Ketika dinas  di rumah sakit militer, meski saya PNS punya pengalaman mengobati pasien dengan schizopherenia yaitu ECT atau Electronic Convulsif therapie.
Itu adalah "terapi kejut" bagi pasien penyakit jiwa.
Saya melihat pasien dengan kesadaran sendiri menjalani terapi dan cukup kagum. Efeknya cukup mengerikan bagi saya karena pasien langsung (,maaf) di strom dengan listrik di kepala mengalami kejang kejang sampai tidak sadar diri. Mulutnya Kadang-kadang berbusa.
Kejadian ini memang sudah lama dan lebih 30 tahun lalu ketika saya pernah menjadi perawat dirumah sakit dan setelah 7 tahun berhenti sebagai pns
Ditempat  saya meski bukan Rumah sakit jiwa, tapi juga ada fasilitas tempat mengurung pasien jiwa ditempat itu  kalau mengamuk. Banyak pasien umum menggunakan tempat tersebut karena kalau masuk rumah sakit jiwa nama pasien sudah tercela. Siapa yang mau kalau dikatakan pernah dirawat di RSJ tentu tidak.Â
Diperlukan tenaga perawat lelaki yang kuat untuk menangani pasien. Saya cukup berwibawa karena saya hadapi kadang kadang tentaraÂ
Pasien tersebut cukup takut kepada perawat yang kebetulan saya juga membantu dokter untuk ECT.
Lalu seberapa effektifkah ECT untuk pengobatan schozopherenia apakah pola ini masih saja ada saat ini, tampaknya masih ada Â
Terapi kejang listrik meski tampak sedikit mengerikan tapi merupakan pilihan pengobatan yang baik untuk depresi yang sulit diobati
Tingkat keberhasilannya masih 50 hingga 70 persen menurut apa yang saya ketahui dengan pengetahuan perawat yang terbatas.Â
ECT dilakukan sebagai rangkaian delapan sampai dua belas sesi, biasanya berjarak 2-3 hari. Stimulasi listrik hanya berlangsung beberapa detik dan dilakukan dengan anestesi jangka pendek.Â
ECT terkadang memiliki reputasi buruk yang tidak adil, seperti yang dicontohkan dalam film 1975 One Flew Over the Cuckoo's Nest, di mana protagonis utama, Jack Nicholson, dipaksa menjalani ECT tanpa anestesi.
Perawatan dilakukan dengan anestesi dan pasien diberikan obat untuk mengendurkan otot-otot menghindari cedera akibat gerakan tersentak-sentak. “Setelah terapi, dalam beberapa kasus mungkin ada gangguan memori sementara."
Meskipun terapi electroconvulsive (ECT) dianggap sebagai salah satu perawatan yang paling kontroversial sering disalahpahami untuk gangguan mental, sebenarnya terbukti aman dan efektif untuk depresi berat atau pasien schizopherenia.Â
Diyakini bahwa ECT bekerja pada beberapa bahan kimia yang mentransfer impuls atau pesan antara sel-sel saraf di otak, sehingga dapat memperbaiki beberapa perubahan biokimia yang disebabkan oleh gangguan mental tertentu.
Efek lain  mungkin mengalami beberapa kekakuan otot karena obat yang diberikan selama perawatan mengendurkan otot-otot. Merasa mual karena anestesi atau karena tidak makan atau minum dalam waktu lama.
Setelah ECT bagi pasien beristirahat selama 24 jam ke depan dan memiliki seseorang bersamanya selama waktu ini.
Teknik ECT yang lebih baik dan pedoman yang jelas untuk penggunaan ECT telah mengurangi risiko dan tingkat keparahan efek samping kehilangan memori.
Jadi keluarga pasien tidak perlu takut untuk menerima keadaan tersebut jika dianjurkan dokter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H