Diterimanya tuntutan ahliwaris Sultan Sulu berarti juga ada bukti yang kuat bagi ahliwaris, salah satu negeri  bagian Malaysia.Â
Apa yang terjadi sejak tahun 1878, dan asal mula Sultan Jamal Al Alam Sultan Sulu dan hubungannya dengan Inggris, buktinya dilihat dari kejadian berikut.Â
Sultan menandatangani kesepakatan untuk menyewakan wilayahnya kepada Baron de Overbeck dan Alfred Dent dari British North Borneo Company.
Bagian dari perjanjian itu adalah pembayaran tahunan  kepada ahli waris Sultan – yang harus dilakukan oleh Overbeck dan Dent, serta ahli waris mereka masing-masing meneruskan.
Ahli waris sebelumnya  Jamalul Kiram II, meninggal pada tahun 1936 tanpa ahli waris. Belum ada seorang pun yang berhak menerima pembayaran tahunan yang secara hukum masih perlu dibagikan.Â
Tahun 1939, Ketua Pengadilan Tinggi Borneo Utara Charles F. Macaskie menunjuk  ahli waris sebagai penerima. (Jamalul Kiram III.)
Dengan penunjukan tersebut pembayaran dapat dilanjutkan.
Sabah memperoleh kemerdekaan dari Inggris dan setelah itu  Malaysia terbentuk pada tahun 1963
Malaysia secara resmi mengambil alih perjanjian pembayaran untuk membayar ahli waris .
Malaysia melanjutkan pembayaran setiap tahun hingga konflik Lahad Datu pada tahun 2013.Â
Dia menunjuk saudaranya dan Raja Muda Agbimuddin Kiram, untuk memimpin kelompok penyerangan merebut Sabah.
Beberapa bulan kemudian pada tanggal 11 Februari 2013, adik Suktan Sulu Agbimuddin Kiram  dengan 101 pengikut tiba di desa Tanduo, yang di Distrik Lahad Datu, Sabah .
Malaysia merespon serangan  tersebut dengan memblokade jalan dari Lahad Datu melalui perkebunan kelapa sawit ke desa terpencil Tanduo. Kelompok bersenjata dikepung dari segala arah dan konflik berdarah terjadi.Â
Filipina juga mengerahkan enam kapal angkatan laut ke laut Sulu dan Tawi Tawi untuk membantu menstabilkan situasi.
Sebuah kapal angkatan laut Filipina tambahan dikirim lagi ke perairan Malaysia di lepas pantai Lahad Datu untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Namun tidak terjadi pertempuran antara militer kedua negara.
Jumlah korban tewas mencapai 68 orang yaitu 56 dari Sulu kelompok Sulu, sembilan pihak  Malaysia, dan empat warga sipil.
Pertumpahan darah  ini membuat penghentian pembayaran kepada Kesultanan Sulu sebagai balasan atas penyerbuan tersebut.
Filipina mempertahankan klaim teritorial yang tidak aktif ke Sabah timur, Â melalui warisan Kesultanan Sulu .
Malaysia,  dengan tegas menolak setiap klaim teritorial Filipina ke Sabah dan bersikukuh dengan menafsirkan perjanjian 1878 sebagai penyerahan.
Malaysia mengatakan, penduduk Sabah telah menggunakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri  memilih untuk bergabung dengan federasi Malaysia pada tahun 1963.Â
Hal ini juga dibuktikan berdasarkanProtokol Madrid tahun 1885 ketika Kesultanan Sulu tidak memiliki hak lagi waktu  Spanyol melepaskan semua klaim mereka atas Sabah dan Serawak memberikan kepada Inggris .Â
Namun, sebelumnya setiap tahun, Kedutaan Besar Malaysia di Filipina masih mengeluarkan cek sejumlah 5.300 ringgit (US$1710 atau sekitar 77.000 peso Filipina ) kepada penasihat hukum ahli waris Sultan Sulu sesuai dengan persyaratan tahun 1878.Â
Malaysia menganggap jumlah itu sebagai pembayaran penyerahan tahunan untuk negara yang disengketakan, sementara keturunan sultan menganggapnya sebagai "sewa."Â
Pada tanggal 26 Februari 2013, Presiden Aquino mengimbau Kiram untuk memanggil kembali para pengikutnya.
Dalam konferensi pers yang diadakan di Istana Malacañang, Aquino mengatakan bahwa semakin lama pengikut Kiram tinggal di Sabah,  tidak hanya membahayakan nyawa mereka sendiri, tetapi juga ribuan orang Filipina yang tinggal dan bekerja di sana.Â
Aquino juga mengingatkan bahwa sebagai warga negara Filipina, ia terikat oleh Konstitusi Filipina dan undang-undangnya.Â
Kiram tetap menentang, meskipun ada peringatan. Dia dan pengikutnya terus berjuang .
Kini  melalui arbitarase internasional mengabulkan tuntutan ahli waris Sultan Sulu.Â
Apa yang terjadi berikutnya, masih belum ada jawaban. Mungkin Filipina enggan berkonflik .
Jika dia menang apakah Sultan Sulu bisa jadi Sultan ke 10 di Sabah atau Serawak  karena negeri itu tanpa Sultan dan Raja.
Sama dengan Malaka dan Penang, negeri tanpa Raja dan Sultan.
Sebelumnya tahun 2014 ada yang mengaku ahli waris Sultan Malaka.Â
Namun ini ditolak oleh Malaysia, karena Sultan Malaka yang terakhir telah wafat dan makamnya di Kampar Riau.
Jadi ahli warisnya yang tidak diketahui ada di Riau atau Kampar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H