Mohon tunggu...
YUDI M RAMID
YUDI M RAMID Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Dari pekerja medis ke Asuransi dan BUMN....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bersedekah dalam Islam

5 Mei 2024   08:01 Diperbarui: 5 Mei 2024   08:11 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam islam memberi sedekah harus berlaku baik. Biar mereka pengemis harus diperlakukan dengan hormat sebagai manusia biasa yang punya harkat dan martabat.

Mengemis tidak dianjurkan dalam islam, namun hak meminta sedekah ketika seseorang membutuhkan dapat dibenarkan dalam agama Islam 

 Islam menyatakan:
“Tangan orang yang memberi lebih baik dari tangan orang yang menerima.”

Zaman dahulu, banyak umat Islam lebih memilih kelaparan dalam kemiskinan daripada mengemis untuk bertahan hidup. 

Namun Al-Quran mengingatkan umat Islam dan mereka yang terlupa akan hal ini.

Yakni tentang perlunya bersedekah untuk orang miskin dan tidak mampu. 

Orang-orang yang berjuang di jalan Allah, namun tidak menemukan jalan keluar dari kemiskinannya, maka mereka boleh untuk meminta sedekah.

Sedekah yang paling baik adalah apa yang diberikan oleh orang kaya untuk menyelamatkan mereka dari keharusan meminta dari orang lain yang hidupnya hanya sedikit lebih baik dari mereka.

Tuhan berfirman "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya” (QS. Saba': 39)

Bersedekah itu  baik bagi kita karena bisa menghapus sebagian besar dosa dosa kita.

Seseorang harus dapat bertanggung jawab terhadap orang lain, yaitu majikan terhadap kesejahteraan pembantunya, atau bos kepada para pekerjanya.

Suami  sebagai kepala keluarga, bertanggung jawab atas seluruh keluarganya memberi apa yang dibutuhkan.

Pejabat kepada rakyat yang diperintahnya untuk dilindungi kesejahteraaannya.

Sebuah cerita dari masa awal Islam Khalifah Umar,  dalam penyamaran ingin melihat  bagaimana rakyatnya hidup di bawah kekhalifahannya. 

Dari salah satu rumah ia  mendengar tangisan anak-anak yang tampak kelaparan.

Dia menemukan tiga anak sedang duduk mengelilingi api dengan panci mendidih di atasnya, ibu mereka berdiri di samping mereka. 

Dia bertanya  "ada apa ibu  mengapa mereka menangis::?

 Ibu itu menjawab: “Anak-anakku lapar, dan karena aku tidak punya apa-apa untuk memberi makan mereka, aku ingin menipu mereka dan aku memasukkan air dan batu ke dalam panci, sehingga mereka percaya bahwa makanannya belum matang. ”

Khalifah Umar sangat sedih melihat salah satu penderitaan rakyatnya. Ia segera kembali ke istananya  dan membeli tepung, mentega, daging, dan kurma, yang kemudian ia masukkan ke dalam tas. 

Dia meminta seorang pelayan di dekatnya untuk membantunya membawa tas itu di punggungnya.

Pelayan itu terkejut dan bertanya kepada Khalifah Umar mengapa ia ingin membawanya sendiri dan memintanya untuk mengizinkannya membawanya. 

Umar menjawab, “Aku yakin kamu mampu memikul beban ini untukku tapi siapa yang akan memikul bebanku di hari kiamat?” 

Hamba tersebut tidak  dapat menjawab pertanyaan Khalifah.

Bisa jadi,teladan ini tidak mungkin dilakukan setiap pemimpin  teladan Khalifah Umar secara fisik, namun semangat dan sikap Umar haruslah menjadi cerminan yang sangat baik bagi pejabat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun