Mohon tunggu...
YUDI M RAMID
YUDI M RAMID Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Dari pekerja medis ke Asuransi dan BUMN....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Chairil Anwar,"Aku Mau Bebas dari Ida ."

3 Agustus 2022   08:30 Diperbarui: 9 Agustus 2022   21:43 2046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 "Aku Mau Bebas dari Ida...penggalan puisi untuk Ida Nasution : sumber pikiranrakyat.com

Chairil dan Balai Pustaka

Balai Pustaka adalah sebuah penerbit yang didirikan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1905

Balai Pustaka disebut juga Kantor Bacaan Rakyat, lembaga p Aenerbitan yang didirikan oleh Belanda agar penulis atau penerbit tidak menerbitkan karya secara liar .

Ditahun menjelang kemerdekaan Sastrawan di Balai Pustaka tersebut adalah H B Jassin, Marah Rusli, Merari Siregar, Amir Hamzah, Armijn Pane, Asrul Sani, M Kasim, Nur Sutan Iskandar dan sebagainya.
Sastrawan era Balai Pustaka disebut juga Pujangga Baru.

Pada masa penjajahan Jepang yaitu tahun 1942 Balai Pustaka disebut  Gunseikanbu Kokumin Tosyokyoku yang artinya juga sama "Biro Pustaka Rakyat, Pemerintah Militer Jepang"

Penulis seperti,  M. Yamin, Agus Salim, Sutomo, Mariah Ulfah Santoso, Amir Syarifuddin, Mangunsarkoro, Margonohadikumo, Sumanang, dan Bahder Johan  mengangkat nilai sastra Indonesia.
 
Di Balai Pustaka dibicarakan juga tentang kemunculan Chairil Anwar dalam dunia perpuisian. Ada diskusi dan perbincangan peminat sastra juga berlangsung disini.

Menurut Chairil Anwar, menulis sebuah sajak tidak dapat dilakukan dalam sekali jadi. Pemilihan diksi harus melalui tahap pencarian yang mendalam. Setiap kata dipertimbangkan, dipilih, dihapus, dan dibuang jika perlu. Kemudian, kata-kata itu dihimpun kembali untuk menghasilkan warna baru.

Chairil Anwar di Balai Pustaka memiliki  jalan cukup berliku. Tidak semua sajaknya dapat diterbitkan dengan mudah di Balai Pustaka.

 Sutan Takdir Alisjahbana bahkan pernah menolak penerbitan sajak Chairil di Balai Pustaka .

Tapi Sutan Takdir Alisjahbana mengakui   jika sajak-sajak Chairil Anwar sebagai menarik.

Chairil Anwar juga pernah mendapatkan tuduhan plagiat atas beberapa buku.
Namun akhirnya puisi Chairil Anwar mendapat tempat di Balai Pustaka.

Senja di Pelabuhan Kecil adalah sajaknya yang dibuat untuk seorang wanita bernama Sri Ayati.

Chairil  bekerja sebagai penyiar radio Jepang di Jakarta bersama juga dengan Sri Ayati.

Senja di Pelabuhan Kecil
Buat Sri Ayati

Ini kali
tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita

tiang serta temali.
Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Tiada lagi.
Aku sendiri.
Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.

(Chairil Anwar)

 Ada beberapa nama wanita, seperti Ida Nasution, Gadis Rasid, Sumirat, Karinah Moordjono, Dien Tamaela, yang juga disebut mereka yang dicintai Chairil  Anwar.

Ida Nasution kelahiran tahun 2024 dari Tapanuli Selatan  penulis esai
Angkatan pertama UI (Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte, Universiteit van Indonesie).  

 Puisi Untuk Ida

"Ajakan"

Ida
Menembus sudah caya
Udara tebal kabut

Kaca hitam lumut
Pecah pencar sekarang
Di ruang lengang lapang
Mari ria lagi
Tujuh belas tahun kembali

Bersepeda sama gandengan
Kita jalani ini jalan
Ria bahgia
Tak acuh apa-apa

(Chairil Anwar)

"Merdeka"

Aku mau bebas dari segala
Merdeka
Juga dari Ida
Pernah

Aku percaya pada sumpah dan cinta
Menjadi sumsum dan darah
Seharian kukunyah-kumamah
Sedang meradang
Segala kurenggut

Tapi kini
Hidupku terlalu tenang
Selama tidak antara badai
Kalah menang
 
Ah! Jiwa yang menggapai-gapai
Mengapa kalau beranjak dari sini
Kucoba dalam mati

(Chairil Anwar)

 "Hampa"
(kepada Sri)

Sepi di luar. 

Sepi menekan-mendesak.
Lurus kaku pohonan.
Tak bergerak

Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. 

Menanti.

 Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda

(Chairil Anwar)

"Cerita Buat Dien Tamaela"

Beta Pattiradjawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu.
 
Beta Pattiradjawane
Kikisan laut
Berdarah laut.
 
Beta Pattiradjawane
Ketika lahir dibawakan
Datu dayung sampan.

Beta Pattiradjawane, menjaga hutan pala.
Beta api di pantai. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama.
Dalam sunyi malam ganggang menari
Menurut beta punya tifa,
Pohon pala, badan perawan jadi
Hidup sampai pagi tiba.

Mari menari!

( Chairil Anwar)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun