Dengan membayar sepuluh ribu per-orang, kami diantar sampai pos gerbang atau basecamp Kledung tepat jam 7.30 di Pos ini pula kami menunggu teman-teman dari Salatiga yang nantinya akan membantu kami dalam pendakian. Ternyata teman-teman kami itu: Wahyu, Nawawi dan Ari sudah sampai duluan di Pos. Namun mereka di ruang dalam. Semantara kami di warung makan (hah, makan lagi?). Itu sebabnya gak ketemu.
Wahyu, Naw dan Ari kemudian membantu kami untuk segala persiapannya. Wahyu dan Naw mem-packing kembali bawaan kami yang berat-berat untuk disatukan dalam tas ransel mereka. Sementara Ari melakukan pendaftaran pendakian untuk kami bertujuh. Selesai.Â
Jarak bisa sampai empat kilo. Waktu? Bisa satu jam lebih karena jalan terus mendaki tanpa ada bonus sedikitpun. Tenaga? Apa lagi... Jadi kesimpulannya jangan gengsi. Pilihlah aku jadi pacarmu.. eh maksudnya pilih ojek deh, jauh lebih ringan :-)
Tiba di Pos Satu kami tidak beristirahat (lha iya, udah naik motor masih mau istirahat juga? keterlaluan... :-) ). Kami lanjutkan pendakian menuju Pos Dua. Jalur yang kami tempuh masih berupa tanah keras namun mendaki. Kemiringan saya perkirakan sekitar tiga puluh derajat.
Walau tidak membawa beban berat sebagaimana Wahyu, Ari dan Naw, tetap aja kami kewalahan. Tracking pole yang kami bawa rupanya cukup membantu. Tapi tetap saja kami beberapa kali harus beristirahat. Harus kami akui, kami bukan lagi "tulang lunak" yang bisa naik turun Gunung dengan mudahnya. Tulang tua kami sudah tidak bisa dibohongi. Rasanya cuma Alfons yang gak kelihatan capek. Hebat juga tuh orang, hehehe...
Di tengah perjalanan kami menuju Pos Dua, kami sempat mendapat khabar kalau Gunung Merapi meletus. Signal telepon seluler saat itu masih dapat kami tangkap dengan baik sehingga kami tahu khabar itu. Sejenak kami palingkan wajah kami ke belakang. Tampak Gunung Sumbing berdiri gagah.
Jam 10.20 kami akhirnya tiba di Pos Dua. Berisitrihat sejenak. Makan coklat, foto-foto dengan latar belakang Gunung Sumbing, minum dan ngemil menemani istirahat kami. Tidak lama sih, karena kami mengejar waktu untuk sampai di tempat kami mendirikan tenda nanti.Â
Lanjut lagi perjalanan kami menuju Pos Tiga. Jalur semakin tidak bersahabat bagi kami. Bebatuan besar dengan jarak pijakan yang semakin lebar, sukses membuat kami semakin lambat bergerak. Kemiringanpun semakin terjal. Mungkin empat puluh sampai 50 derajat.
Saya, Roni dan Toto berlomba-lomba dalam masalah kelambatan, hahaha.. Alfons? Gak usah dibahas ya.. Tuh orang kaya gak punya udel, gak ada capeknya, ampun deh...Â
Sebagian merapikan bawaan dan tendanya. Entah untuk turun atau lanjut ke tempat istirahat berikutnya. Saya gak begitu peduli. Saya cuma ingin istirahat sambil minum. Akhirnya kami berlima (minus koh Roni dan Ari) masuk ke warung tersebut. Toto dan Alfons langsung melahap tempe mendoan.
Sementara Wahyu dan Naw masing-masing menyiapkan kopi dan makan siang. Nasi bungkus yang sudah kami siapkan sejak di Terminal Mendolo menjadi menu yang paling nikmat saat itu. Tidak lupa kami sisakan dua bungkus untuk Koh Roni dan Ari.Â