Mohon tunggu...
YUDI M RAMID
YUDI M RAMID Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Dari pekerja medis ke Asuransi dan BUMN....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kereta Api Seribu Kenangan

30 September 2022   08:42 Diperbarui: 30 September 2022   09:41 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas penumpang di Stasiun Pariaman, 2019.Masih Belum berubah | sumber Ahsanuz Zikri/Wikipedia.org

Bagi anak sekolah seperti saya, kereta api Padang ke Pariaman adalah salah satu pavorit saya. 

Sebelum tahun tujuh puluhan, kereta api dari Pariaman ke Lb
Alung lebih dahulu dari bus.
Bukan karena cepat, tapi naik Bus ke Padang jalan memutar lebih jauh ke Sicincin. Melalui jalan ke Pauh Kambar yang lebih dekat tidak bisa karena ada sungai besar yang belum ada jembatan 

Banyak penumpang ke Padang naik kereta api ke Lubuk Alung lalu nyambung dengan Bus yang lewat dari Pariaman atau Bukittinggi lebih banyak agar lebih cepat. 

Kereta Api Sumatra Barat| Foto sumber budiharto.net.
Kereta Api Sumatra Barat| Foto sumber budiharto.net.
Meski agak lambat lebih nyaman naik kereta api.  Bisa bawa sepeda dan dan sering (diakali) gratis naik kereta api. (kenakalan remaja.)

Caranya ketika kondektur memeriksa dari ujung, belum sampai keujung lain kereta sudah berhenti di stasiun singgahan.

Turun dari kereta api masuk ke gerbong penumpang yang sudah diperiksa. Cara yang kurang terpuji pada hal tiketnya relatif murah. 

 Tiket kereta api  dari kertas tebal yang dibolongi oleh kondektur dengan alat tanda sudah diperiksa. 

Terkadang juga diketahui, cukup bayar seharga karcis tanpa bukti ke kondektur. 

Biasa kondektur rajin tengok penumpang baru. Tapi tidak semua diperiksa kalau sudah dua kali.
Saya  pura pura sudah diperiksa dan naik turun kereta api dengan sigap.

Baju siap siap saja kotor karena bara halus  terbang dari asap uap kereta api batubara.

Waktu kecil sekali saya juga tinggal di stasiun besar Padang Panjang. Ini adalah persimpangan jalan kereta api ke Padang, Solok atau Bukittinggi. Stasiun  cukup besar saya kira. 

Waktu sore sering diajak kakak Kakak saya yang abg suka merokok diatas gerbong yang kosong. 

Saking sukanya merokok, sampai dewasa menjadi perokok berat. 

Saya tidak pernah mengadu kepada orang tua karena tidak pernah ditanya.

Meski perokok berat ,umurnya juga sampai 75 tahun dan tiga tahun terakhir harus berobat ke dokter jantung akibat rokok. 

Dokter sampai keberatan memberi pengobatan dan kakak berjanji tidak lagi merokok.  Janji yang tidak pernah ditepatinya  karena suka rokok. Setiap kali akan berobat kedokter jantung kakak saya menggosok gigi dan berpura-pura tidak merokok. Itu keterangan dari keluarganya.

Saya juga pernah menyaksikan kereta api dari Naras ke Pariaman anjlok di sebuah kelokan akan masuk Setasiun Pariaman. Ketika itu saya latihan Pramuka.

Tidak ada korban karena lokomotif tidak sampai terguling tapi ditahan plang sinyal masuk. Kuat juga tiangnya menahan kereta anjlok.

Kereta penumpang lain masih tetap di rel , penumpang berhamburan turun. Sejak itu rute Pariaman Naras stop karena tidak aman pada jalan menikung. 

Paling asyik kalau naik kereta api dari Padang ke Bukittinggi atau Sawah Lunto.

Kereta api berjalan dengan lokomotif didepan.
Di Kayutanam kereta api diputar karena jalan kereta api mendaki.

Kereta api didorong untuk mendaki melewati jalur bergerigi. Masuk terowongan ( lubang kalam) ada sensasi tersendiri. Semua gelap tak ada lampu. Ada dua terowongan yang ditembus. 

Begitu juga ke Sawah Lunto lewat danau Singkarak . Orang tua saya seorang guru kepala sekolah membawa saya kadang kadang ke tempat mengajar.  Ayah mengajar di di Batu Tebal ( dekat Danau Singkarak)

Saya suka melihat lokomotif yang besar itu mengeluarkan asap putih dI dekat rodanya. Asap hitam dicerobong.

Kadang kadang mengisi air dan lansir di jalan kereta api. 

Kini tidak ada lagi kereta uap yang lamban dan berat. 

Adanya cuma kereta diesel dan KRL yang cepat. Tapi namanya tetap kereta api ( KAI)

Kini saya sudah  di Jakarta lebih dari 25 tahun. Seribu kenangan kereta api tetap tidak dilupakan. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun