Melanjutkan hype mengenai film "Rurouni Kenshin: The Finals" penulis akan coba membahas alasan mengapa film ini bisa disebut sebagai live action terbaik.
Eh, tapi sebelum itu, penulis berterima kasih pada Kompasiana karena menjadkani ulasan review mengenai "Rurouni Kenshin : The Final" menjadi artikel utama, terima kasih kompasiana :)
Sedari awal pemilihan Takeru Satoh untuk memerankan karakter Kenshin Himura, penulis juga sudah menduga jika film ini akan sukses, karena Takeru Satoh adalah aktor berbakat yang sangat representati untuk karakter Kenshin, karaker utama yang biasanya konyol tapi jika dihadapkan pada hal mengenai pertarungan seketika dia menjadi seorang yang sangat serius.
Satoh yang sebelumnya sudah menunjukan kemampuan memerankan berbagai karakter dalam seri "Kamen Rider Den-O" (2007) sebagai Ryotaro Nogami, sosok pemuda lugu yang mendadak berubah kepribadian saat "kerasukan" para Imagin, memang sudah menunjukan kemampuannya untuk memerankan berbagai kepribadian dalam satu kesempatan.
Alasan film live action ini bisa dianggap menjadi seri terbaik, bukan hanya karena Takeru Satoh semata, setidaknya ada 4 poin lain yang juga ikut mendukung kesuksesan seri film adaptasi dari manga karya Nobuhiro Watsuki tersebut, berikut adalah 4 fakta tersebut
Warna Pakaian yang Tidak Mencolok
Seri anime dan manga umumnya memilih warna pakaian dan rambut yang mencolok, tentu karena jika visualnya tidak dibuat dengan warna mencolok, maka akan terkesan monoton dan tidak memiliki daya tarik khusus.
Dalam seri anime dan manganya, warna rambut Kenshin terlihat merah menyala dan baju yang berwarna yang tak kalah mencolok, terlihat bagus memang saat di anime, menunjukan jika kenshin ini adalah karakter utama, namun terlihat aneh saat divisualisasikan dalam seri live action.
Warna rambut kenshin dalam seri live action ini terlihat lebih natural, namun dalam beberapa momen warna merah menyala layaknya di anime dan manga mash bisa kita temukan, begitupun pakaian angg dikenakan oleh Kenshin dan karakter lainnya, warnannya dibuat lebih natural dan pantas untuk dikenakan orang di masa tersebut, sehingga tidak ada kesanseperti berpakaian ala cosplayer.
Adegan Pertarungan yang Tidak Berlebihan.
Pertarungan dalam anime dan manga sering dibuat tidak masuk akal, seperti bagaimana pedang Makotto Sishio bisa mengeluarkan api sampai menimbukan kebakaran hebat, lalu jurus syaraf menggila milik Enishi yang bahkan sampai membuatnya tuli, namun memberikan kekuatan super yang bahkan bisa membuat Enishi mampu membelah lautan.
Untuk sebuah cerita yang diangkat dari kisah nyata seperti Rurouni Kenshin (FYI inpisrasi dari sosok Kenshin memang ada di dunia nyata), adegan ini memang terbilang lebay, tapi dalam dunia manga dan anime, jika perttarungan hanya melibatkan pertarungan pedang saja, maka tidak banyak yang akan tertarik mengikuti kisah pendekar pedang dengan codet silang ini.
Pilihan tepat dilakukan oleh tim produksi film ini, beberapa adegan pertarungan yang lebay itu dihilangkan dan diganti dengan pertarungan pedang yang lebih realistis, salah satu gimmick yang mungkin juga dilakukan untuk mengundang hype penonton adalah dengan membocorkan behind the scene Takeru Satoh ketika berlatih untuk memerankan Kenshin, dalam video tersebut, terlihat jika Satoh sangat piawai memainkan pedang layaknya seorang samurai.
Cerita yang Lebih Ringkas
Live action Rurouni Kenshin lebih fokus pada garis besar cerita manga, dan mengabaikan hal detail yang ada pada manga, terlebih fokus pada seri live action ini adalah kesinambungan dengan seri live action sebelumnya.
Tentu jika semua detail kecil yang ada pada anime atau manga ditampilkan, maka seri live actionya bisa memiliki durasi yang sangat panjang, seperti yang sebelumnya penulis bahas dalam ulasan Rurouni Kenshin: The Final jika dalam versi manga butuh waktu lama untuk Kenshin untuk bisa memaafkan dirinya di masa lalu dan sanggup menghadapi Enishi.
Perjalanan Kenshin memaafkan dirinya ini bahkan sampai membuat menjadi kenshin depresi, hingga hilang ingatan seperti di sinetron, dalam upaya pencarian jati dirinya tersebut, Kenshin bahkan sampai berada di kampung orang-orang terbuang, disana pula Kenshin bertemu ayah dari Enishi.
Jika merujuk pada versi manga, nantinya Enishi akan melarikan diri dari penjara, mengunjungi makam kakaknya kemudian berada di kampung orang-orang terbuang seperti Kenshin dan berjumpa dengan ayahnya, namun karena Enishi sudah berpisah dengan ayahnya sedari masih kecil, dia tidak mengenali ayahnya sendiri.
Karena cerita dalam film tidak sama dengan manga, maka tidak perlu repot-repot diperkenalkan siapa itu ayah Enishi dan bagaimana dia bisa berjumpa kembali dengan anaknya, kalau hal tersebut diangkat mungkin butuh durasi yang sangat panjang.
Pemilihan Soundtrack yang Tepat
Poin terakhir adalah poin yang paling poin paling objektif dari penulis, karena penulis sudah sejak lama menyukai band One Ok Rock, band asal Jepang ini memang sudah tidak diragukan lagi karya-karyanya.
Band yang sudah go international dengan banyakna lagu yang dibuat full dengan lirik berbahasa inggris ini sudah didaulat untuk menjadi band pengisi soundtrack film Rurouni Kenshin dari tahun 2014 silam, penempatan lagu dalam adegan yang ada dalam film sangat tepat, sehingga membuat film live action ini menjadi terasa lebih nyata. Liriknya yang menggunakan bahasa inggris juga mudah diresapi oleh para penonton yang berasal dari mancanegara.
Penutup.
Semoga setelah seri Rurouni Kenshin, akan bermunculan juga film-film live action yang tak kalah menarik, film yang bisa menyenangkan para penggemar lamanya dan juga cukup nyaman dinikmati oleh para penggemar baru.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H