Mohon tunggu...
YUDI M RAMID
YUDI M RAMID Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Dari pekerja medis ke Asuransi dan BUMN....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Novel: Ben dan Kisah Besarnya (2)

9 Juni 2022   08:41 Diperbarui: 9 Juni 2022   08:50 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ben dan masa kecilnya. Foto: posterazzy.com

"Ben dan Kisah Besarnya"Klik untuk baca .

sebelumny(1)https://www.kompasiana.com/yudiramid0862/62a0b6b7bb44860f3d104c02/ben-dan-kisah-besarnya

(Ben Franklkn adalah kisah besar tentang Amerika.lehidupan cintanya Penemu,  Jenderal perang, kaya dan tokoh politik. Kontroversi dengan putranya di militer Inggris yang tak ingin kemerdekaan Amerika.
Pengabdiannya untuk Amerika membuat negara.ini mengenangnya sebagai pendiri Amerika dan terdapat dihampir setiap uang Amerika. 
Semi novel Biografi Benyamin Franklin diolah dari dokumen Sejarah Amerika.)

Masa Kecil Ben (2)

Kota ini hanya terdiri dari beberapa jalan berdebu dan tidak beraspal. Rumah mereka  dibangun dengan beberapa lantai.Satu lantai dan lantai kedua serta ada ruangan penjemuran dilantai terbuka paling atas.

Bahkan pada saat Ben lahir, ia dinamai menurut salah satu saudara laki-laki ayahnya, dengan persalinan yang sulit dari ibunya Abia.

Melelahkan sekali pekerjaan ayah.
Dengan bantuan salah satu putra tertuanya', William Franklin bekerja.

William anak tertua paling keras bekerjanya.
Ayahnya tanpa kenal lelah, dari pagi hingga malam.

Keluarga tersebut tidak memiliki sarana untuk mempekerjakan seorang karyawan.

Dan Jos Franklin sang ayah menjalankan rumah tangganya yang sederhana sendirian, namun agak kerepotan.

Bahkan dengan kebutuhan yang paling sederhana, memberi makan keluarga besar adalah tugas yang sangat sulit. itu yang harus dikerjakan.

Kehidupan keluarga itu sederhana dan primitif, seperti kota  itu sendiri. ketika ayahnya Jos  Franklin, yang beremigrasi dari Inggris, mendarat di kota itu hanya berpenduduk lima ribu jiwa. Setelah itu berkembang dengan lambat.

Ben dan masa kecilnya. Foto: posterazzy.com
Ben dan masa kecilnya. Foto: posterazzy.com

( Ben Franklin terkenal eksperimen listriknya, Penemu tungku besi  penangkal petir, bifokal, dan odometer kereta, antara lain tidak pernah mematenkan  orang lain dapat membangun idenya.)


Kota Boston terjepit oleh jurang kecil, dibatasi di satu sisi  pantai Teluk Massachusetts yang nyaman, di sisi lain - hutan lebat tak berujung dengan pepohonan raksasa berusia ratusan tahun. Di malam hari, beberapa penduduk Boston dibangunkan oleh raungan hewan liar yang mendekati dipinggiran kota.


"Bison, kita berburu bison saja kalau sudah besar." Peter berbicara dengan Ben.
"Badan kamu kerempeng, tak bisa jadi pemburu." ejek Louis.

"Kalau sudah besar, badannya gede, bahkan bisa jadi petinju dipertunjukkan malam. " nyeletuk Ben.
"Benar Ben," jawab Peter senang.
"Aku ingin jadi petinju di pertunjukkan dan dapat banyak uang karena aku berani."
Louis memonyongkan bibirnya.
"Aku tidak percaya," katanya mencibir.


Tak jarang kalau tidur malam ribut, bercakap cakap tidak henti.  Ibunya Abia harus berteriak agar mereka semua diam serta tidak berisik.
Mereka sangat takut kepada ibu. Tak segan segan Abia mengambil tali pinggang dan memukul mereka.  Ayah tidak selalu membela.  Lebih banyak memenangkan ibu.

Pada malam hari  orang orang Boston dikejutkan oleh api unggun orang Indian yang sering muncul di dekat kota.

Orang Indian tidak menganggu. Namun kehidupan mereka menarik hati. Ben.

Mereka bersaudara sering bertemu dan berteman dengan mereka orang Indian.
"Mereka penduduk asli disini, kita cuma pendatang dari Inggris."
"Tapi kita yang meramaikan, kalau tidak cuma hutan. Mereka tidak punya rumah seperti kita."
"Apa ada sesuatu yang menarik dari mereka?" Tanya Louis.
"Bahasanya aneh, saya sulit mengerti," kata Ben.
"Kita juga aneh bagi mereka," sahut Louis pula.
"Dengar suara mereka " Ben menirukan teriakan orang Indian.


"Owe, owe, prantamtam.."
"Sudah, jangan berisik," bentak William anak paling besar.
Semuanya mengkerut dan tidur. William hanya sekali sekali bicara. Suaranya berat dan lantang. Mereka segan kepada kakak besarnya itu.

"Ayo  tidur." Peter tidak meneruskan obrolan ketika Ben berbisik sesuatu.

Rumah dua lantai keluarga Jos Franklin yang tinggi dan sempit,  terletak di salah satu jalan utama Boston,  adalah rumah khas penjajah kelas menengah.

Kesederhanaan puritan dan asketisme tercermin dalam segala hal. Tidak ada dekorasi, baik di luar maupun di dalam rumah kayu.

Seluruh lantai bawah ditempati oleh satu ruangan besar, yang berfungsi sebagai dapur, ruang makan, dan ruang tamu. Di lantai dua ada kamar tidur, di lantai mezzanine ada gudang. Rumah itu hanya memiliki kebutuhan pokok - meja dan bangku yang terbuat dari kayu yang tidak dicat, beberapa tempat tidur, laci, dan rak.

Anak-anak Jos Franklin tumbuh di pangkuan alam, tanpa banyak disentuh pendidikan.
Ayah selalu sibuk dengan pabrik sabun dan bengkel  yang terletak di di halaman rumah.
Sang ibu, dibebani dengan keluarga besar dan banyak pekerjaan rumah tangga, sulit sekali mengasuh anak-anak.

Dari usia tujuh sampai delapan tahun, anak perempuan menjadi pembantu ibu. Mereka menjaga anak-anak, memberikan semua kemungkinan bantuan dalam pekerjaan rumah tangga.


Anak laki-laki, setelah menguasai dasar-dasar keaksaraan, pergi magang ke beberapa pengrajin, memperoleh keahlian khusus dan meringankan beban biaya keluarga besar. 

Semua orang di rumah - ibu, ayah, anak-anak - mengenakan pakaian paling sederhana dan paling kasar, dan sejak usia dini terbiasa makan secukupnya, untuk menghemat dalam segala hal.

Dibebani dengan banyak kekhawatiran, tidak pernah memiliki banyak waktu luang dan juga uang.
Jos Franklin ayahnya masih selalu menemukan waktu untuk bertemu dan berkorespondensi dengan keluarga dan teman.

Bersambung ( 3)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun