Menyambut hari bumi (22/4) kemarin, banyak hal positif yang terjadi pada bumi belakangan ini, meskipun saat ini kita mengahadapi pandemi covid 19, hal positif tersebut adalah angka polusi di kota-kota besar dunia, ambil contoh saja  di Jakarta, angka polusinya semakin turun, langit yang dulunya keruh semakin bersih, hingga kita bisa melihat gunung yang dulunya tak pernah terlihat di kota metropolitan macam Jakarta.Â
 Hal ini dikarenakan semenjak situasi darurat covid 19 diberlakukan, physical distancing diberlakukan dimana-mana, masyarakat menjadi tidak memadati tempat tempat umum yang dapat memicu keramaian  dan lebih memilih berada di dalam rumah.
Bumi Mendapat Ancaman.
Senang memang akhirnya melihat kondisi  bumi yang lebih baik seperti ini,tapi dibalik hal ini,saat ini  bumi mendapat  ancaman yang berbahaya,apakah ancaman tersebut ? apakah ada ancaman dari luar angkasa ? alien dari planet mana yang akan menginvasi bumi ?
Ancaman tersebut bukan berasal dari luar seperti film-film science fiction yang menceritakan invasi alien ke bumi, nyatanya tidak, ancaman ini datang dari bumi sendiri dan masih berkaitan dengan pandemi covid 19. Ancaman itu adalah limbah medis yang selama ini digunakan untuk menangani pasien covid 19.
Limbah medis adalah segala sesuatu hasil buangan dari aktifitas medis dan harus sesegera mungkin diolah karean digolongkan menjadi limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah medis ini macamnya seperti APD (alat perlindungan diri ),sarung tangan, penyeka  dan benda benda lain yang telah digunakan tenaga medis dalam merawat  para pasien yang terinfeksi covid 19.
Dalam proses yang dilakukan dalam industri, diupayakan untuk menimilasir limbah yang ada (zero waste), dan sebisa mungkin limbah tersebut diolah kembali sehingga memiliki nilai kebermanfaatan, jika tidak bisa maka harus dilakukan pengolahan lanjut, sehingga limbah tersebut tidak berbahaya bagi lingkungan.
Membuat limbah medis ini kembali memiliki nilai kebermenfaatkan, bukan pilihan yang tepat, limbah medis ini kemungkinan besar membawa bahaya, limbah ini bisa menginfeksi covid 19 kepada orang lain.Hal yang paling mungkin untuk menangani limbah medis ini adalah dengan mealakukan engolahan lanjutan supaya limbah tersebut tidak berbahaya untuk lingkungan sekitar.
Bagamaimana Penanganannya ?
 Menurut  Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam pengelolaan limbah medis yang tergolong limbah B3 ini, pengelolaannya adalah dengan menggunakan metode termal atau panas, karena mikroorganisme sangan rentan dengan panas, dan virus adalah mikroorganisme yang bersifat pathogen, sehingga metode ini bisa dilakukan.
Teknologi Pengelolaan Limbah Medis.
 Menurut LIPI, dari beberapa teknologi yang digunakan dalam mengelola limbah medis, Indonesia memiliki 2 teknologi yang sesuai undang-undang dan memungkinkan dilakukan di Indonesia.
Pertama adalah autoclave, teknologi ini sering kita jumpai di laboratorium yang berkaitan dengan mikroorganisme, autoclave menggunakan panas dan tekanan yang tinggi untuk mensterilkan alat alat laboratorium yang digunakan.
"Mematikan mikroorganisme dapat dilakukan dengan memanaskannya dalam autoclave, pemanasan dilakukan pada suhu 120-121 derajat celcius  pada tekanan maksimal hingga 3 atmosfer selama 30 menit, tapi kami menemukan ada jurnal yang mengatakan jika dengan memanaskan pada suhu 50 derajat celcius dalam durasi 90 menit saj, sudah efektif menginaktivasi virus corona"
Hal itu diungkapkan oleh Ajeng Arum Sari, Kepala Loka Penelitian Teknologi Bersih di LIPI,AJeng juga menambahkan jika  teknologi autoclave ini dinilai efektif dan tidak menghasilkan emisi,
Teknologi kedua yang dapat digunakan, adalah insinerator, hampir  mirip dengan autoclave, teknologi ini juga melibatkan panas, bedanya tekanan yang digunakan yaitu dalam tekanan normal.Metodeyang digunakan dalam insinerator ini adalah dengan membakar limbah medis di suhu 800 derajat celcius, teknologi ini mampu mengurangi volume limbah medis hingga mencapai 90 %  dari volume awalnya.
Sayangnya insinerator ini memiliki beberapa kekurangan yaitu bisa menghasilkan dioksin atau senyawa yang berbahaya bagi kesehatan, kekurangan lainnya adalah insinerator ini membutuhkan lahan yang luas, dengan potensi mampu menghasilkan dioksin maka pembangunan teknologi insinerator ini kemungkinan besar akan mendapatkan penolakan dari warga.
"Penggunaan teknologi insinerator juga bisa digunakan untuk mengelola limbah medis, asalkan dilengkapi dengan alat pengendalian pencemaran udara, sehingga tidak terbentuk dioksin" ungkap Ajeng .
Kekurangal lainnya adalah saat ini fasilitas insinerator masih belum banyak di Indonesia, berdasarkan data dari 132 rumah sakit yang ditunjuk pemerintah sebagai rujukan covid 19, baru 20 yang memiliki fasilitas insinerator.Â
Kedua teknologi tersebut telah mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan(KLHK) dalam surat edaran No. SE.2/MLHK/PSLB3/P.LB3/3/20 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) tertanggal 24 maret 2020. Â
Melihat dari pertimbangan ke 2 teknologi tersebut, LIPI lebih menyarankan untuk menggunakan teknologi autoclave, tapi autoclave ini tidak bisa digunakan dalam skala besar, penggunaanya hanya dalam skala laboratorium, sementara  tiap hari jumlah limbah medis semakin bertambah.
Lebih Memilih Insinerator.
Menanggapi hal ini, pemerintah lebih memilih untuk menggunakan teknologi insinerator, KLHK akan membangun 5 fasilitas insinerator di tahun 2020 ini, sebagai langkah untuk pengolalaan limbah medis, terlebih limbah medis yang dihasilkan dalam penanganan covid 19.
Kelima fasilitas insinerator ini, direncanakan untuk dibangun di Aceh, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kalimantan  Selatan. Â
"Kami menyadari di seluruh Indonesia, insinerator limbah medis belum begitu banyak sehingga BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) memberikan anggaran lebih kepada  kami untuk membangun insinerator limbah B3 medis di 32  provinsi dalam jangka waktu 5 tahun ini"
Ungkap Rosa Vivien, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3). Hal ini diungkapkan melaui video conference dalam acara diskusi memperingati hari bumi , rabu (22/4) lalu.
Penutup.
Saat ini masyarakat bumi menghadapi sesuatu yang sangat berbahaya, yaitu covid 19, mikroorganisme pembawa covid 19 yang berukuran sangat kecil ini bukan hanya menginfeksi banyak orang di bumi, tapi membawa dampak lain di berbagai bidang, seperti ancaman limbah medis ini.
Untuk memusnahkan covid 19 ini, tidak hanya pemerintah saja yang berperan, tapi seluruh masyarakat dunia harus terlibat untuk memusnahkannya, cara termudah yang dapat kita lakukan adalah  dengan mengikuti anjuran melakukan physical distancing sehingga tidak ada lagi yang tertular covid 19.
Selamat Hari Bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H