Dalam kode etik semua profesional perawatan kesehatan, apakah mereka diharuskan melaporkan kasus di luar nikah kepada otoritas agama ketika seorang wanita atau anak perempuan mencari perawatan antenatal, perinatal, dan pascapersalinan untuk kehamilan mereka?"
 Datuk Seri Azalina Othman Said, mantan Ketua Komite Seleksi Khusus Parlemen untuk Urusan Perempuan dan Anak Malaysia menyoroti kesehatan reproduksi yang seharusnya tidak merugikan. seorang wanita atau gadis.
"Kehamilan yang tidak diinginkan seringkali merupakan konsekuensi dari perempuan yang tidak memiliki hak atau suara atas tubuhnya sendiri," katanya.
 Azalina juga menekankan perlunya  meninjau kembali terhadap mereka yang mengalami atau menghadapi konsekuensi dari kehamilan yang tidak diinginkan.
"Kekerasan seksual  berbasis gender adalah kenyataan bagi banyak perempuan dan anak perempuan," ujarnya.
"Undang-undang semacam itu justru menciptakan penderitaan, rasa sakit, atau penghinaan yang tidak perlu bagi perempuan dan anaknya."
 Alih-alih menghukum perempuan dan anak perempuan, kita perlu melindungi dan meningkatkan akses terhadap kontrasepsi sehingga perempuan dapat memilih dan merencanakan kehamilannya." ujarnya Â
Â
Ada juga seruan dari kelompok-kelompok yang mendesak Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia (SUHAKAM) agar  menilai  dampak hak asasi manusia dari amandemen tersebut.
Terengganu tampaknya tidak akan mundur dari penerapan undang-undang baru ini.
Terengganu adalah negara bagian yang lebih religius dan konservatif di Malaysia selain negara bagian Kelantan.
Negara bagian Terengganu selain mengkriminalisasi  kehamilan di luar nikah juga  sihir,  wanita menyamar sebagai laki-laki atau sebaliknya juga hubungan sesama jenis.