Kemenangan Atalanta atas Liverpool di Anfield pada match day ke-4 Liga Champions tadi malam, menyiratkan kebahagiaan bagi para fans medioker.
Sebagai salah satu fans medioker, saya tentunya senang dengan apa yang "dikerjakan" Atalanta, meski bukan fans fanatiknya tapi saya ikut berbahagia. Boleh kan.
Namun, sayangnya saya tidak menonton secara langsung pertandingan tersebut dini hari tadi. Karena bukan di jam yang sehat, pasalnya sangat sulit bagi pekerja kaya saya yang memang sebagai tim bangun pagi dengan makan bubur ayam diaduk.
Meski begitu, di zaman yang sudah canggih ini kita bisa menonton siaran ulang atau highlight pertandingan serta ulasan-ulasan dari para pandit sepakbola.
***
Atalanta datang ke Anfield dengan motivasi yang tinggi, yakni ingin membalas kekalahan 0-5 yang diderita pada pertemuan pertama di kandangnya, Gewis Stadium, Bergamo, Italia.
Sedangkan Liverpool sedang dalam banyak masalah jelang menghadapi Atalanta ini, badai cedera tengah menerpa skuat asuhan Jurgen Klopp ini. Meski, pada laga tersebut sebuah kabar baik menghinggapi yakni Mohamed Salah bisa diturunkan setelah sempat terjangkit Covid-19.
Meski Moh Salah dapat diturunkan, namun Jurgen Klopp tetap was-was dengan skuatnya yang pincang. Alhasil juru taktik asal Jerman ini membuat perubahan dan bereksperimen dengan menampilkan para pemain muda yang disatukan dengan para pemain inti lainnya.
Sebut saja Neco Williams, Konstantinos Tsimikas, Rhys Willam, Curtis Jones dan Divock Origi. Sayangnya, pemain-pemain di atas belum mampu menggantikan peran pemain yang digantikan.
Sementara itu Atalanta datang ke Anfield dengan berbekal motivasi tinggi, sang pelatih Gian Piero Gasperini menekankan bahwa anak asuhnya tak boleh lagi banyak buat kesalahan yang menguntungkan The Reds seperti pada pertemuan pertama lalu.
Dari situasi dan kondisi kedua tim yang berbeda tersebut, akhirnya Liverpool dipecundangi Atalanta dengan skor 0-2 dalam pertandingan yang berjalan seru.
Sepanjang babak pertama, Atalanta kerap mampu mendikte para pemain muda Liverpool di lini belakang dengan melancarkan serangan bergelombang.
Meskipun cukup mendominasi permainan seolah para penyerang Atalanta masih nampak kesulitan menembus kotak penalti Liverpool, bahkan bola kerap terblokir sebelum sampai ke hadapan kiper, The Reds Alisson Becker.
Demikian pula dengan tim tuan rumah yang juga kesulitan untuk bisa menembus garis pertahanan Atalanta. Babak pertama berakhir dengan skor kacamata 0-0.
Pada babak kedua, baik Liverpool maupun Atalanta tetap tak menurunkan tempo permainan. Keduanya masih memperagakan permainan cepat dari kaki ke kaki.
Malapetaka bagi Liverpool pun datang pada menit ke-60, gol pertama dari Atalanta tercipta oleh Josip Ilicic yang kemudian digandakan Robin Gosens empat menit berselang.
Usai kebobolan dua gol ini Liverpool memasukkan lima pergantian pemain, seperti Diogo Jota, Roberto Firmino, Fabinho, dan Andy Robertson. Tapi mereka tidak bisa berbuat lebih, hingga pertandingan usai skor 0-2 bagi kemenangan Atalanta.
Kemenangan Atalanta ini membuat mereka menjadi tim Italia pertama yang menang di Anfield sejak Udinese dalam pertandingan Liga Europa pada Oktober 2012.
***
Nah, ketika Liverpool kalah, ada sebuah pesan yang seharusnya ditangkap dan dipahami oleh para fans medioker. Bahwa tim besar yang penuh bintang dan trofi yang bejibun akan kalah juga dengan kerja keras dan permainan yang memikat seperti Atalanta ini.
Jadi jangan suka minder kalau klub kebanggaan kita itu hanya tim medioker, tak perduli orang lain mau bilang apa. Sepakbola itu hiburan, jadi kalau kita sudah merasa terhibur buat apa juga dipikirkan atau dibawa baper. Enjoy
Tapi kalau secara teknik kala menghadapi Atalanta, Liverpool seperti sedang inkonsisten, tidak percaya diri, membuang peluang (eh ga ada shot on goal malahan mah), larut dengan emosi, dan ada sedikit perasaan meremehkan lawan.
Tapi meskipun begitu saya yakin Liverpool akan bangkit kembali dengan permainannya yang menawan, perjalanan musim ini masih panjang kekalahan dari Atalanta ini akan jadi cambuk The Reds untuk menghadapi laga-laga selanjutnya.
Sepakbola memang tak luput dari ironi roda kehidupan yang selalu berputar. Berbahagialah sebelum bahagia itu hilang. Itulah sisi lain dari kenikmatan tontonan sepakbola. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H