arofah.

Sama halnya seperti di Jabal Tsur, kami tidak bisa berlama-lama di Mesjid ini. Karena memang sebetulnya area ini masih ditutup oleh Pemerintah Arab Saudi guna persiapan agenda wukuf nanti. Dan setelah puas mengabadikan gambar diri sendiri juga rombongan, kami perlahan meninggalkan area Arofah. Oh ya, di sekitaran Mesjid Namirah juga banyak pada pekerja pembersih Mesjid yang bisa kita berikan sedekah. Wajah-wajah sumringah akan tampak terlhat begitu kita memberikan beberapa uang riyal kepada mereka.

dokpri
dokpri
Sambil meninggalkan padang Arofah yang areanya sudah dipenuhi dan didominasi oleh tenda putih, kami sempat melihat banyaknya Pohon Sukarno yang tumbuh subur disana. Seperti namanya, pohon ini memang merupakan sumbangan dari Presiden RI yang pertama yaitu Bapak Ir. Soekarno untuk membantu penghijauan di Padang Arofah. Dan Alhamdulillah pohon-pohon itu memang tumbuh subur dan membuat pemandangan hijau disekitaran Padang Arofah.

Perjalanan kami seterusnya adalah mengunjungi Jabal Rahmah atau Jabal Arofah yang memang terletak tidak terlalu jauh dari Mesjid Namirah. Ketika bus tiba di parkiran Jabal Rahmah, jam sudah menunjukkan pukul 07.20 WAS. Masih pagi dan masih belum terlalu panas untuk kami mendaki nanti. Dan  untuk kali ini, kami diperbolehkan lho mendaki sampa atas, atau tepatnya sampai di tempat yang ada tugu di puncaknya. 

Begitu kami turun dari bus, saya dan istri langsung bergegas meniti bebatuan besar yang menjadi jalan untuk mencapai puncak. Karena tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu sulit, hanya butuh waktu 10 menit untuk kami bisa tiba di puncak Jabal Rahmah tersebut. Langsung saja saya dan istiri ber-selfie ria. Nah disini saya cukup puas untuk berfoto dan mengambil gambar dari berbagai sudut karena pagi itu memang belum terlalu ramai. 

Tidak berapa lama, nampak Pak Nawar dan Bu Fatimah juga muncul menyusul kami. Masya Allah... kedua orang yang kami anggap paling tua di rombongan kami ini muncul dengan semangat yang tinggi dan tanpa terlihat lelah sama sekali. Bahkan mengalahkan jamaah lain yang jauh lebih mudah, hahaha... Keren deh orang tua kami ini. Dan langsung saja saya bantu mendokumentasikan mereka, baik dengan ponsel saya maupun dengan ponsel mereka sendiri.

Setelah puas, saya putuskan untuk turun sambil menuntun istri saya. Di beberapa titik, kami berpapasan dengan rekan-rekan kami di rombongan yang sedang mencoba menggapai puncak itu. Kami saling memberi semangat dan tidak lupa mengingatkan untuk tetap berhati-hati. Sesampainya kami dibawah, kami dapati beberapa jamaah dalam rombongan kami sedang berfoto-foto. Wah ini tidak bisa kami lewatkan begitu saja. Langsung saja kami ikut bergabung tanpa harus diminta apalagi meminta izin . Kali ini kami semua sangat puas mengambil gambar karena waktu yang disediakan masih sangat banyak.

Setelah merasakan sentuhan sinar matahari sudah mulai terasa panas, akhirnya kami semua putuskan untuk kembali ke bus dan bersiap melanjutkan perjalanan. Kali ini tujuan kami berikutnya adalah Gua Hira. Tidak perlu saya ceritakan ya tentang Gua Hira ini, karena saya yakin pembaca jauh lebih hebat dari saya untuk menjelaskan secara detail tentang Gua Hira ini. Jadi saya kembali fokus untuk menceritakan pengalaman perjalanannya saja

Untuk tempat yang satu ini (Gue Hira), rombongan kami tidak sempat untuk mampir, berhenti apalagi mendakinya. Kami hanya melewati saja sambil melihat dari kejauhan Gua bersejarah tersebut. Sayang memang. Tapi ini sudah kami sepakati bersama dengan bermacam pertimbangan. Tetap kami syukuri bahwa kami bisa melihat Gua itu dari jauh dan kami abadikan dalam bentuk foto maupun video. 

Dalam hati, iri juga saya melihat rombongan kecil berbaju putih yang nampak sedang berjibaku mendaki Gua itu. Seketika saya jadi ingat pendakian ke Gunung Sindoro yang juga melihat dari kejauhan para pendaki yang sedang menuju puncak Rajawali di Gunung Sumbing. Apa rasanya ya mendaki dan sampai persis di depan Gua itu? Bathin saya dalam hati. 

Ah tidak apa, yang penting adalah kami tetap bersama dalam rombongan yang super kompak ini. Jika Allah izinkan, saya dan keluarga, juga semua jamaah dalam rombongan kami bisa datang lagi ke Tanah Suci dan menjejakkan kaki di Gua Hira ini. Aamiin Allahumma Aamiin..

Alhamdulillah, perjalana kami hari itu selesai dan kami tiba kembali di Hotel pada jam 10.00 pagi WAS.

Sesampainya di hotel, ada cerita haru yang menghampiri kami. Salah satu orang tua kami juga di rombongan selain Pak Nawar dan Bu Fatimah, yaitu Pak Rozak, menceritakan bahwa ketika beliau sedang menuju puncak Jabal Rahmah, beliau merasa bahwa ada istrinya mendampingi beliau. Padahal, karena alasan kesehatan, istri beliau tidak bisa ikut berangkat haji tahun ini  untuk mendampingi beliau.

"Hati-hati, Pak. Nanti jatuh" kata sang istri mengingatkan Pak Rozak.

"Gak papa koq. Yuk sama bapak. Sini pegang tangan Bapak" timpal Pak Rozak ketika itu.

Pak Rozak masih belum sadar kalau yang terjadi adalah halusinasi saja. Beliau baru menyadarinya begitu beliau tiba kembali dibawah. Dan beliau seketika menjadi bingung, dimana istrinya tadi?

pak-rozak2-5dafec6d097f3644b7346602.png
pak-rozak2-5dafec6d097f3644b7346602.png
Ketika beliau menceritakan itu di hotel, tumpahlah tangis beliau. Saya yang mendengarkan ceritanya berupaya untuk menenangkan beliau sambil berupaya keras menahan jatuhnya buliran air bening dari sudut mata saya. Masya Allah... Allah hadirkan istri Pak Rozak "mendampingi" beliau di sebuah tempat yang terkenal dengan pertemuan Nabi Adam dan Siti Hawa. Semoga Allah merahmati keluarga Pak Rozak dan memberikan kesembuhan bagi istri beliau, Aamiin Ya Rabbal 'Alamiin..

Cerita hari ke delapan belas ini akan ditutup dengan ritual ibadah di Masjidil Haram sebagaimana yang biasa kami lakukan. Hanya saja kali ini saya mencoba tempat baru yaitu sholat Maghrib di lantai 2, lalu sholat Isya di rooftop. Dan sama seperti di lantai lainnya, titik ramai jamaah ada pada titik dimana lampu hijau (petunjuk mulainya thowaf) berada. Di sana jamaah akan berhadapan langsung dengan Hajar Aswad dan juga Multazam. Jadi jamaah, siap-siap untuk berdesakan pada titik ini ya, walalupun di rooftop. Adapun tempat lainnya cenderung lebih sepi. Adapun saya dan istri memilih tempat lain yang lebih sepi agar lebih khusuk beribadah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun