Mohon tunggu...
Yudi Rahardjo
Yudi Rahardjo Mohon Tunggu... Sales - Engineer, Marketer and Story Teller

Movie Enthusiast KOMIK 2020 | Menulis seputar Worklife, Movie and Hobby

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Gaya Hidup Karyawan, Apakah Tanggung Jawab Perusahaan?

12 September 2023   20:41 Diperbarui: 13 September 2023   13:23 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Source Pexels.com 

Put, kamu jangan boros ya?

Terdengar sebagai suatu perkataan biasa, namun jika perkataan ini disampaikan oleh seorang CEO pada karyawannya tentu akan menjadi suatu hal yang berbeda.

Sebut saja Putro, adalah karyawan baru, di perusahaan "J", sebuah perusahaan makanan yang ada di Bandung. Putro merantau dari Kuningan ke Bandung, untuk mencari rezeki yang lebih baik, karena dia harus menafkahi adik-adiknya yang sudah yatim.

Pendidikan terakhir Putro hanya sampai sekolah menengah pertama saja, jika memang melalui jalur seleksi normal maka seharusnya Putro tidak bisa diterima kerja di perusahaan J, namun karena Putro kenal baik dengan salah satu manajer di perusahaan J, dan memang Putro sudah terbukti jika dia adalah orang yang jujur dan giat bekerja, maka Putro diterima sebagai karyawan di perusahaan J tersebut.

Bermula dari Insta Story.

Selayaknya "Gen Z" yang lainnya, Putro adalah orang yang suka memamerkan kegiatannya melalui social media yang dia miliki, baru sebulan kerja, Putro sudah memamerkan kehidupan hedon dengan "ngopi cantik" di salah satu kafe mahal di Bandung.

Ilustrasi | source : pexels.com 
Ilustrasi | source : pexels.com 

Putro adalah "social media savy" jadi dia merasa harus berkoneksi dengan semua rekan kerja di perusahaan J, termasuk pimpinan tertinggi dari perusahaan J yaitu Pak Wira, Pak Wira ini adalah generasi milenial yang punya pikir layaknya generasi baby boomer yang overthinking dengan banyak hal dan memberikan reaksi yang lebay pada kejadian-kejadian sepele.

Karena saling berkoneksi dengan Putro di social media, maka Pak Wira juga mengetahui jika Putro habis kongkow di sebuah kafe mahal, dari sinilah kemudian Pak Wira memanggil Putro untuk menyampaikan beberapa hal.

Ilustrasi Pak Wira | source : pexels.com 
Ilustrasi Pak Wira | source : pexels.com 

Meski jarak usia mereka tidak sampai dua puluh tahun, karena posisi dan penampilan Putro dan Pak Wira yang sangat berbeda jauh, Putro merasa segan dan sangat hormat pada Pak Wira.

"Kamu harus hemat, Put"

"Jangan boros!"

"Saya tidak ingin gaji kamu cepat habis dan kamu malah minta tambahan gaji ke kantor"

Upaya Preventif yang Berlebihan

Sebagai seorang pimpinan perusahaan memang menjadi tanggung jawab Pak Wira untuk menjaga arus keluar keuangan dana perusahaan, jika memang ada hal yang tidak begitu penting, maka lebih baik pengeluaran untuk hal yang tidak penting itu dibatalkan saja.

Tapi apa yang dilakukan dari CEO ini, sudah terlalu jauh. Karena kekhawatirannya sudah terlalu berlebihan, teguran ini malah jadi membuat Putro tersinggung, Putro kemudian bertanya-tanya sejak kapan gaya hidupnya menjadi tanggung jawab perusahaan?

Ilustrasi | source : pexels.com 
Ilustrasi | source : pexels.com 

Dalam hati Putro, dia sebenarnya ingin spill perasaan hatinya sambil meliuk-liukan badannya mengikuti irama lagu yang sedang trending, dengan banyak tulisan yang ada di bagian atas kepalannya, namun karena dia merasa segan pada Pak Wira, dia mencoba menahan itu, dan dia cuma membuat status di WA dengan emoticon cemberut dengan tambahan kata-kata "Huffttt".

Bijak dalam Bersosial Media

Gaya hidup karyawan bukan tanggung jawab perusahaan.

Selama dia bekerja dengan baik, tidak merugikan karyawan lain, atau orang-orang lain yang bisa mempengaruhi citra perusahaan, serta harus memenuhi dari ekspektasi perusahaan tentunya.

Kejadian di atas tentu tidak akan terjadi jika Putro lebih bijak dalam bersosial media, alangkah lebih baiknnya jika Putro menjaga hubungan profesionalismenya dengan Pak Wira, dengan tidak mengikuti social media Pak Wira, karena akan susah untuk mencegah Putro untuk tidak mempublikasikan kegiatannya, pilihan untuk tidak menjaga profesionalisme dengan Pak Wira adalah suatu keputusan yang lebih bijak.

Karena persepsi orang bisa berbeda-beda, hal yang menurut kita biasa saja, bisa saja dianggap serius oleh orang lain.

Ilustrasi | source : pexels.com 
Ilustrasi | source : pexels.com 

Oh iya, ada satu plot twist yang terjadi. Sebenarnya Putro ditraktir oleh salah satu kerabatnya yang datang dari Jakarta dan sudah lama tak bertemu, namun karena kerabatnya itu tidak suka tampil di social media, Putro hanya memperlihatkan seolah dia sendirian yang berada disana.

P.S : kejadian diatas benar terjadi, Putro dan Pak Wira bukanlah nama sebenarnya, semoga bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua. 

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun