Mohon tunggu...
YUDI M RAMID
YUDI M RAMID Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Dari pekerja medis ke Asuransi dan BUMN....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

BPJS Urusan Publik, Siapa Belum Siap?

15 Maret 2022   09:40 Diperbarui: 15 Maret 2022   09:49 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah masalah JHT  dianggap selesai,  Presiden Joko Widodo menerbitkan instruksi  Nomor 1 Tahun 2022 yang diteken pada 6 Januari 2022.

Ada  30 kementerian dan lembaga yang harus ikut  menyukseskan program BPJS Kesehatan dengan mewajibkan mrmerlihatkan kepesertaan BPJS untuk  urusan publik.

Siapkah ke 30 kementerian itu melaksanakan Inpres tersebut.

Diatas kertas, tentu saja siap bahkan ada yang mungkin dengan terburu buru sudah segera melaksanakan.

Untuk memaksa sekitar 14 persen masyarakat yang belum masuk BPJS.

Menurut data, kepesertaan BPJS sudah 86 persen yang disebut sebagai prestasi yang "membanggakan"

Tentu saja karena pemerintah telah  membayarkan
 88.700.481 sebagai peserta BPJS atau yang disebut PBI atau lebih sepertiga peserta bpjs.

Jadi ada 14 persen yang belum masuk bpjs kesehatan

Mereka yang belum masuk itu kalau kita golongkan ada dua.

1. Peserta yang belum mampu masuk bpjs dengan berbagai alasan.  Bisa jadi masalah ekonomi, merasa belum membutuhkan (ada kebutuhan yang lebih perlu dari bpjs) atau belum memerlukan saat ini.

2. Peserta yang tidak  masuk BPJS karena mereka mampu untuk membayar fasilitas kesehatan yang lebih baik dari bpjs.

Mereka bayar sendiri
kalau sakit, atau ikut asuransi swasta meski Iuran cukup besar bisa jadi dijamin perusahaan besar dan bumn yang menjamin karyawannya lebih baik dari bpjs.

Keduanya ini yang mungkin jadi sasaran bpjs untuk segera masuk.


Golongan ini meski mampu, seharusnya masuk untuk azas atau prinsip "gotong royong" membantu yang mampu kepada yang tidak mampu, menolong yang sakit bagi yang tidak sakit.

Terlepas dari Kepatuhan masuk BPJS, saya kira golongan kedua ini perlu untuk menjadi perhatian.

Apakah ada fasilitas bagi yang mampu, tidak mau direpotkan dengan "tetek bengek" administrasi dan prosedur di BPJS Kesehatan?

Kalau sakit tinggal datang ke dokter atau fasilitas kesehatan yang ditunjuk dengan menunjukan kartu bukti kepesertaan atau asuransi.

Ada Asuransi dan perusahaan besar dan bumn yang tidak perlu rujukan untuk berobat di dokter spesialis dirumah sakit "beken" dimana fasilitas bpjs tidak
diterima. 

( saya termasuk sudah dijamin perusahaan yang lebih baik dari bpjs)

Penyakit THT, Mata,  Anak Anak dan Kebidanan contohnya, tidak memerlukan rujukan sementara di bpjs harus melalui PPK TK.I atau rujukan berjenjang.

Menurut saya, pemerintah atau bpjs  kesehatan perlu memikirkan golongan kedua ini untuk diberikan kemudahan agar mereka tertarik untuk ikut bpjs kesehatan.

Apa tidak mungkin ada fasilitas dimana bagi mereka tidak perlu administrasi yang menurut mereka merepotkan, diberikan fasilitas khusus.

Kepesertaan khusus ini bisa jadi bisa langsung ke rumah sakit mana saja yang mereka sukai, BPJS kesehatan hanya membayar biaya dokter saja, sementara biaya lain seperti obat obat dan sebagainya mereka yang tanggung baik melalui  kemampuan mereka, asuransi atau perusahaan dimana mereka bekerja.

Bukan rahasia lagi, banyak fasilitas kesehatan bpjs mengabaikan "pelayanan" dimana obat obat dan tindakan yang sebenarnya perlu dilakukan tapi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya terutama dirumah sakit swasta yang bekerjasama dengan bpjs.

Obat yang seharusnya diberikan untuk satu bulan cuma dapat untuk seminggu dan datang lagi kalau "mau" berobat untuk mendapatkannya.

Atau berobat yang dibatasi, tidak bisa pada hari itu dalam fasilitas yang berbeda, konsul ke dokter lain tidak boleh pada hari yang sama.

Terakhir Ombudsman RI konon meminta pemerintah tak buru-buru menetapkan BPJS Kesehatan sebagai prasyarat dalam pelayanan publik.

 Ombudsman memandang masih banyak aturan turunan instruksi presiden (inpres) yang belum dibuat.
"Jadi  kementerian dan lembaga  tidak buru-buru memperlakukan itu sebagai prasyarat," kata anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng di YouTube Ombudsman RI, Jumat (11/3/2022).

"Menteri Dalam Negeri, Menteri Sosial, Menteri Kesehatan membereskan puluhan instruksi presiden yang ada di dalam inpres ," tambahnya.

Nah lho, kata Ombudsman tidak
usah buru buru dulu. Bereskan dulu masalah diatas. Salam.

Artikel Terkait,

https://www.kompasiana.com/yudiramid0862/621744dd31794968c1547982/menyelamatkan-bpjs-menyelamatkan-kehidupan

https://www.kompasiana.com/yudiramid0862/6227059bbb44861822265e63/dari-tht-ke-jht-jalan-panjang-untuk-pekerja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun