Suku Dani sering memakai 'pakaian' dan aksesoris khusus untuk perang ritual. Bagian penting dari budaya Dani adalah perang ritual skala kecil antar suku atau desa yang berbeda.Â
Dulu sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk mempersiapkan perang membuat senjata seperti tombak dan busur dan anak panah.
Kedatangan misionaris  ke daerah itu membuat  mayoritas penduduk masuk Kristen bercampur dengan kepercayaan dan praktik tradisional (animistik).
Sisanya 5% beragama Islam, terutama pendatang dari Jawa yang bekerja untuk pemerintah. Rumah suku Dani  adalah honai , sebuah pondok tradisional suku di daerah ini.
Kabupaten ini dinamai  Jayawijaya. Arti dari "Jaya Wijaya" adalah  'kemenangan abadi' sedangkan bagi penduduk kabupaten semboyannya adalah "Yogotak hubuluk motok hanorogo"Â
Dalam bahasa Dani lokal berarti "Besok akan lebih baik dari hari ini" Sebuah philisopi yang bagus dan mengandung optimisme  yang kuat bagi Papua.Â
Pada tahun 1956, Frits Veldkamp dikirim ke Lembah Baliem untuk membangun pos pemerintah dan lapangan terbang untuk pemerintah Belanda.
Dia memilih tanah kosong di tepi sungai yang kini dikenal dengan sebuah kota  yang disebut Wamena .
Wamena  merayakan hari jadinya tanggal 10 Desember sebagai memperingati  Frits Veldkamp tiba di lembah Dani pada tanggal 10 Desember tahun 1956.
Selain gunung-gunung besar, juga desa-desa tradisional suku Dani dengan gubuk-gubuk jerami bundar, penduduk  masih memakai koteka.