Pasalnya, kepastian akan kelanjutan kompetisi sepakbola baik di kompetisi Eropa maupun Indonesia sendiri masih di ambang tanda tanya mengingat jumlah pasien positif Covid-19 di dunia masih terus bertambah hingga saat ini.
Jika situasi tak kunjung membaik dan belum layak untuk melanjutkan kompetisi, bisa saja otoritas tertinggi sepak bola seperti FIFA, UEFA, AFC ataupun PSSI memperpanjang penangguhan bahkan men-stop kegiatannya. Akibatnya, para pecinta bola juga tidak akan mendapat tontotan favoritnya.
Situasi ini sangat berbahaya bagi psikis kami. Kami terancam depresi seperti, malas, lemas, kurang nafsu makan, kurang energi, dan rendah percaya diri, selama pandemi virus Corona yang menyebabkan kompetisi sepak bola terhenti.
Gejala depresi tersebut mulai saya rasakan, dimana saat harus melakukan isolasi diri bingung mau ngapain, meski ditengah pandemi ini saya masih memiliki tanggungjawab pekerjaan. Hal tersebut malah menimbulkan pengaruhi terhadap pekerjaan yang saya lakukan. Kenapa?
Karena setiap situasi krisis seperti pandemi Covid-19 ini pastinya akan menimbulkan dampak psikologis pada setiap orang. Contohnya, keharusan dirumah aja sambil rebahan dan menscrol HP, kemudian yang kita temukan adalah berita-berita yang berisi tentang pandemi tersebut dengan berbagai informasinya yang menarik, bahkan dibumbui juga saling pro kontra dalam cara penanganannya dan bla...bla...bla... lainnya.
Sebagai orang yang merindukan nonton bola sebagai salah satu hiburan terpenting di dunia, tentu hal ini sangat membuat risih saya. Meski perlu digaris bawahi bahwa saya tak terlalu jago memainkan si kulit bundar ini. Tapi saya merasa sepakbola bukan hanya sekadar menendang dan mengumpan bola. Ada cucuran keringat dan semangat menggebu yang begitu sakral dibalik larian para pemain dan gemuruh suara dari tribun penonton.
Bayangkan posisi kami, kami mendapat dua beban. Beban yang tak terbiasa dari pandemi ini seperti PSBB atau dirumah aja dan beban tidak nonton bola. Beban kami jauh lebih berat daripada beban non-penggila bola sepertinya.
Soalnya kala menonton sepak bola bisa membuat perasaan emosi maupun bahagia bercampur aduk dengan berbalut kebahagiaan dan kegembiraan. Reaksi tersebut hanya dapat  timbul ketika kita menonton sepak bola yang dapat menambah kesehatan otak dan mencegah risiko depresi serta kesepian di usia lanjut.
Dengan kehadiran Corona ini yang entah kapan berakhir telah mendatangkan kerinduan, ya kerinduan terhadap sepak bola. Apalagi kabarnya untuk kompetisi Liga Indonesia sendiri lebih baik tidak dilanjutkan. Apa jadinya, kalau sepak bola tidak bisa dilanjutkan, penggila bola kayak saya mau ngapain ya?
Nonton drakor? atau jadi tukang gebukin maling?
Wahai Corona tolong udahan, udah bosen bener ini persendian selonjoran mulu. Tolong pertimbangkan secara khusus nasib kesejahteraan batin para penggila bola?