"KPK menemukan sejumlah permasalahan dalam empat aspek yang ada dalam program kartu pra kerja,oleh karena itu pemerintah perlu melakukan beberapa perbaikan" Ungkap  Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dilansir dari kompas.com, kamis (18/6) lalu.
Program yang sudah dimulai sejak bulan april lalu ini, memang mengundang banyak perhatian, dengan alokasi dana anggaran senilai 20 triliun, program ini tentu begitu "menggoda" banyak pihak.
Alokasi dana yang begitu fantastis ini tidak diimbangi dengan pelayananan yang baik, nyatanya untuk pendaftaran di websitenya saja, susahnya minta ampun, belum untuk verifikasi data yang juga membutuhkan waktu yang lama.
Pengalaman saya mengenai betapa sulitnya mengakses kartu pra kerja bisa anda baca di  tulisan saya yang berjudul " Kartu Pra Kerja, Tidak Memberi Solusi Malah Membuat Keributan"
Korupsi di Program Kartu Pra Kerja. Â
Kembali bicara mengenai dugaan korupsi dalam program ini , memang saat ini KPK belum melakukan tindakan penyelidikan, saat ini KPK masih mengkaji bagian mana yang kiranya ada tindakan korupsi di dalamnya, ada pun aspek yang disorot oleh KPK adalah :
1.Proses Pendaftaran.
Menurut data, jumlah terdampak terdampak pandemi covid-19 ada sebanyak 1,7 juta orang, namun hanya sebagian kecil saja atau hanya sekitar 143 ribu orang saja yang mendaftar program kartu pra kerja. Â
Padahal untuk tiga gelombang yang sudah berjalan ada sebanyak 9,4 juta orang yang telah mendaftar dalam program ini, kebanyakan pendaftar tersebut bukanlah target sasaran yang tepat untuk program ini.
Ada seorang kawan saya bernama Dadang (bukan nama sebenarnya) telah mendaftar kartu pra kerja dan berhasil lolos, padahal dia ini bukanlah pekerja terdampak pandemi covid-19, dia ini adalah seorang pengusaha yang bisnisnya masih berjalan cukup lancar di tengah pandemic ini.
Motivasi Dadang adalah ingin mendapatkan uang dari program kartu pra kerja supaya bisa dia gunakan untuk memodifikasi motornya.
2. Kemitraan dengan Platform Digital.
Kerja sama yang dilakukan dalam program kartu pra kerja ini, menurut KPK tidak dilakukan melalui mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Platform digital penyedia layanan pendidikan dalam kartu pra kerja dinilai memiliki konflik kepentingan dengan lembaga penyedia pelatihan.
" Sebanyak 250 pelatihan dari total 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik lembaga penyedia pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital" kata Alex
Konflik kepentingan terkait kartu pra kerja sebenarnya sudah lama didengungkan, permasalahan ini, bahkan sampai menyeret nama staff khusus "milenial" presiden, Belva Devara.
Memang pada akhirnya Belva memilih untuk hengkang dari istana, tapi start up yang dia dirikan tetap menjadi mitra resmi pemerintah dalam program kartu pra kerja.
Lebih lanjut mengenai pengunduran Belva bisa anda baca di "Â Imbas Covid 19, Belva Hengkang dan Terawan Hilang" Â
3.Materi Pelatihan yang Tidak Kompeten.Â
Menurut KPK, hanya 13 persen saja dari seluruh pelatihan yang memenuhi syarat  baik materi ataupun penyampaian secara daring, kebanyakan materi yang ada dalam program pelatihan kartu pra kerja sudah tersedia di internet dan dapat diakses tanpa membayar.,
" Sejumlah 89 Persen dari pelatihan dalam kartu pra kerja tersedia di internet dan tidak berbayar, jadi banyak pelatihan yang dapat diakses dengan gratis namun harus berbayar dalam program kartu pra kerja" kata Alex.
Permasalahan ini sudah banyak orang membicarakan, memang banyak sekali pelatihan "tidak kompeten" yang sedianya bisa didapat secara gratis contohlah seperti pelatihan menjadi youtuber, pelatihan berjualan online, dan lainnya.
Kita kembali bicara mengenai Dadang, si Dadang yang sudah mendapat alokasi dana kartu pra kerja sebesar 600ribu, memilih pelatihan untuk berjualan online, padahal sebelumnya dia sudah mengetahui cara berjualan secara online, melalui konten serupa yang dia dapat tanpa membayar.
4.Pelaksanaan Program
Di tengah kondisi pandemic seperti saat ini, sangat tidak memungkinkan untuk menjalankan sebuah program pelatihan yang dilakukan dengan bertatap muka langsung seperti halnya kegiatan belajar mengajar di sekolah atau seminar.
Pelatihan program kartu pra kerja hanya dilakukan secara online, itu juga hanya dengan memberikan peserta beberapa video mengenai pelatihan tersebut, setelah peserta selesai menonton semua video tersebut, maka dia akan mendapatkan sertifikat bukti telah selesai melakukan pelatihan.
KPK menilai jika pelaksanaan program tersebut berpotensi fiktif, tidak efektif dan dapat merugikan keuangan negara, terlebih dengan metode pelatihan yang satu arah, maka indicator keberhasilan pelatihan tersebut akan susah untuk diukur.
"Dapat video banyak banget, ada 10-11, terus aku tonton bentar, selanjutnya aku skip-skip aja, eh udah selesai terus dapat sertifikat" ungkap Dadang.
Dugaan KPK ternyata memang benar terjadi, kawan saya Dadang ini melakukan hal yang demikian, dia hanya menonton video tersebut sekilas sekilas saja, lalu mendapatkan sertifikat, Dadang sengaja memilih pelatihan yang nominalnya murah, sehingga dirinya bisa mendapatkan insentif yang lebih untuk dirinya.
Penutup.
Sangat disayangkan program yang sejatinya untuk membantu tenaga kerja terdampak pandemic covid-19 ini malah jadi upaya konflik kepentingan hingga ajang korupsi, bukannya member solusi malah menambah masalah.
Jika memang sudah banyak bukti yang merujuk pada kesalahan program ini, harusnya KPK langsung tegas untuk menghentikan program ini, serta mengusut tutas oknum-oknum yang mencari untung dibalik kartu pra kerja ini.
Baca Juga : "Jangan Salah, Â Lulusan Teknik Kimia Bukan Cuma Bisa Bikin Bom"
Referensi :Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI