Berbicara bisnis pariwisata Indonesia, berarti kita berbicara pulau Bali. Bahkan, tak jarang, beberapa para bule, jika ditanya, apakah dia tahu Indonesia dimana? Dia akan menjawab, dekat Bali. Ya, begitulah kenyataannya. Saking terkenalnya Bali dibandingkan Negara tempat Bali itu sendiri.
Bali, sebuah provinsi yang berhasil membangun image-nya dengan baik di mata dunia. Bidang pariwisata mereka melesat jauh meninggalkan seluruh provinsi di Indonesia. Sekarang, siapa yang tak kenal dengan Kuta, Nusa Dua, Sanur, Jimbaran, dan Tanjung Banoa. Ya, semua itu identic dengan pantai. Lalu, tarian kecak, Bali juga berhasil mengangkat budayanya ketempat yang paling di inginkan oleh semua penggerak seni dan budaya.
Dengan jumlah kunjungan wisatawan lebih dari 4 juta orang per tahun, bisa dipastikan devisa pendapatan daerah Provinsi Bali sebagian besar berasal dari sector pariwisata. Kita semua tahu, bahwa daerah yang bergantung pada hasil Tambang, suatu saat pendapatan asli daerahnya akan turun seiring dengan menurunnya jumlah produksi hasil Tambang tersebut. Tapi tidak pada daerah yang memiliki sector andalannya dari pariwisata. Mereka akan stabil bahkan cenderung meningkat.
Hebatnya pulau Dewata, dia sudah merintisnya jauh sebelum provinsi lain kebakaran jenggot mengenai pengembangan pariwisata. Sekitar 1960an, Bali, mulai kembali menggaungkan budaya, seni, serta lautnya kepada dunia luar. Sehingga, hasilnya bisa kita lihat sampai dengan hari ini. Sector pariwisata bali berhasil menjadi sumber pendapatan paling utama provinsi yang berjuluk the island of paradise.
Lalu bagaimana dengan Aceh?
Tentu saja bisa. Sangat bisa malah. Tapi siapkah Aceh menjadi seperti Bali? Mengapa? Karena sebenarnya Aceh mempunyai potensi wisata yang bisa dikatakan tidak kalah dengan Bali. Hanya saja, yang menjadi masalah kini adalah bagaimana pengelolaannya, promosinya, serta pengembangannya.
Fokus
Permasalahan paling utama hari ini (menurut saya) Aceh masih kurang focus. Sebenarnya, pengembangan ekonominya mau ke arah mana. Apakah ingin pada wisata, infrastruktur, ataukah industry. Karena sampai saat ini, walaupun alokasi dana dari pemerintah Indonesia kepada Aceh tergolong besar, sepertinya Aceh sedikit kebingungan. Kemana dana tersebut itu harus di fokuskan.
Bila ingin menjadikan Program visit Aceh berhasil, maka otomatis pengalokasian dana harus lebih besar kepada sector pariwisata dan sector-sektor pendukungnya. Pendidikan? Tentu saja sangat di perlukan. Mengingat, Sumber daya manusia Aceh juga harus ditingkatkan kapasitasnya agar bisa mengelola pariwisata dengan baik.
800 lebih destinasi wisata. Bukanlah jumlah yang sedikit. Dan, bisa di pastikan jumlah tempat destinasi wisata ini akan terus bertambah. Mengingat antusiasme generasi muda Aceh dalam menjelajah tempat-tempat baru. Untuk itu, tahap awal, Aceh harus bisa menfokuskan diri dalam melakukan promosi. Mau jualan yang mana dulu. Mau wisata religi, tsunami, sejarah, atau alam. Atau bisa juga di kombinasikan. Semuanya bisa. Tapi bukan berarti harus menunjukkan sekaligus semuanya.
Ingat! Promosi itu bertujuan untuk mengajak orang untuk “membeli” produk yang ditawarkan. Jadi tidak perlu memperlihatkan semuanya. Tidak pernah ada swalayan yang mempromosikan semua isi produk dalam tokonya bukan? Lalu? Mereka hanya mempromosikan produk-produk andalan dan produk terbaru. Dengan demikian, tujuannya menjadi jelas. Si pembeli tidak akan kebingungan. Minimal para wisatawan tertarik dulu ke Aceh. sesampainya di Aceh, barulah mereka di jelaskan bahwa Aceh memiliki sejuta kelebihan dibandingkan dengan daerah lainnya.
Berkesinambungan, Ya. Ini juga penting. Karena bila ingin berbisnis didalam bidang pariwisata tidak seperti jualan lotere. Dia perlu keseriusan serta berkesimbungan. Baik itu dalam hal promosi, maupun dalam hal penyelenggaraan event-event besar di Aceh. ini bukan masalah untung-untungan. Tapi ini, masalah bagaimana menciptakan keuntungan yang berketerusan sampai anak cucu Aceh selanjutnya. Pemda Aceh tidak bisa lagi hanya mengharapkan investasi dari luar jika dari dalam saja belum siap. Benar bukan?
Pengelolaan dan infrastruktur
Kecakapan pemda dalam mengelola sebuah tempat pariwisata menjadi factor yang paling utama dalam menjual bisnis pariwisata. Mengapa? Karena kesan baik tidaknya sebuah daerah terlihat disini. Serius tidaknya daerah ingin memajukan sector pariwisata juga terlihat dari tempat wisata tersebut. Tentunya, tidak ada yang mau bila sehabis mandi laut, tapi tempat ganti bajunya minim. Para wisatawan juga tentunya tidak akan senang bila prasarana dan sarana yang diberikan juga tidak memadai bukan? Tidak perlu hotel bintang lima, yang penting tempat tidur layak. Tidak perlu taksi, yang penting kemana-mana mudah dan murah. Tidak perlu jalan beraspal hotmix, yang penting jalan menuju ke lokasi wisata mudah dan nyaman. Tidak perlu terlalu muluk terlebih dahulu, karena yang terpenting, semuanya mudah di jangkau.
Dengan demikian, bila keseriusan ini berhasil ditunjukkan oleh pemerintah Aceh, bukan tidak mungkin, pantai Lampuuk bisa menjadi seperti pantai Kuta. Sabang bisa menjadi seperti Sanur dan Nusa Dua. Memang semuanya perlu waktu. Akan tetapi, disinilah keseriusan Aceh harus di tempa dalam memajukan sector pariwisatanya.
Banda Aceh, 18/3/15
YR
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H