Aparatur Sipil Negara (ASN) kini sudah memiliki undang-undang yang baru untuk mengatur mereka yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023. Undang-undang ASN yang baru ini secara isi lebih ringkas dibandingkan dengan UU ASN sebelumnya yakni UU Nomor 5 Tahun 2014.Â
Pada Undang-Undang ASN yang baru ini isinya ternyata tidak banyak mengatur secara detail tentang ASN seperti UU yang lama, contoh pengaturan komposisi PNS yang terdiri dari jabatan JPT, Administrasi, dan Fungsional tidak mendetail seperti sebelumnya.Â
Kemudian tidak mendetailkan lagi wewenang lembaga-lembaga seperti LAN dan BKN dalam mengelola ASN, bahkan KASN sepertinya tinggal menunggu waktu untuk segera dihilangkan. Bagi CPNS tidak lagi didetailkan bagaimana masa percobaannya, juga tidak terdapat lagi tentang isi sumpah / janji ketika diangkat menjadi PNS.
UU ASN terbaru ini bisa dibilang hanya berisikan kebijakan- kebijakan umum saja karena begitu banyak isi dalam pasal-pasal yang menunggu pengaturan lebih lanjut melalui peraturan pemerintah atau peraturan lainnya sebagai turunan dari undang-undang. Bisa dibilang UU ASN yang baru seperti bahan-bahan dasar saja dengan rencana bentuk tertentu yang perlu diolah lagi lebih lanjut menjadi suatu bentuk tertentu yang lebih pasti.
Salah satu isi dari UU ASN yang baru adalah terkait dengan pegawai non ASN atau honorer yang sebelumnya ramai diberitakan untuk dihapuskan. UU ASN yang baru melarang pegawai non ASN menduduki jabatan ASN, dimana pada saat ini masih sangat banyak pegawai non ASN (Honorer) menduduki jabatan ASN.Â
UU ASN yang baru juga melarang para pemimpin instansi untuk mengangkat pegawai non ASN yang baru, serta pegawai non ASN yang masih ada di pemerintahan sekarang harus sudah diselesaikan persoalan kedudukannya di pemerintahan paling lambat pada Bulan Desember 2024.
Awalnya Pemerintah berkehendak selepas November 2023 seluruh pegawai non ASN (Honorer) dihapuskan dalam artian semua honorer tidak ada lagi yang bekerja di instansi pemerintahan.Â
Namun desakan dari para tenaga honorer pemerintah yang jumlahnya sangat banyak maka kebijakan ini tidak jadi dilaksanakan, dan pemerintah mencoba mencari jalan lain membantu para honorer yang sudah lama bekerja di instansi pemerintah, diantaranya dengan memperbesar peluang menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Formasi PPPK yang disediakan sampai sejauh ini ternyata masih belum bisa memfasilitasi banyak tenaga honorer. Tenaga honorer yang ada di instansi pemerintah masih sangat banyak jumlahnya apalagi bagi mereka yang hanya mempunyai ijazah SMA / sederajat karena pengadaan PPPK selama ini hanya mengakomodir tenaga honorer yang berijazah minimal D-3 dan S-1. Adanya UU ASN yang baru memberikan tambahan waktu bagi pemerintah agar permasalahan tenaga honorer bisa diselesaikan paling lambat bulan Desember 2024.
Salah satu rencana yang kemudian mengemuka untuk mengatasi tenaga honorer adalah Pemerintah akan membuka pengadaan PPPK yang baru terdiri atas PPPK Penuh waktu dan PPPK Paruh waktu. Bagi PPPK Penuh waktu mekanisme bekerjanya akan sama dengan yang sebelumnya, namun untuk PPPK Paruh waktu akan berbeda sehingga perlu lebih dicermati lagi.Â
Pada beberapa kesempatan ada penjelasan yang dikemukakan terkait dengan PPPK Paruh waktu seperti pembayaran bagi PPPK Paruh waktu di bawah pembayaran gaji PPPK penuh waktu tetapi waktu bekerja bagi PPPK Paruh waktu hanya sebagian dari waktu bekerja PPPK Penuh waktu.
Bila diamati dan ditelaah lebih dalam, sepertinya efektfitas bekerja PPPK Paruh waktu bagi tenaga honorer di kota-kota besar lebih tinggi dan tidak banyak masalah.Â
Alasannya adalah setelah sebentar mereka bekerja di kantor pemerintah, mereka bisa melakukan pekerjaan lain seperti misal bekerja sebagai driver online, berjualan online atau pekerjaan lain yang sangat beragam di kota-kota besar.Â
Namun bagi PPPK Paruh waktu di daerah-daerah kecil apalagi daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil tentu sangat berbeda kefektifannya. Misal setelah setengah hari bekerja di kantor, untuk ke kebun atau melaut pasti sudah kesiangan dan tidak efektif lagi bekerja.
Pengawasan terhadap PPPK Paruh waktu juga akan menjadi permasalahan sendiri. Bila di instansi pusat atau daerah besar dan sudah maju mungkin bisa lebih terpantau, tetapi di daerah-daerah yang jauh dari pusat bisa sangat berbeda dan selama ini sudah banyak kejadian.Â
Bisa jadi bagi pegawai yang menjadi PPPK Paruh waktu pekerjaan sebagai PPPK Paruh waktu malah dianggap pekerjaan sambilan sehingga tanggung jawab PPPK Paruh waktu sangat kecil.Â
Apalagi bila pengawasan yang dilakukan sangat lemah, maka bisa jadi sebagian PPPK Paruh waktu sangat jarang hadir di kantor, mereka hanya mengambil uang gaji bulanan saja karena sehari-hari mereka juga tidak terawasi dengan baik dan mereka bebas beraktifitas lain yang menguntungkan mereka di luar kantor.
Bagi para atasan, memiliki PPPK Paruh waktu juga akan merasa tanggung dalam memberikan penugasan karena khawatir tugas tersebut tidak bisa diselesaikan karena waktu bekerja bagi PPPK Paruh waktu tidak banyak.Â
Selain itu dikhawatirkan bahwa PPPK Paruh waktu dalam bekerja kurang cakap atau tidak optimal karena merasa waktunya sedikit dan pendapatan yang mereka lebih kecil dibandingkan PPPK Penuh waktu.Â
Adanya hal tersebut semakin menambah peluang terjadinya pemborosan negara baik pemborosan tenaga kerja maupu pemborosan biaya. Pemerintah harus berpikir ulang untuk mengadakan PPPK Paruh waktu, apakah memang harus diadakan atau tidak. Jangan sampai niat Pemerintah menyelesaikan masalah tenaga honorer malah menimbulkan masalah baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H