Lain ladang, lain belalang. Rumput tetangga lebih hijau dari rumah sendiri. Â itulah yang dilihat sebagian orang Indonesia pada Malaysia yang pendapatan perkapita memang lebih besar dari Indonesia.Â
Namun dibalik itu, Malaysia juga punya masalah. Dari terancam resesi sampai masalah dalam negeri. Indonesia masih beruntung  surplus karena Sawit dan batu bara serta komoditas lain. Indonesia juga tidak lagi mengimpor beras karena sudah bisa mengatasi produksi pertanian dalam negeri.
Melihat negara tetangga, ada beberapa hal menarik yang saya catat dalam beberapa tulisan yang terkait dalam artikel.
Pertama  adalah dikabulkannya tuntutan Sultan Sulu atas sengketa Sabah miliknya yang disewa sebesar Rp14,9 miliar dolar AS atau Rp 220 triliun.Â
(Lihat artikel terkait )
"Klaim Sultan Sulu, Malaysia Harus Bayar" https://www.kompasiana.com/yudiramid0862/62d2d2ba6e7f0147c0634542/klaim-sulu?
Kedua adalah ancaman Johor yang mau keluar dari Tanah Persekutuan Malaysia. ( lihat artikel terkait)
"Johor Ancam Tinggalkan Malaysia"
Johor merasa dianak tirikan dengan kesenjangan pembangunan  dan mengancam akan keluar dari persekutuan.
Begitu Johor dan Petronas di Semenanjung Malaysia, lain lagi yang terjadi di Serawak.
Pada bulan Desember 2021 lalu setelah melewati Parlemen dan Senat, Konstitusi Federal diamandemen "menyatakan Sabah dan Serawak sebagai mitra yang sejajar"  dengan negeri negeri di Semenanjung Malaysia.
Sabah dan Serawak Sebelum bergabung, negeri ini rentan mencari negara lain untuk bergabung.
Mereka disebut sebut dulunya ingin gabung Indonesia ditahun 1960 an.
Akhirnya Sabah dan Sarawak bersama-sama dengan Singapura serta negeri lain (melayu ) dan Inggris menandatangani  perjanjian internasional yang terdaftar di bawah PBB untuk bergabung dengan Federasi Malaysia .
Brunei memilih jadi negara berdaulat dengan pemerintahan sendiri dan menolak bergabung.
Serawak dan Sabah adalah lumbung uang bagi Kuala Lumpur atau Putra Jaya karena
memiliki sumber daya alam besar yaitu minyak.
Lebih dari 60 persen minyak produksi Malaysia  berasal dari Sabah dan Sarawak.
Meskipun mereka adalah salah satu produsen minyak terbesar, Â namun kehidupan negeri itu bak langit dan bumi dengan Brunei Darusalam.
Serawak sampai saat ini adalah negeri bagian termiskin di Malaysia.
Petronas sebagai pemilik dan pengelola tunggal  atas minyak Malaysia di Sabah dan Sarawak.
Namun ironisnya  negeri itu hanya menerima 5% royalti minyak.
Petronas dilaporkan membayar 'dividen khusus' sebesar RM30 miliar kepada pemerintah Federal (Putra Jaya) tapi  mengalokasikan dana hanya sekitar RM5 miliar dan RM4,3 miliar untuk Sabah dan Sarawak.
Menurut anggota parlemen Bandar Kuching, Dr Kelvin Yii Lee Wuen, jumlah dana pembangunan milik negeri itu  sehatusnya adalah RM 54.7 miliar.
Selain itu, kondisi sekolah  di Sabah dan Sarawak  lebih dari 54 persen dinilai bobrok.
Berbeda dengan negara bagian di Semenanjung Malaysia, negeri  Sabah dan Sarawak  menentukan agama dan bahasa resminya sendiri.
Islam adalah agama resmi Malaysia  tapi Sabah  Sarawak belum memiliki agama resmi. Sabah dan Sarawak  bahasa resminya juga bukan hanya bahasa Melayu.Â
Bahasa Inggris  digunakan  di Pengadilan Tinggi dan kantor.Â
Bahasa asli (pribumi/dayak) digunakan di Pengadilan Pribumi. Penduduk Sabah dan Serawak selain melayu, bugis, ethnis China kebanyakan penduduknya adalah suku Dayak Iban, Kenyah, dan Punan.
Sabah pernah dituntut oleh Philipina sewaktu presiden Marcos namun sejak dijabat Presden Aquino tidak lagi disebut sebut.
Tapi Philipina belum menarik tuntutan atas Sabah.
Kini ahli waris sultan Sulu memenangkan gugatan di pengadilan arbitrase Perancis.
Bagaimana perkembangan negeri ini kedepan menarik untuk diperhatikan.Â
Mudah mudahan tidak berakibat buruk, dan pemerintah Malaysia dapat  menyelesaikannya.
Semoga..!!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI