Mohon tunggu...
Yudi Irawan
Yudi Irawan Mohon Tunggu... Administrasi - Bukan Seorang Penulis

Seseorang yang baru saja belajar menulis di usia senja :-)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Lawu: "Long and Winding, Unforgettable"

17 November 2017   14:48 Diperbarui: 21 November 2017   12:47 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Cerita ke Gunung Lawu ini sebetulnya kebetulan, kalau gak mau dibilang "accident". Gimana gak? Gak kebayang sama sekali kalau saya akan summit ke Gunung yang tingginya 3265 mdpl itu. Cita-cita awalnya sih sebetulnya ingin ke Gunung Merbabu bersama dengan team SEPATU (Sekelompok Pendaki Tua). Rencana ke Merbabu sudah disiapkan matang lho. Dari awalnya di bulan September 2017, mundur di bulan Oktober sampai ke awal November. Namun karena dua personil utamanya masih banyak kegiatan lain, dan sampai akhir Oktober 2017 belum juga ada kepastian, maka saya sedikit hopeless. Padahal rencana ke Merbabu ini adalah agenda yang sudah saya siapkan sebagai penutup akhir tahun karena tahun depan mau fokus ke sekolah anak-anak. Bingung, masak mau sendiri? Lha wong saya belum pernah kesana sebelumnya? Hadduuhh...

Eh pucuk dicita ulampun tiba. Allah tuh selalu deh kasih rezeki dan jalan dan tempat yang tidak diduga-duga lho. Tiba-tiba muncul ajakan dari teman sekantor dan selantai pula. Namanya Suprapto atau biasa kita manggilnya Toto. Bukan merek sanitary lho ya... Ini adalah kawan yang kalau saya bilang edan. Gimana gak edan? Tiap bulan naik Gunung. Persis kaya truk ekspedisi, hahaha... Kebetulan Toto ini yang jadi ketua tim PECEL LELEalias Pendaki Cepat Lelah lalu Leyeh Leyeh. Eh jangan ketawain namanya. Biar cepat lelah, tapi pengalamannya luar biasa lho... bisa 6 episode deh kalau mau diceritain. Persis kaya sinetron Tersanjung :-)

"Gimana, jadi ke Merbabu? Kapan?" Tanya Toto ketika gak sengaja ketemu saya di ruangan kantor.

"Kayanya gakjadi, To... team SEPATU lainnya masih banyak kegiatan" sambut saya dengan sedikit malas untuk menjawabnya. Bukan karena materi pertanyaannya. Tapi karena lapar, hahahha... 

"Ya udah ikut Pecel Lele aja ke Lawu" timpal Toto sedikit merayu.

"Kapan?" kata saya bersemangat. Lupa lapar tadi.

"Tanggal 9 November sampai 12" 

"Hmm... gue fikirin dulu deh..." kembali malas saya menjawabnya karena kebayang jalan dengan orang-orang yang sebagian belum saya kenal. Maklum saya kan orangnya pemalu, hehehe...

Gak lebih dari 24 jam, tiba-tiba nomor ponsel saya sudah terdaftar sebagai anggota Whatsapp Group yang namanya Lawu 9 November 2017. Group ini ternyata aktif sekali untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Sampai batas akhir yang ditentukan, saya masih belum memberikan kepastian. Dan dengan sabarnya mereka tetap menunggu saya untuk ikut bergabung. Dan ketika mereka akan mulai memesan tiket kereta, baru saya memberikan konfirmasi kalau saya positif untuk ikut. Wah respon mereka baik sekali. Langsung saja saya diminta memberikan foto KTP untuk mereka urus tiket kereta pulang dan perginya. Selesai. Tinggal menunggu waktunya tiba. 

9 November2017

Waktu yang ditentukan akhirnya datang juga. Kepastian tim "ekspedisi" Lawu ini terdiri dari saya sendiri, Toto, Alfons, Doni, Eri dan Roni. Seperti yang sudah saya ceritakan diatas, Toto adalah teman satu lantai di kantor. Alfons adalah teman satu kantor dan teman satu komplek perumahan. Doni teman satu kantor beda bagian.

1510233257863-5a13b6f9fcf681421444f7d2.jpg
1510233257863-5a13b6f9fcf681421444f7d2.jpg

1510233349698-5a13b710ca269b1847798372.jpg
1510233349698-5a13b710ca269b1847798372.jpg

Doni dan Alfons teman satu bagian dan satu lantai. Sampai disini masih bisa ikutin alur ceita alias gak bingung kan? Hahaha.. tenang, masih jauh dari kerumitan silsilah para raja-raja koq :-). Eri adalah teman satu perusahaan namun beda regional. Kalau gak salah Eri itu di Cilegon. Atau Serang ya? Lupa.. gak papa deh, gak penting juga, hahahaha... Maaf Om Eri, jangan dijambak ya :-p.  Sedangkan Roni adalah rekan kerja perusahaan alias Distributor yang biasa naik Gunung dengan Toto, Eri dan Alfons sebagai team Pecel Lele. Demikianlah silsilah keluarga kami, ehh??

Saya berangkat bareng Alfons dari rumah menuju stasiun Senen. Sekitar jam 2 siang kami tiba. Tidak berapa lama, datang Eri dan Roni. Tinggal menunggu Doni dan Toto yang berangkat dari Kantor. Sampai jam 3 atau setengah 4, mereka belum juga tiba. Dan ketika dikonfirmasi mereka mengatakan kalau hujan sangat deras sehingga kesulitan mencari taksi.

Okelah kita menunggu dengan setia seperti lagunya Krisdayanti. Obrolan kami berempat masih kaku, persis lap kanebo kering. Ya maklumin deh namanya juga baru ketemu, hehehe... sekitar jam 4 sore, Doni dan Toto datang hampir bersamaan walau beda kendaraan. Alhamdulillah komplit. Setelah makan dan membungkus makanan, segera kami mencetak boarding pass dan masuk kedalam peron.

Ternyata kami tidak bisa satu gerbong. Eri, Toto dan Roni di gerbong 3. Sedangkan saya, Alfons dan Doni di gerbong 4. Kereta ekonomi Brantasjurusan Blitar yang kami tumpangi penuh. Dan belajar dari perjalanan ke Ranu Kumbolo, saya gak mau melek lagi semalaman. Nanti tepar lagi saat mendaki. Maka saya putuskan minum obat anti mabok yang ternyata memang obat tidur. 

Glek aja langsung, berharap nanti tidur dengan pulas. Kereta mulai merangkak tepat jam 5 sore. Satu jam, dua jam, tiga jam, koq gak ngatuk-ngantuk ya? biasanya tuh obat langsung bekerja. Tetap gak bisa tidur. Tengah malam tambah lagi satu butir. Dan ternyata..... sampai tiba di stasiun Solo Jebresjam 3 pagi tetap gak bisa tidur. Haddeehhh....

10 November 2017

Keluar dari Stasiun Solo Jebres, kami mampir ke warung kopi dan bersiap melaksanakan sholat Subuh. Saat adzan memanggil, segera kami menuju mesjid. Namanya Mesjid Baiturrahman. Letaknya dibelakang Pasar Rejosari. Mesjid yang sangat luas ini ternyata diresmikan oleh almarhum Presiden kedua RI, Bapak Soeharto. Ada tanda tangan peresmian beliau di dalamnya. Selesai sholat, pengurus masjid mempersilahkan kami menikmati kacang hijau hangat yang dicampur jahe. Alhamdulillah... rezeki pendaki soleh nih namanya.

1510400099760-5a13b92d3c2c752bda499d12.jpg
1510400099760-5a13b92d3c2c752bda499d12.jpg

img-20171110-064933-5a13b960a07a6322fb6a2ca2.jpg
img-20171110-064933-5a13b960a07a6322fb6a2ca2.jpg

Singkat cerita, mobil sudah siap untuk mengantar kami ke base-camp Cemoro Sewu disekitar wilayah kabupaten Magetan yang melewati Tawangmangu. Sebetulnya pemandangan sepanjang perjalanan itu indah banget, hanya Alhamdulillahnya saya baru bisa tidur di mobil sewaan itu.

Jam setengah 7 pagi kami tiba di base-camp Semoro Sewu. Udaranya dingin. Ya dimaklumin karena Cemoro Sewu itu sudah berada di ketinggian 1820 mdpl. Selesai proses registrasi dan perizinan, kami masuk kedalam untuk kemudian membuat kopi sendiri karena warung yang ada disekitar belum ada yang buka. Sebagian bersih-bersih dan re-packing ransel. Setelah semuanya siap, perjalananpun kami mulai. Dipimpin doa oleh Doni, kami mohon perlindungan dan keselamatan dari Allah untuk perjalanan kami ini. 

Jam 8 pagi kami mulai menyusuri jalan bebatuan. Cerita-cerita disini tidak saya buat detail ya. Boro-boro mau ingat cerita, nafas aja udah susah keluar. Intinya dari pertama kali kami berjalan, langsung dihajar tanjakan tanpa ampun. Hampir tidak ada bonus berupa jalan mendatar yang kami temui. Dengan ransel berat di pundak, bisa dibayangkan sulitnya perjalanan kami. Namun semua kami lalui dengan santai dan penuh canda dan tawa. Kedengarannya sih klasik ya. Tapi memang itu kenyataannya. Ternyata teman-teman perjalanan saya kali ini lucu-lucu. Rasanya hanya kami yang selama perjalanan keram perut karena terus tertawa.

1510400102761-5a13b916ca269b1b3f177f72.jpg
1510400102761-5a13b916ca269b1b3f177f72.jpg
Pos 1 kami singgah sebentar setelah kurang lebih satu jam kami mendaki. Langsung menanjak lagi ke Pos 2 yang ditempuh sekitar 1 jam perjalanan. Disinilah penderitaan sebenarnya kami mulai. Tidak ada warung buka. Mau tidak mau kami harus memasak sendiri makanan kami. Selesai memasak, kami melanjutkan langkah gontai kaki kami menuju pos 3. 

Inilah jarak terjauh kami saat menanjak. Lebih dari dua jam kami mendaki. Dan betapa bahagianya ketika Pos 3 sudah tampak didepan kami. Dengan latar belakang puncak Gunung Lawu, kami kembali beristirahat. Tidak lupa juga kami melakukan sholat jama-qashar. Rasanya indah dan bahagia sekali sholat diatas bebatuan dengan hembusan angina dingin plus puncak Lawu terpampang jelas di depan.

1510400104158-5a13b980fcf68140c9461802.jpg
1510400104158-5a13b980fcf68140c9461802.jpg

Tidak berlama-lama, kami melanjutkan menuju pos 4. Nafas kami semakin tidak karuan. Belum lagi ditambah dengan udara atau oksigen yang menipis, kami semakin sulit mendaki dan bernafas. Bunyi hembusan angin yang menampar pepohonan sepanjang perjalan kami membuat saya sedikit khawatir. Bagi saya bunyi itu cukup menakutkan. Saat beristirahat sejenak, terlihat awan mulai mendung dan kabut mulai berlari seolah ingin mengusir kami. Yang saya khawatirkan terjadi. Hujan disertai kabut turun. Sementara jalan yang kami lalui semakin gahar. Derajat kemiringan semakin tinggi. Pijakan semakin luas.

1510388842012-5a13b9ab2599ec5f5c1ae6b2.jpg
1510388842012-5a13b9ab2599ec5f5c1ae6b2.jpg

1510388841010-5a13ba0cc81c637c801881d2.jpg
1510388841010-5a13ba0cc81c637c801881d2.jpg

Dingin yang menggigit jari-jari saya semakin tajam terasa. Tapi kami tetap melanjutkan perjalanan dengan sesekali beristirahat. Bonuspun tiba. Watu Kapur yang merupakan lahan landai akhirnya dapat kami pijak. Alampun seolah menyambut kami denga kehangatannya. Hujan berhenti turun. Kabutpun ikut sembunyi. Sepertinya alam mempersilahkan kami untuk membayar lelah kami. Cuaca cerah. Dan kamipun "diberikan" kesempatan berfoto-foto. Tapi ini betul-betul hanya sementara. Ketika kami kembali menuju Pos 5 yang merupakan pos terakhir sebelum menuju puncak, badai yang terdiri dari hujan dan angin kembali menerpa. 

Beruntungnya kami temukan tempat singgah berupa tenda penjual yang cukup luas. Kami putuskan untuk beristirahat disana. Tanpa basa-basi kami langsung memesan minuman dan gorengan hangat. Hanya kami ber-enam saat itu sebelum akhirnya datang rombongan lain sekitar 8 orang anak-anak muda yang juga ikut berteduh. Fisik saya sudah terkuras habis. Sebagian dari kami beberapa kali menderita kram kaki atau betis. Tidak lebih dari 30 menit kami di tenda itu. Kami harus jalan kembali agar tidak kemalaman di jalan. 

Seingat saya saat itu sudah jam 5 sore. Bersyukurnya kami, hujan sudah mulai reda. Setelah berkemas, kami naik lagi menuju pos peristirahatan di Sendang Drajat. Sudah jam 6 sore dan langit mulai gelap. Pemilik tenda menyambut kami dengan hangat dan langsung mempersilahkan kami memilih tempat yang kami sukai. Bangunan ini sebetulnya cukup luas. Perkiraan saya bisa menampung maksmimal 50 orang. Tenda-tenda ini berupa gubuk-gubuk kayu yang diatur rapi dengan diberikan terpal diatasnya. Tingginya sekitar 2,5 sampai 3,5 meter. Kami harus menunguk ketika masuk dan berada didalamnya. Disana ternyata sudah ada rombongan lain terdiri dari 3 wanita yang sudah tertidur didalam sleeping bag mereka masing-masing.

Kami berbenah diri sambil memesan makanan dan minuman panas. Saya yang memang sudah habis tenaga dan mulai merasakan badan tidak enak, langsung mengeluarkan sleeping bag dari dalam ransel. Alhamdulillah cukup menghangatkan badan saya. Saat makanan tiba, kami semua makan dengan lahapnya. 

Subhanallah walhamdulillah.. Nasi pecel diatas ketinggal 3000 mdpl itu nikmat sekali. Selesai makan, tidak lupa saya juga minum obat. Beragam obat saya minum, mulai dari obat flu, obat masuk angin sampai obat sakit kepala saya telan. Dengan harapan besok fit dan sehat untuk pendakian Lawu Summit. Tanpa ampun dan basa-basi, selesai sholat saya meringkuk indah kedalam sleeping bag. Entah teman-teman yang lain, jam berapa mereka tidur. Bodo Amat..!!! hahahahaha...

11 November 2017

Alarm di ponsel saya berbunyi. Saat itu angka digital menunjukkan waktu jam 04.30. Saya bangunkan yang lain untuk juga bersiap-siap. Satu persatu bangun. Satu persatu juga merapikan barang bawaannya kembali. Toto sempat sempat keluar tenda setengah berteriak kepada kami.

"Woi bangun, langitnya indah banget lho...."Jawaban kami hampir sama dan kompak: "Bodo Amat.." hahahaha...

Setelah semuanya rapi kembali di tas ransel masing-masing, kami bersiap melanjutkan perjalanan. Disini sempat terjadi sedikit argumentasi tentang rencana summit. Roni inginnya kita summit tanpa membawa ransel untuk kemudian nanti kembali lagi mengambilnya. Sementara Toto punya keinginan lain. 

Toto lebih memilih summit dengan membawa ransel agar tidak dua kali turun naik. Jika tetap ingin summit tanpa membawa ransel, maka Toto memutuskan tidak ikut dan hanya akan menjaga barang ditenda. Pada akhirnya semua sepakat untuk naik ke puncak dengan membawa tenda. Ada syukurnya juga, karena ketika dipuncak Lawu, kami jadi bisa membuat minuman hangat.

Puncak Lawu Hargo Dumilah 3265 Mdpl

Allahu Akbar, Subhanallah Alhamdulillah... dengan izin Allah akhirnya kami berhasil menginjakkan kaki kami di Puncak Gunung Lawu Hargo Dumilahdiketinggian 3265 mdpl. Betapa senang hati kami semua. Tidak henti-hentinya saya mengucap syukur atas kehendak Allah ini. Tidak mungkin kami ada di puncak kalau bukan karena izin, kebaikan dan kehendak Allah. Yang lebih bersyukur lagi karena Allah seolah membayar kelelahan kami dengan sunriseyang muncul dengan indahnya. Terima kasih ya Allah...

1510429970686-5a13b8b55a676f738731d643.jpg
1510429970686-5a13b8b55a676f738731d643.jpg


1510410823207-5a13ba65ca269b188774d6a4.jpg
1510410823207-5a13ba65ca269b188774d6a4.jpg

1510410820937-5a13ba934d66910f310dc103.jpg
1510410820937-5a13ba934d66910f310dc103.jpg

Foto-foto tentu tidak kami lewati begitu saja. Baik yang sendiri-sendiri maupun yang satu team. Terkadang berpose bersama dengan rombongan lain. Ya, ada 2 rombongan selain kami ketika itu. Rombongan kami berenam, rombongan 3 wanita dari Surabaya, dan rombongan lain yang terdiri dari orang-orang paruh baya berjumlah 4 orang. Sementara sebagian berfoto-ria, Toto, Eri dan Roni sigap menyiapkan kompor untuk membuat minuman panas. Sepertinya mereka membiarkan saya, Alfons dan Doni untuk memuaskan diri kami sendiri. Maklum, baru kali pertama kami berada di Puncak Lawu ini.

1510429969030-5a13ba8c5169955aa5491a32.jpg
1510429969030-5a13ba8c5169955aa5491a32.jpg

1510409749461-5a13baeafcf68140e52ee5c4.jpg
1510409749461-5a13baeafcf68140e52ee5c4.jpg

Saya singkat sajat cerita-cerita di Puncak Lawu ini ya. Silahkan saja lihat di foto-foto kami ini. Gak apalah walau fotonya ada yang terlihat norak-norak bergembira :-). Hanya sekitar satu jam kami berada di puncak Hargo Dumilah. Setelah itu kembali turun untuk menyambangi sebuah warung tertinggi di Indonesia yang sangat dikenal para Pendaki. 

Ya.. Warung Pecel Mbok Yemnamanya. Hanya 15 menit kami turun sampai ke Warung Mbok Yem. Sempat terjadi sebuah tantangan yang akhirnya saya menangi. Toto menantang saya untuk bisa membuat Mbok Yem tersenyum dan tertawa. Karena katanya si Mbok Yem ini terkenal sangat sulit tertawa. Dan apa yang terjadi? Ternyata saya bisa membuat beliau ini tersenyum dan nyaris tertawa. Yang lainpun ikut tertawa seolah mengakui kemangan saya.

img-20171111-071923-5a13b8fa2599ec5e2d09f482.jpg
img-20171111-071923-5a13b8fa2599ec5e2d09f482.jpg

"Rasain loe To... Mbok Yem ketawa tuh, hahaha..." kata Roni meledek Toto. Toto sendiri akhirnya ikut tertawa. Tidak berlama-lama, kami kembali memesan minuman panas untuk menghangatkan tubuh kami. Karena bekal makanan masih banyak, kami putuskan untuk memasak makanan kami di "pekarangan" depan warung Mbok Yem. Kali ini Doni dan Eri yang menjadi Chief. Doni mebuat mie instant. Sementara Eri memasak bakso yang memang sudah diniatkan untuk dimasak di puncak Lawu. Kolaborasi dua chief dengan dua menu makanan ini memang luar biasa. Super duper nikmat!!! Kalau gak ingat teman, rasanya semua mie dan bakso itu mau saya makan sendiri, hahahaha... Nah beda sendiri dengan Roni. Teman saya yang satu ini tetap memilih makanan favoritnya: Nasi putih yang dicampur dengan pecel Mbok Yem.

Selesai makan dan membersihkan semua sampah hasil masak, kami bersiap lagi untuk melanjutkan perjalanan turun Gunung melalui jalur yang berbeda menuju Cemoro Kandang. Sama seperti sebelum berangkat, kami meminta Doni untuk menjadi pemimpin doa agar perjalanan kami senantiasa diberikan kemudahan dan keselamatan oleh Allah. Doapun selesai. Tepat jam 8 pagi, satu persatu dengan berbaris kami memulai perjalanan turun. Roni sempat bilang ke saya kalau perjalanan turun ini berbeda. Lebih ringan namun lebih panjang. Jalannya banyak yang datar tapi berliku. Saya cukup senang dan lega mendengarnya. Alhamdulillah bathin saya. Dan benar saja, sepanjang jalan turun, trek yang kami lalui cukup landau disertai pemandangan alam yang luar biasa. 

Sabana luas menghampar. Udara bersih. Duh rasanya pengen lari aja kaya di vertical run, hahaha.... Tapi.. ternyata ini hanya sementara. Demi mengejar waktu, kami beberapa kali menerobos jalur turun curam. Padahal sebenarnya kalau mau lewat jalan labirin (jalan landai namun berliku) kami bisa. Entah mengapa kami memilih jalan pintas itu. Alhasil, beragam cerita terjadi: lutut yang tidak kuat, tapak kaki semakin tidak karuan, terpeleset beberapa kali, sampai tracking polepatah. Catatan saya, yang saya lihat sendiri dari kejadian itu adalah: Eri 4 kali jatuh terpeleset dengan satu kejadian yang membuat tracking polenya bengkok. Lalu kemudian Donipun terpeleset. Di jalur lain, Alfons mfengalami hal yang sama. Bahkan tracking pole punya Alfon juga sempat rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi.

1510400134921-5a13bb26c81c6376e7023ad3.jpg
1510400134921-5a13bb26c81c6376e7023ad3.jpg

Dilain tempat, Eri dan Roni yang tercecer cukup jauh juga ternyata mengalami hal yang sama. Tapi terus terang saya tidak melihat sendiri peristiwanya. Baru setelah bertemu di base-camp Cemoro Kandang saya tahu kalau tracking polekepunyaan Roni patah dan langsung dibuang. Sedangkan Eri sudah tidak terhitung beberapa kali jatuh atau terpleset. Toto? Alhamdulillah masih lebih baik. Tidak pernah terpelesat atau jatuh, hanya tracking polenya saja yang lepas namun katanya masih bisa diperbaiki.

Kembali ke cerita akses kami turun. Ternyata jalur yang kami pijak lebih banyak didominasi oleh tanah licin. Ini yang menjadi sebab kaki-kaki kami menjadi lebih cepat letih dan tidak kuat menahan beban. Kalau menurut Eri, dia lebih memilih menjatuhkan badannya daripada mengorbankan lututnya yang sudah tidak kuat itu. Padahal sebelumnya kami sempat membalur kaki, betis dan lutut kami dengan obat sendi. Tapi tetap saja tidak berpengaruh. Dari Pos 5 ke Pos 4 mudah kami lalui. Dari Pos 4 ke Pos 3 menguras tenaga. Dari Pos 3 ke Pos 2 ini yang paling berat. Jaraknya sangat jauh. Bisa dua jam lebih perjalanan.

1510400136451-5a13bb3263b2481eab386ff2.jpg
1510400136451-5a13bb3263b2481eab386ff2.jpg

Kami sempat beristirahat di Pos 2 bayangan. Yaitu sebuah shelteryang terletak antara Pos 3 dan Pos 2. Disini kami sempat berjumpa dengan kelompok pendaki dari mahasiswa Universitas Diponegoro atau Undip Semarang. Jumlah mereka cukup banyak. Mungkin sekitar 20 orang lebih. Kami sama-sama istirahat di pos bayangan itu. 

Persedian air kami cek sudah sangat menipis. Toto memberi semangat dengan mengatakan bahwa nanti di Pos 2 ada warung untuk kita bisa membeli makanan dan minuman. Hanya saja, bodohnya kami, kenapa kami tidak tanyakan pada rombongan tadi? Setelah mereka beranjak pergi, baru kami sadar akan hal ini. Apakah warung di Pos 2 itu buka? Aahhh... lelah membuat kami fikiran kami kosong. Bismillah... kami lanjutkan perjalanan kami.

Melewati Pos bayangan tadi, trek kami semakin menyeramkan. Melewati satu jalur kecil dengan tebing disebelah kiri, dan jurang disebelah kanan. Hanya ada kawat-kawat yang menjaga jalan setapak itu dengan jurang. Itupun sudah tidak terurus, sehingga kami lebih sangat berhati-hati melewati jalan ini. Di kejauhan kami melihat ada rombongan lagi yang akan naik. Ternyata itu rombongan kedua dari mahasiswa Undip yang jumlahnya lebih sedikit dari rombongan pertama. 

Disinilah kami bertanya akan warung di Pos 2. Dan apa jawabannya? Warung tidak buka!! Jreng..jreng... berita ini laksana zonkdisebuah kuis. Untungnya mental kami tidak jatuh. Candaan sepanjang jalan menjadi hiburan kami. Kalau kata Toto, naik Gunung dengan nafas terengah-engah sudah itu selalu. Lutut ngilu itu biasa. Betis keram itu sering. Kuku lepas itu kadang-kadang. Pinggang dan pundak pegal itu biasa. Muka terbakar matahari itu kadang-kadang. Kaki lecet pasti pernah. Nah kalau naik Gunung lalu keram perut karena terus tertawa, baru kali ini kami dapati, hahaha... duh guys, thanks dehuntuk semuanya.

1510400137349-5a13bb754d6691183c0f2e62.jpg
1510400137349-5a13bb754d6691183c0f2e62.jpg

Sampai di Pos 2, kami istirahat kembali. Namun kali ini kami tidak berenam. Eri dan Roni tertinggal jauh dibelakang. Sementara persediaan air di kami sudah tidak ada sama sekali. Daripada menunggu Eri dan Roni yang belum tentu juga punya air, kami lanjutkan kembali perjalanan ke Pos 1 yang akan kami tempuh dalam waktu satu jam perjalanan. Gakusah diceritain ya, pokoknya pedih deh... Sampai-sampai saya sempat meminta Toto untuk beristirahat sejenak. Namun dia sepertinya tidak mendengar. Duuhh... kalau aja jaraknya dekat, rasanya udah pengen saya jambak rambut si Toto itu, aarrrgghh...

Tiba di Pos 1 sama saja. Tidak ada warung buka. Tapi karena menurut Toto tinggal kurang lebih satu jam perjalanan lagi, maka kami, dengan tenaga-tenaga yang sudah low bat, meneruskan perjalanan. Sempat juga sih kami beristirahat disuatu tempat yang cukup landai. Tapi itu tidak lama. Paling hanya 10 menit untuk kami meluruskan kaki. Kami telusuri lagi jalan menurun yang kali ini cukup bersahabat. Sudah tidak licin. Tapi sama saja, lha wong kaki sudah tidak bisa berpijak lagi.

Ditambah dengan tidak adanya air sama sekali. Doni sempat menawarkan vitamin C hisap dan coklat. Namun bagi kami, tawaran itu rasanya seperti menawarkan air mendidih di padang gersang. Dan dengan yakin kami menolaknya, hahaha... maafkan kami ya Don.... Ditengah perjalanan kami sempat melihat ada pipa-pipa yang menjulang panjang di tanah. Sempat kami berfikir kriminal dan destruktif untuk merusak pipa itu dengan cara melobanginya. Tujuannya gaklain demi mendapatkan air. Tapi Alhamdulillah, niatan yang buruk -walaupun itu hanya kekonyolan kami belaka- tidak kami lakukan. Dengan sisa-sisa tenaga, kami terus berjalan.

Alhamdulillah... akhirnya, nun jauh disana kami dapat mendengar suara mesin kendaraan roda dua yang meraung-raung. Itu artinya base-campCemoro Kandang semakin dekat. Dan benar saja, 20 menit berjalan, base-camp itu terlihat. Seandainya bisa, rasanya saya pengen nangis seperti para sinetron yang bertemu kekasih lamanya kembali. Alhamdulillah ya Allah.. kami tiba juga. 

Dan betul saja, kamipun selamat sampai base-camppada pukul 14.30 dan langsung menyeberangi jalan untuk menuju warung-warung makan yang banyak terhampar di depan base-campCemoro Kandang. Saya yang paling terakhir menyeberang. Itupun dengan cerita lucu dimana kala itu saya betul-betul takut untuk menyebarang. Saya menunggu sampai jalanan seratus persen kosong. Saya hanya khawatir ketika saya menyeberang nanti, ada kendaraan yang mau lewat dan membunyikan klaksonnya. Sementara saya sudah tidak sanggup berlari menyeberang. Itu sebabnya saya memilih jalanan betul-betul sepi.

1510400139058-5a13bbc82599ec5ff47da312.jpg
1510400139058-5a13bbc82599ec5ff47da312.jpg

Sekali lagi Alhamdulillah... kami akhirnya bisa bertemu kangen dengan segelas air. Es teh manis menjadi obat kami saat itu. Tanpa permisi, kamipun langsung lunglai di pelataran tempat makan. Tidak perduli dengan beberapa tamu yang melihat ke arah kami. Tidak henti-hentinya saya mengucapkan syukur kepada Allah atas semua hal yang kami lalui selama dua hari kemaren. Selang waktu kurang dari 1 jam, terlihat sosk Eri dan Roni yang juga tiba dengan selamat di base-camp Cemoro Kandang. Kondisi mereka tidak lebih baik dari kami. Tampak kepayahan di wajah mereka. Belum lagi langkah gontai dan berat yang mereka perlihatkan ke kami. Bukannya prihatin, kami malah menertawakan mereka. Betul-betul teman durjana kami ini, hahaha...

Makan, minum, menghubungi keluarga, sholat dan mandi adalah deretan aktifitas yang kami lakukan di warung makan tersebut. Selesai itu semua, kami langsung masuk mobil yang sudah kami sewa untuk mengantar kami kembali ke Solo, tepatnya stasiun Solo Jebres. Jam 4 sore kami meluncur pulang. Mampir sebentar di terminal Tawangmangu untuk makan tongseng dan sate. Lanjut lagi sampai stasiun Solo Jebres dengan meminta sang supir untuk langsung mengantar kami ke Mesjid Baiturrahman. 

Disinilah kami menghabiskan waktu sambil sholat maghrib dan isya, minum kopi hangat, makan makanan ringan dan bercerita kembali akan semua kejadian yang sudah kami lewati. Sebetulnya maksud kami istirahat di Mesjid adalah agar kami bisa memejamkan mata. Maklum, kereta Matarmajayang akan memberangkatkan kami ke Jakarta baru akan berjalan pada tengah malam nanti. Sementara kami sudah tiba tepat ketika azan maghrib menggema. Tapi apa daya, semua sia-sia. 

Hanya kebahagiaan dari hampir semua cerita yang kami keluarkan saat di masjid itu. Belum lagi dengan datangnya sahabat baik saya dari Solo yang khusus datang menemui saya untuk silaturahmi sambil membawa makanan ringan lainnya. Semakin membuat team Pecel Lele dan Sepatu tidak tidur. Dan akhirnya, jam 23.00 malam kami menuju stasiun dimana kami menunggu kereta yang nantinya jalan tepat jam 00.30.

Sekali lagi, saya dan teman-teman tidak bisa tidur selama di kereta. Membayangkan kereta akan tiba di Jakarta pukul 10 pagi, rasanya ingin saya beralih naik pesawat (ceilee... gaya...). Tapi ya gak mngkin. Maka segala penderitaan di kereta kami jalani semua. Pagipun tiba. Doni yang pertama turun di stasiun Bekasi. Sementara kami sisanya, turun di stasiun Jatinegara. Sebelum pulang, kami sempatkan makan siang dulu di sebuah warung nasi padang yang letaknya beseberangan dengan stasiun Jatinegara.

Selesai sudah semuanya. Akhirnya perjalan kami masing-masing tuntas. Kamipun saling berpisah satu sama lain. Kecuali dengan Alfons, karena saya kan satu komplek perumahan dengan Alfons. Semua cerita seru itu berakhir dirumah tepat jam 11.45. Alhamdulillah wa syukurillah...

Terima kasih Allah untuk segala izin, kemudahan, keselamatan dan kesehatan yang sudah Engkau berikan kepada kami semua. Terima kasih kepada teman-teman satu perjalanan yang baik, kompak, tangguh, lucu dan ceria. Saya bersyukur untuk kedua hal itu. 

Terima kasih.. Alhamdulillah...

LAWU:  Long And Winding (journey) Unforgattable.

cerita ini juga dapat dilihat di www.yudirawan29.wordpress.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun