Mohon tunggu...
Yudi Rahardjo
Yudi Rahardjo Mohon Tunggu... Sales - Engineer, Marketer and Story Teller

Movie Enthusiast KOMIK 2020 | Menulis seputar Worklife, Movie and Hobby

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tiga Tahun Setelah Majalah Hai Berhenti Terbit, Apa yang Terjadi?

29 Juni 2020   20:39 Diperbarui: 29 Juni 2020   20:32 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sandiaga Uno menjadi model Majalah Hai | source : hai.grid.id

Majalah Hai edisi bulan Juni 2017 adalah edisi cetak terakhir dari majalah Hai.

Mengulas mengenai album donal Bebek yang berhenti terbit di edisi (29/6) di artikel saya sebelumnya, membuat saya membuka ingatan mengenai majalah Hai yang  sudah berhenti terbit di edisi juni 2017 lalu.

Majalah Hai adalah majalah mingguan yang diperuntukan untuk remaja pria dan pertama kali terbit tahun 1977, segmentasi "remaja pria", membuat majalah Hai berbeda dengan majalah lainnya, mengingat banyak majalah lebih diperuntukan kepada remaja wanita dan wanita dewasa (emak-emak).

Lupus, karakter fiksi,  remaja pria berambut jambul ciptaan Hilman Hariwijaya adalah karakter yang sangat lekat dengan majalah Hai, karakter yang suka mengunyah permen karet ini, awalnya hanya muncul dalam sebuah cerpen di majalah Hai di tahun 1986, namun karena popularitasnya semakin naik, maka karakter ini mulai diangkat menjadi film dan sinetron.  

 Tak hanya Lupus, banyak karakter lain yang bukan fiksi yang juga ternyata pernah terlibat dalam perjalanan  majalah Hai, sebutlah seperti Yoris Sebastian, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, hingga Fadli Zon.

Yoris Sebastian, sosok pengusaha yang penuh dengan kreatifitas dan penulis buku "Generasi Langgas", dulunya pernah menjadi reporter majalah Hai, Anies Baswedan dan Fadli Zon, di masa SMAnya pernah menyampaikan opininya melalui majalah Hai, sedang Sandiaga Uno, pernah menjadi model untuk sampul majalah Hai di tahun 1989.

Sandiaga Uno menjadi model Majalah Hai | source : hai.grid.id
Sandiaga Uno menjadi model Majalah Hai | source : hai.grid.id

Majalah Hai, ternyata melibatkan banyak tokoh penting dalam perjalanannya, berikut saya akan menceritakan keterlibatan saya dalam perjalanan majalah Hai ini, faktanya saya belum seperti para tokoh diatas, namun saya memiliki cerita tersendiri dengan majalah Hai.

Majalah Hai dan Saya.  

Perkenalan saya dengan majalah Hai dimulai di tahun 2009, saat saya masih kelas 1 SMA, berawal dari tertarik dengan sampulnya yang memiliki desain yang menarik, membuat saya tertarik untuk membacanya.

Saya ingat betul harganya majalah Hai di tahun tersebut adalah 15ribu rupiah, setelah membeli majalh tersebut dan membacanya, ternyata majalah Hai, literasi yang sangat tepat untuk saya di masa tersebut.

Mulailah saya kerap membeli majalah Hai, di kios Koran  yang ada di dekat SMA saya, hari senin yang merupakan hari terbitnya majalah Hai, menjadi hari yang paling ditunggu, majalah Hai menjadi bagian dari masa SMA saya dan menjadi sahabat karib saya.

Meskipun sudah bukan siswa SMA dan sudah berkuliah di Jogja, saya masih membeli majalah Hai secara rutin, karena merasa informasi dan pembahasan yang ada di majalah tersebut masih relevan dengan saya. Namun sayang di tahun 2017, saya tak bisa lagi membeli majalah Hai, karena majalah tersebut sudah berhenti terbit.

majalah Hai edisi terakhir | Dok. Pribadi 
majalah Hai edisi terakhir | Dok. Pribadi 

Tiga tahun lalu saya mengira, keputusan berhenti terbitnya adalah keputusan yang mengecewakan, masih banyak orang yang menyukai majalah Hai kenapa harus berhenti terbit ?

Saat sedikit riset untuk membuat tulisan ini, saya menemukan tulisan dari kompasianer bernama Abi Hasantoso, beliau adalah reporter dari Majalah Hai, dari tulisan beliau (baca di SINI) saya bisa mengetahui ternyata keputusan memberhentikan terbitnya majalah Hai bagi pihak redaksi juga merupakan keputusan yang berat, namun apa mau dikata, kondisi zaman sudah berubah.

Berhenti Terbit Keputusan Tepat.

Tak disangka,tiga tahun sudah berlalu, saat ini saya baru menyadari jika keputusan majalah Hai untuk berhenti terbit ternyata adalah sebuah keputusan yang tepat.

Kondisi zaman memang sudah berubah, tak bisa dipungkiri jika media cetak adalah bagian dari masa lalu yang sudah akan berganti, tidak heran jika banyak media cetak yang "terpaksa" berhenti terbit seperti album donal bebek dan berpindah ke media lain.

Sejatinya meskipun sudah berhenti terbit, majalah Hai tidak benar-benar lenyap dari muka bumi ini, seperti halnya donal bebek yang kisahnya tetap ada di seri animasi Disney, majalah hai juga masih aktif di media online, yaitu di website dan kanal  youtube.

Sampai saat ini media online majalah Hai, yaitu Hai.grid.id, sudah berjuang cukup baik, ada banyak konten menarik yang dihadirkan dalam media digital tersebut, segmentasi remaja pria juga masih cukup dipertahankan.

Tapi perasaan rindu akan majalah Hai yang bisa dimiliki secara fisik memang tak bisa terobati hanya dengan mengakses media digital tersebut, sayangnya koleksi majalah Hai yang sudah saya kumpulkan selama 7 tahun sudah raib.

Ternyata bapak saya sudah menjual kumpulan majalah Hai yang saya taruh digudang rumah saya, beliau menjual kumpulan majalah Hai tersebut ke tukang loak, beliau mengira jika tumpukan majalah Hai itu adalah majalah Bobo dan buku anak-anak yang sudah tidak saya baca lagi.

Saya sadar jika media cetak memiliki kelemahan yaitu menyita ruang fisik jika sudah tak dibaca lagi, tidak seperti media digital yang tidak menyita ruang  fisik saat selesai dibaca.

Penutup.                                                                                                                         

Media cetak adalah bagian dari sejarah,

Di masa kini dan masa mendatang, media cetak sudah tidak relevan dengan kondisi zaman yang sudah serba digital, konten-konten mungkin masih akan menarik untuk dibaca dan dinikmati, namun medianya sudah dianggap tidak efisien lagi.

Biarlah kenangan akan media cetak seperti majalah Hai, album Donal Bebek lainnya, menajdi sebuah cerita yang akan kita ceritakan kepada generasi  mendatang, saat menceritakannya kembali, mungkin akan ada perasaan nostalgia, namun nostalgia tersebut hanya bisa dikenang dan  tak bisa diulang kembali.

*Selamat ulang tahun ke-55 untuk harian Kompas yang merupakan induk dari majalah Hai, saya harap jika media cetak ini bisa menjadi media cetak bersejarah yang mampu bertahan hingga generasi mendatang, dan semoga tetap memberikan informasi dan inspirasi untuk banyak orang.

Baca Juga : "Jangan Salah Lulusan  Teknik Kimia, Bukan Cuma Bisa Bikin Bom"

dok. kombes
dok. kombes
Referensi :

1,2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun