Lihat tv. Corona
Lihat twitter. Corona
Lihat instagram. Corona
Lihat facebook. Corona
Social distancing sudah dilakuin, Work from home juga sudah.
Sudah lelah dengan pemberitaan corona dengan berbagai jenisnya. Bukannya saya acuh, tapi malah bikin stress, parno dan kepikiran ya. Tapi mau gimana lagi cuma pengen baca berita atau info yang positif aja. Serangan virus corona ini membuat kita harus tetap di dalam rumah sesuai dengan anjuran pemerintah.
Makin banyaknya jumlah orang yang positif terkena virus corona, membuat pemerintah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat agar menjaga jarak antar satu sama lain dan juga meminta para pemilik perusahaan serta kantor pemerintahan agar memberi instruksi para karyawan untuk bekerja di rumah.
Social Distancing alias jaga jarak yang sedang diberlakukan oleh Pemerintah pusat maupun daerah saat ini sejak 16 Maret lalu serasa membuat aku ingin teriak dan berkata pada, "duh gara-gara korona jadi kacau kieu, ek kamamana hese."
Epidemi virus corona atau bahasa kerennya adalah Covid-19, yang mulai menyebar ke beberapa tempat di Indonesia ini emang sudah harus ditangani dengan serius.
Tanpa mengurangi rasa hormat, terima kasih kepada pemerintah yang telah menghimbau untuk berkegiatan dirumah. Dari urusan kerja , belajar, bahkan sampai dengan urusan ibadah.
Akan tetapi tak semua pekerjaan bisa dilakukan di rumah masing-masing atau istilah kerennya working remote atau working from home, atau apa lahh itu.
Karena di Indonesia sendiri mempunyai prinsip, kalau tidak kerja, tidak makan, terus siapa yang akan kasih makan kalau tidak kerja. Ya sekiranya itulah prinsip orang Indonesia terutama para pekerja lepas dan buruh harian.
Meski 'keukeuh' untuk tetap bekerja, namun hal ini tak mudah juga bagi para pekerja ini untuk tetap berada di luar saat pandemi corona. Berdoa dan percaya akan adanya Tuhan yang mampu melindungi diri inilah jadi pegangan para pekerja.
Presiden Jokowi siapkan pembatasan sosial skala besar
Saat ini pemerintah pusat sedang mempersiapkan pembatasan sosial skala besar, apaan tuh? mengalakan social distancing yang lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif lagi. Hal ini dilakukan karena makin banyaknya orang-orang yang mudik dari daerah zona merah ke kampung halamannya.
Iya itu juga memang baik untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona, namun disisi lain juga kabarnya akan disertai dengan tanggung jawab pemerintah untuk sementara misalnya menjamin kebutuhan sehari-hari rakyat kecil.
Tapi tetap sih ada kekhawatiran tentang putus dari pak Presiden tersebut, kenapa tidak memberlakukan karantina wilayah saja. Atau karena pemerintah tak bisa memenuhi kebutuhan dasar masyarakat jika karantina wilayah diberlakukan.
Berdasarkan UU Pengkarantinaan Nomor 6 Tahun 2018 pasal 52 ayat 1 dan 2 yang berbunyi kira-kira seperti ini:
"Jika karantina wilayah diberlakukan, maka pemerintah pusat yang melibatkan pemerintahan daerah atau pihak terkait, wajib menghidupi sepenuhnya kebutuhan dasar warga. Baik dari pangan sampai urusan kamar mandi."
Nah, karena presiden tidak ngambil keputusan karantina wilayah, bila pembatasan sosial skala besar ini tetap tidak berhasil dan wabah virus corona ini memburuk, Presiden akan mengambil sebuah alternatif pilihan terakhir yakni Darurat Sipil.
Setelah saya baca-baca soal Darurat Sipil ini, ternyata mengerikan sekali kurang lebih artinya adalah meminta Otoritas Besar (pemerintahan) membatasi gerak gerik masyarakat tanpa kewajiban menyediakan pangan. Padahal opsi ini lebih tepatnya di pakai kalau negara dalam ancaman pemberontak dan dipakai oleh militer. Alamak.
Ketentuan soal darurat sipil ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan UU Nomor 74 Tahun 1957 dan Menetapkan Keadaan Bahaya.
Strategi efektif buruh di tengah pandemi Covid-19
Sebagai buruh, saya pun ikut kelimpungan di tengah pandemi ini yang berlangsung di Indonesia dan tidak bisa bekerja sebagaimana biasanya. Bahkan saat ini saya hanya bisa berdiam diri dirumah, untuk bertahan hidup, bergantung pada sisa-sisa uang dalam tabungan dan numpang bersama orang tua.
Saya berharap badai wabah ini segera berakhir, agar kami para buruh bisa beraktivitas seperti biasa tanpa rasa takut dan mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk kelangsungan hidup dan menafkahi keluarga.
Wabah ini belum ada perkiraan kapan akan berakhir. Kebijakan pemerintah simpang siur, bikin pekerja sektor informal ini makin bingung.
Saran saya, mulai berhematlah kalian yang cari nafkah. Rezeki di depan masih belum pasti, kebutuhan harian bisa jadi lebih tinggi. Siapin tabungan buat jaga-jaga.
Kalau yang tabungannya udah menipis, bisa coba cek barang-barang yang sekiranya bisa disulap jadi rupiah.
Kalau sewaktu-waktu butuh, bisa dijual. Karena musim kaya gini semua pasti lagi susah, gak bisa kalo ngandelin minjem duit ke temen atau bank emok. Kurangin konsumsi listrik, air, bbm dan kuota internet. Dikit sih, tapi di saat kaya gini bakal berasa banget.
Kurangin jajan hal yang gak penting. Udah saatnya belajar konsumsi apa yang memang kita butuhin, bukan beli cuma karena ingin.
Makan di rumah!
Selain irit, ini bikin kita gak sering-sering keluar rumah. Mengurangi resiko tersebarnya Covid-19. Solusi lain yang susah adalah, segera cari tambahan penghasilan. Apapun itu, gak ada salahnya mencoba kan.
Semoga kita selalu kuat menghadapi ini semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H