Mohon tunggu...
Yudi Rahardjo
Yudi Rahardjo Mohon Tunggu... Sales - Engineer, Marketer and Story Teller

Movie Enthusiast KOMIK 2020 | Menulis seputar Worklife, Movie and Hobby

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Gap Year" Masa Pencarian Jati Diri Calon Mahasiswa

20 Juni 2019   09:59 Diperbarui: 20 Juni 2019   10:04 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source : freepik.com

Gap Year adalah istilah yang ditujukan untuk waktu jeda sebelum memulai kuliah dengan setelah lulus SMA,tapi tidak dalam tahun yang sama, lamanya bisa 1-2 tahun atau bahkan lebih , selama waktu ini para calon mahasiswa bisa banyak melakukan hal, ada yang mengikuti kursus , bekerja part-time, atau bahkan kuliah terlebih dahulu di jurusan di kampus yang lain.

Alasan gap year adalah karena merasa tidak mendapatkan jurusan yang sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki, ada juga ada faktor lain seperti jurusan tertentu yang nantinya tidak sesuai dengan keinginan orang tua, daripada nantinya berkuliah tidak sepenuh hati dan malah jadi "salah jurusan", gap year menjadi solusi yang dipilih. 

Saya pernah mengenal teman yang melakukan gap year, setidaknya saya menemui 2 orang yang melakukan gap year, pada kasus pertama, adalah kawan kuliah saya  di jurusan teknik kimia, kawan saya  sebenarnya ingin kuliah di jurusan teknik pertambangan , karena dia tahu minat dan bakatnya ada disana, tetapi  sayangnya dia tidak lolos untuk masuk di jurusan teknik pertambangan, akhirnya dia memutuskan untuk kuliah dulu satu tahun di jurusan lain yaitu jurusan teknik kimia.

 Selama kuliah di teknik kimia, dia masih memendam keinginan untuk kuliah di teknik pertambangan, dia juga giat belajar untuk bisa masuk teknik pertambangan, sisi negatifnya kuliahnya di teknik kimia jadi terkesan asal-asalan, karena memang minatnya bukan disitu, yang dia lakukan hanya mengisi gap year dengan kuliah di jurusan lain. 

Di tahun berikutnya, dia lolos masuk teknik pertambangan. Akhirnya dia melepas  kuliahnya di teknik kimia, dan berkuliah di jurusan teknik pertambangan, kabar terakhir yang saya dengar , dia sudah lulus lebih dulu dari saya dan mendapat predikat cumlaude.

Lain cerita lagi dengan  kasus kedua ini, kali ini adalah kawan SMA saya, sedari SMA dia ingin menjadi dokter, karena keluarganya adalah keluarga dokter, namun nasib berkata lain,  dia tak lolos seleksi jurusan kedokteran,  karena begitu kerasnya keinginannya untuk masuk kedokteran dan tak mau mesuk ke jurusan lain selain kedokteran,  lantas dia memutuskan untuk mengambil gap year selama setahun, selama setahun tersebut, dia mengikuti bimbingan belajar  untuk belajar lebih giat supaya nantinya bisa masuk ke jurusan kedokteran.

 Aktifitasnya selain ikut bimbingan belajar, dia juga punya aktifitas lain yaitu imembukan  usaha berbasis IT, karena minatna sebenarnya di IT, tapi karena faktor keluarga lah yang membbuatnya merasa menjadi dokter adalah minatnya. 

Selama masa gap year ini, dia merasakan jika apa yang menjadi passionya adalah IT, akhirnya dia membuat keputusan yang berani dan berbeda dibandingkan keluarganya, dia kuliah di jurusan IT. Beberapa tahun berikutnya, usahanya makin berkembang dan dia menjadi karywan di salah satu perusahaan IT yang besar.  

2 kawan saya ini menjalani "gap year" tapi mereka menentukan pilihan yang berbeda, satu tetap pada pendiriabbya, yang satu menemukan passionnya seiring berjalannya waktu, minat dan bakat sesorang itu memang berbeda beda, dan banyak pula yang belum menemukan minat dan bakatnya.

Gap year jika dilihat dari kacamata orang tua pasti akan sangat memberatkan, karena orang tua harus keluar uang lebih banyak, juga akan dinilai merugikan waktu, tapi jika dari sudut pandang si anak ini adalah momen  pendewasaan diri, setelah kehidupan sekolah yang menyita banyak waktu, akhirnya di bisa menentukan mana jalan yang akan dia pilih, dan menjadi profesi seperti apa nantinya di masa depan.

Harusnya dari sini jugalah si anak menentukan pilihan yang bertanggung jawab, dia membicarakan kepada orang tuanya, tentang segala konsekuensi dari pilihannya tersebut, orang tua juga harunya bersikap bijak, bukankah kebahagiaan dan kesuksesan dari anak adalah impian semua orang tua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun