"Tabunganmu berapa?"
"Sudah punya aset apa saja?"
Pertanyaan ini ditujukan seperti tusukan belati pada siapa yang dianggap sudah cukup dekat dengan dirinya dan memiliki latar belakang pendidikan yang tak jauh berbeda dengan dirinya juga.
Tujuan dari pertanyaan ini adalah untuk membandingkan financial goals mereka dengan dirinya, saat mereka menjawab melebih dari apa yang dia miliki, maka akan muncul perasaaan tersaingi yang membuat dirinya harus melebihi tingkat keuangan yang dimiliki orang tersebut.
Berikut adalah cuplikan dari versi financial goals dari salah seorang rekan saya, menurutnya financial goals adalah tentang menjadi yang paling kaya diantara yang lainnya. Namun apa benar demikian?
Tulisan singkat ini akan coba membahasnya.
Bukan untuk Menjadi Paling.
Merasa menjadi "si paling" akan membuat orang jadi jumawa dan memandang remeh orang yang ada di sekitarnya, sifat sombong ini bukanlah sifat manusia, bukankah sombong itu adalah sifat iblis, yang lantas membuat iblis diusir dari surga.
Dalam menjalani kehidupan, boleh saja kita merasa "lebih" entah lebih baik atau lebih buruk, namun merasa jadi yang paling, adalah salah satu tipu daya yang menghanyutkan, dan tentu saja menjadi merasa jadi si paling financial goals.
"Financial Goals adalah untuk menjadi bahagia"
"kebahagiaan itu kemudian diturunkan dengan berbagai benda dan tujuan"
"misal memiliki rumah yang nyaman untuk ditinggali"
"bisa bepergian ke tempat tempat yang indah"
Berikut adalah kutipan mengenai apa arti dari Financial Goals menurut seorang Ligwina Hartanto. Salah satu content creator yang sering membahas mengenai finansial dalam podcastnya bersama Adjie Santoso.
Jika tujuannya menjadi yang paling, maka ini akan menjadi tujuan yang tiada habisnya. Saat bertemu orang yang level finansialnya lebih tinggi, maka dia akan berusaha mencapainya, lantas saat sudah mencapainya, akan bertemu lagi dengan yang finansialnya lebih tinggi, dan terus menerus begitu.
Menderita Demi Financial Goals.
Demi bisa punya tabungan yang banyak, lantas memangkas pengeluaran secara signifikan, biaya makan sehari hanya cukup untuk satu kali makan saja.
Tabungan berhasil terkumpul, tapi asupan gizi dan nutrisi tak bisa terpenuhi, lalu malah jadi penyakit, bukannya manjadi bahagia malah jadi sengsara.
Memang memangkas pengeluaran adalah hal yang perlu dilakukan jika memang punya financials goals, namun juga harus realistis dan bijak, untuk memilih mana mana saja yang pengeluaran yang tidak perlu namun tidak juga malah bikin penyakit.
Dalam berbagai kasus, malah karena sudah melakukan penghematan yang luar biasa, rasa sayang terhadap uang akan malah jadi berlipat-lipat, hingga pada akhirnya, uang yang seharusnya akan dikeluarkan untuk membeli sesuatu yang sudah diidamkan, malah kemudian diurungkan dan dijaga supaya tetap berada di dalam genggaman. Kehidupan super ngirit kemudian terus berlanjut hingga menjadi budaya dan kemudian malah menimbulkan banyak penyakit.
Berbahagia di Setiap Waktu.
Jangan meletakan kebahagiaan terlalu tinggi!
Letakanlah kebahagiaan pada hal sederhana yang memang bisa dilakukan dalam keseharian, bisa makan setiap hari itu bahagia, bisa makan mie ayam di warung dekat rumah itu bahagia, membeli kopi susu di coffe shop itu juga bahagia.
Memang ada kondisi lain yang juga bisa membuat kita jadi lebih bahagia, seperti makan di restoran mahal, namun kondisi itu jika dilakukan terus menerus malah membuat jadi tidak merasa bahagia seperti sebelumnya.
Bijak atur keuangan dan harus selalu bahagia!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI