Dua orang musisi sekaligus influencer yang sesumbar mengenai konspirasi dan menganggap enteng covid-19, harus berurusan dengan pihak berwajib.Â
Drumer dari grup punk rock asal Bali yngberinisial "J", dilaporkan oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Bali, terkait unggahannya di sosial media yang dianggap menghina profesi IDI.
Penyanyi solo berinisial "A" yang dulunya adalah vokalis juga dilaporkan oleh ketua umum Cyber Indonesia, Muanas Alaidid terkait video wawancara yang menghadirkan sosok yang mengklaim telah berhasil menemukan ramuan herbal  untuk obat  covid-19.
Kedua orang ini bukanlah orang sembarangan, mereka adalah tokoh publik yang sudah dikenal banyak orang, apa yang mereka katakan secara langsung di media massa, atau melalui memiliki pengaruh kepada orang banyak, bahasa kerennya mereka ini adalah influencer.
Mereka ini juga bukan sembarang influencer, yang sekedar menjadi selebgram atau youtuber, karena mereka adalah musisi yang karyanya sudah dinikmati banyak orang, mereka juga merupakan sosok selebriti.
Bukan Pakar namun Berkelakar.Â
Sudah berkali-kali kasus influencer menjadi sorotan, terlebih di tengah pandemi saat ini, di mana masyarakat banyak yang termakan hasutan tidak jelas dari para influencer yang tak memiliki kapasitas di bidang medis.
Beberapa waktu lalu saya juga pernah membahas yang memberikan arahan yang salah terkait pembuatan handsanitizer, lebih lanjutnya anda bisa membaca di tulisan yang berjudul "Awas, Jangan Salah Ikut Influencer".
Saya pikir kasus influencer salah arah ini, tidak akan muncul lagi, namun ternyata dugaan saya salah, karena semakin hari malah semakin banyak saja influencer yang menjerumuskan publik dengan teori tak berdasar milik mereka.
Kasus "J" dan "A", adalah yang paling parah karena telah merendahkan profesi dokter dan membawa  berita bohong yang menimbulkan keresahan di masyarakat.
Tindakan kedua tokoh publik ini tak selesai hanya dengan permintaan maaf, karena keduanya sudah dilaporkan kepada polisi, yang bisa membuat mereka ditahan.
Pelaporan yang dilakukan oleh IDI adalah tindakan yang tepat, karena jika dibiarkan, akan makin banyak saja muncul para influencer yang bukan pakar medis namun menyatakan teori teori sepertii seorang pakar medis.
Memang saat ini dengan fasilitas internet, kita bisa mengetahui banyak hal dengan waktu yang singkat, namun bukan berarti setelah mendapatkan banyak informasi kita bisa bertindak selayakanya seorang dokter atau ahli dalam bidang medis.
Seorang dokter, butuh waktu yang lama untuk bisa mendapatkan gelar dokter, tidak dengan bermodal ilmu dari internet semata, oleh karena itu, tindakan para influencer ini adalah bentuk penghinaan terhadap profesi dokter dan pembunuhan untuk kepakaran medis.
Tak Ada Beban Moral.
Tentunya kita berharap jika tidak ada lagi influencer yang berlagak layaknya seorang pakar di bidang medis dan memberikan informasi yang salah, namun perlu diingat jika banyak infuencer rela melakukan segala cara untuk.membuat konten mereka "viral" dan bisa dilihat oleh banyak orang, memberikan informasi salah bukanlah masalah besar, selama mereka diuntungkan.
Tanggung jawab  moral untuk menyebarkan konten yang bisa dipertanggung jawabkan,  untuk para influencer sampai saat ini memang masih kurang, ditambah lagi masih sedikit jumlah orang yang memang layak disebut pakar di bidang medis yang menjadi influencer.
Penutup.
Hal ini adalah permasalahan yang terjadi seiring dengan perkembangan zaman, dengan begitu mudahnya kita dapat mengakses informas, maka akan kita juga akan menemukan banyak informasi yang tak bisa dipertanggung jawabkan dasarnya dan dibawakan oleh orang yang bukan pakar di bidang yang dia bawakan.
Lebih bijak dan kritis dalam mengolah informasi yang kita dapatkan, menjadi pilihan terbaik yang bisa kita lakukan saat ini, jangan sembarangan termakan informasi yang tak jelas sumbernya.
Salam hangat.
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H