Sering kita mendengar ajakan untuk mencintai dan merawat budaya bangsa sendiri, atau bahkan diri kita sendiri yang sering mengajak hal -- hal seperti itu.
Mencintai bangsa, budaya dan produk dalam negeri mencerminkan sikap nasionalisme yang patut untuk dihidupkan dan dikembangkan, apalagi di zaman global seperti sekarang, dimana banyak produk-produk luar negeri baik berupa barang, jasa, bahasa sampai kesenian yang coba dimasukkan ke dalam negeri kita.
Adanya kemajuan teknologi informasi membuat produk-produk luar tersebut sangat mudah menyelusup ke negeri kita. Bila tidak hati-hati maka akan dapat terjadi penjajahan kembali di negeri kita. Penjajahan yang dimaksud bukan panjajahan fisik, tetapi penjajahan atas komunikasi, produk-produk sampai budaya luar menimpa ke dalam negeri.
Kemajuan teknologi memang selain bermanfaat juga bisa menimbulkan dampak negatif, seperti contoh di atas. Adanya kemajuan teknologi menyebabkan batas-batas negara hampir tidak berarti lagi.
Atas dasar inilah semua produk yang berasal dari luar bisa berkeliaran masuk ke dalam negara Indonesia terlebih lagi dipasarkan melalui dunia maya. Jika hal ini tidak diantisipasi dari sekarang maka Indonesia akan benar-benar dijajah.
Sudah sepantasnya semua anak bangsa tidak berdiam diri, perlu saling menopang. Bagi para produsen jika membuat suatu produk maka usahakan memakai bahan baku dari dalam negeri, berdayakan tenaga-tenaga dari dalam negeri, kualitas produk ditingkatkan.
Bagi para konsumen, beli dan pakailah produk dalam negeri jika memang barang tersebut bisa diproduksi di dalam negeri. Bagi para pemasar, bantulah pemasaran produk-produk bangsa sendiri, kurangi pemasaran produk luar negeri. Begitulah kalau memang kita semua mencintai Indonesia.
Jika hal di atas merupakan bayangan tentang produk berupa barang, maka produk seperti kebudayaan di mana Indonesia sangat kaya kebudayaan yang bisa dieksplor dan di jual, maka rawatlah budaya-budaya tersebut.
Tidak usah dikhawatirkan kita kekuarang suasana kebudayaan, namun jangan pula kita meremehkan atau bahkan menghina budaya luar. Tak akan sama nilai-nilai budaya kita dengan bangsa asing. Contoh yang paling dekat adalah dengan kebudayaan dari negeri jiran, yakni Malaysia.Â
Banyak kebudayaan yang dimiliki Indonesia terutama dari suku melayu yang mirip dengan budaya Malaysia. Khusus bahasa maka akan sangat terasa bahwa bahasa Malaysia banyak kemiripan dengan bahasa Indonesia. Namun demikian terkadang di saat-sata tertentu terutama di media sosial dapat kita jumpai contoh yang kurang menghargai budaya Malaysia.
Hal ini karena kalimat dalam bahasa Malaysia diartikan dalam bahasa Indonesia. Seperti "Purnawirawan" dalam bahasa Indonesia dengan artinya Pensiuan Tentara, tetapi di Malaysia disebut "Askar tak Berguna", Memutar dengan Berpusing, "Toilet dengan Bilik Merenung" dan lain sebagainya.
Mungkin banyak yang akhirnya terpancing untuk mentertawakan sekaligus meremehkan kalimat tersebut. Padahal sesungguhnya tidak pantas kita melalukan hal tersebut. Setiap bangsa memiliki cara sendiri dalam berbudaya termasuk berbahasa.
Saling menghormati kepada setiap bangsa akan menjamin kehidupan dunia yang lebih baik dan damai. Menjunjung tinggi nasionalisme tidak mesti merendahkan bangsa lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H