Mohon tunggu...
Yudi Kurniawan
Yudi Kurniawan Mohon Tunggu... Administrasi - Psikolog Klinis, Dosen

Psikolog Klinis | Dosen Fakultas Psikologi Universitas Semarang | Ikatan Psikolog Klinis Indonesia | Contact at kurniawan.yudika@gmail.com | Berkicau di @yudikurniawan27 |

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dari Kertas Menjadi Buku: Proses Panjang Publikasi Sebuah Ilmu

17 Oktober 2012   14:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:44 2836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku dikenal sebagai gudangnya ilmu. Melalui buku, seseorang tak perlu melancong ke Afrika untuk mengetahui bahwa di benua itu terdapat gurun pasir bernama Sahara. Bahkan, seorang Dewi “Dee” Lestari tak harus ke Pantai Ranca Buaya untuk bisa mendeskripsikan lokasi itu secara eksotis dalam novel Perahu Kertas. Saya sendiri setiap bulan berusaha membeli paling tidak satu judul buku baru sebagai referensi bacaan. Kadang, kebiasaan ini dianggap aneh oleh teman-teman semasa mahasiswa dulu. Daripada uang tersebut digunakan untuk membeli buku, mengapa tidak digunakan buat jalan-jalan atau membeli gadget misalnya. Jika saja semua orang mengerti betapa berguna dan candunya meraup ilmu dari sebuah buku, barangkali hutan di bumi ini sudah habis karena kayunya dipakai sebagai bahan baku pembuatan kertas.

[caption id="attachment_211784" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: dokumentasi pribadi"][/caption] Dua hari yang lalu, saya berkesempatan menyaksikan proses cetak buku teks dan buku pengayaan bahan ajar perguruan tinggi di sebuah percetakan yang terletak di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur. Buku teks dan buku ajar zaman sekarang, kekuatan utamanya tidak hanya terletak pada isi saja. Desain, ilustrasi, serta materi tambahan menjadi kekuatan lain yang bisa menjadi penarik minat bagi pembaca. Proses cetak juga menjadi salah satu bagian vital yang menentukan sukses atau tidaknya sebuah buku di pasaran. Bagaimanapun hebatnya materi sebuah buku, jika tidak dicetak, tetap saja isinya menjadi bisu dan tak tersampaikan ke khalayak.

Biasanya, tahap pertama dari sebuah proses cetak dinamakan dengan pra cetak. Desainer grafis atau editor akan menyerahkan data sebuah buku yang sudah dilengkapi dengan ilustrasi dan visualisasi pendukung materi inti buku.

Urutan halaman buku juga telah disusun sedemikian rupa. Mungkin Anda sering menemukan, terutama pada majalah, halaman dua berpasangan dengan halaman delapan belas misalnya. Pola halaman seperti ini sudah ditentukan sejak tahap pra cetak. Sehingga, jika ada satu saja kesalahan perhitungan dalam proses pra cetak, maka seluruh proses yang mengikutinya akan berantakan.

Jika data sudah dipastikan tidak memiliki kesalahan, maka dilanjutkan pada proses cetak di atas sebuah plat. Proses cetak di atas plat bisa dilakukan dengan media seng, media film (seperti film negatif pada cetak foto), atau media kertas kalkir. Biasanya, dalam satu lempengan plat terdapat delapan hingga enam belas lembar halaman buku. Plat ini berfungsi sebagai master pola bagi lembaran-lembaran buku yang akan dicetak.

[caption id="attachment_211785" align="alignright" width="300" caption="Mesin cetak berwarna (sumber gambar: dokumentasi pribadi)"]

1350482295253992288
1350482295253992288
[/caption] Kemudian, master pola halaman tadi akan dimasukkan ke dalam sebuah mesin bernama speedmaster. Mesin ini seperti mesin pencetak berukuran raksasa yang mampu mencetak ribuan lembar kertas dalam waktu singkat. Mesin ini sendiri ada yang khusus untuk cetak hitam putih dan cetak berwarna. Khusus untuk mesin cetak berwarna memiliki empat hingga delapan tangki berisi warna cair seukuran 1,5 x 1 meter. Jadi, silakan Anda bayangkan sendiri seberapa besar ukurannya.

Ribuan lembar kertas hasil cetakan tadi selanjutnya memasuki proses lipat. Proses ini juga dikerjakan oleh mesin lipat otomatis. Satu kembar kertas yang terdiri dari delapan hingga enam belas halaman tadi akan keluar dalam bentuk halaman seukuran majalah. Setelah melalui tahap ini, buku akan dijilid dan dipotong dengan mesin potong agar menjadi rapi.

[caption id="attachment_211787" align="alignleft" width="300" caption="Proses penjilidan buku (Sumber gambar: dokumentasi pribadi)"]

1350482403801363690
1350482403801363690
[/caption] Pada beberapa buku yang menggunakan huruf timbul pada sampulnya, ada sebuah mesin pembuat huruf timbul bernama mesin emboss. Selain itu juga ada proses varnish untuk membuat sampul buku menjadi licin dan mengilap. Buku-buku yang menggunakan sampul berbahan keras (hard cover), proses perekatan sampulnya ada yang masih dilakukan secara manual. Setelah itu, biasanya sampul buku akan dijepit agar lem bisa merekat dengan sempurna.

Semua buku-buku tadi selanjutnya masuk pada tahap sortir. Penyortiran dilakukan pada buku-buku yang mengalami cacat cetak dan cacat halaman. Buku yang masuk kategori demikian akan dipisahkan dan tidak layak jual.

Proses panjang di percetakan akan diakhiri dengan penyampulan dan pengepakan buku. Berikutnya buku-buku tersebut akan dikirimkan ke penerbitan. Melalui penerbit, buku akan disalurkan ke pembaca melalui toko buku atau proses penjualan langsung.

Begitu panjang dan melelahkannya proses yang dilalui sebuah tulisan hingga ia bisa menjadi sebuah buku. Jadi bagi para mahasiswa, semoga tidak lagi mengeluhkan mahalnya harga buku tapi tetap mampu untuk membeli perangkat teknologi terbaru. Meskipun agak susah dilakukan, usahakan tidak seenaknya memperbanyak buku dengan cara menduplikasi dengan mesin fotocopy. Sebuah buku, seperti halnya musik, adalah sebuah karya dan hasil pemikiran seseorang. Jadi, hargailah buku, maka Anda juga menghargai ilmu!

Salam cinta buku!

@yudikurniawan27

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun