Mohon tunggu...
Yudi Kita
Yudi Kita Mohon Tunggu... Wiraswasta - My life is a journey

Menulis adalah jalan cerita hidup untuk mengabadikan pikiran, pengalaman dan gagasan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Politik Indetitas Vs Politik Keberagaman

21 April 2019   11:33 Diperbarui: 21 April 2019   12:22 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu ini setidaknya telah membuat Ahok tak bisa bergerak, ia semakin tersingkirkan dari dukungan publik, hingga kemudian ia kalah pada putaran kedua dengan perolehan suara 42,04% dan Anies Baswedan 57,96%, padahal di putaran pertama ia masih memimpin perolehan suara yang tidak jauh berbeda dengan putara kedua, yaitu 42,99% dengan 3 kandidat. 

Hingga dilaksanakan putaran kedua, namun suaranya bukan bertambah tapi berkurang. Pasca Pilkada DKI Jakarta urusan Ahok belum selesai, dia harus menerima putusan hakim atas vonis terhadap dirinya selama 2 tahun penjara.

***

Pilpres ditahun 2019, strategi yang pernah dilakukan di Jakarta dicoba terapkan kembali untuk tingkat nasional, Ijtima' Ulama digelar beberapa kali, Prabowo kemudian dipilih sebagai Calon Presiden yang di usung, sebenarnya peserta yang berada dalam Ijtima' Ulama ini memang sudah jauh hari berafiliasi dengan Prabowo dan Partai Politik seperti PKS dan ormas seperti FPI dan HTI. Ijtima' Ulama adalah bagian dari mendeklarasikan bahwa politik indetitas dan strategi Jakarta akan kembali diterapkan dalam Pilpres.

Pentolan FPI Rizieq Shihab mendukung sepenuhnya Calon Presiden Prabowo Subianto, bahkan langkah Prabowo yang tidak sesuai Ijtima' Ulama pun tetap didukung, memang Rizieq Shihab tak punya pilihan lain, dimana dirinya selama ini sangat anti terhadap pemerintahan dibawah Jokowi. Ijtima' Ulama pertama yang memutuskan beberapa nama untuk mendampingi Prabowo. 

nNamun Prabowo tidak mengambil Calon Wakilnya dari keputusan itu, Prabowo memutuskan menggandeng Sandiaga Uno, diluar perkiraan banyak publik, dimana Sandi merupakan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra dan juga baru menjabat sebagai Wakil Gubernur di Jakarta. 

Langkah Prabowo menggandeng Sandiaga Uno bukan tanpa alasan, mungkin salah satu alasannya adalah terkait kebutuhan Pilpres yang harus ditanggung Sandi, yang kemudian ia mengorbankan satu perusahaannya dijual kepada Group Luhut Panjaitan dengan harga berkisar 500 Milyar.

Setelah pasangan Capres dan Cawapres ditetapkan oleh KPU, para calon dan timses terus melakukan gerilya, kampanye-kampanye Prabowo tak jauh dari politik indetitas yang didukung oleh beberapa ormas Ilsam, namun strategi ini mendapat perlawanan secara politik oleh kalangan NU, yang juga tokoh NU Maaruf Amin menjadi Cawapres mendampingi Pertahanan Jokowi. 

Para kalangan NU secara solid mengkampanyekan politik keberagaman, sedangkan ormas besar lainnya seperti Muhammadiyah memilih netral secara kelembagaan, namun kader-kadernya berada dalam posisi penting kedua belah pihak para Capres.

Kabar-kabar fitnah dan hoax mengalir deras dimedia sosial dan massa, akun-akun anonym menjamur bak jamur dimusim hujan, kabar-kabar fitnah dan hoax tak bisa dibendung, hingga akhirnya mempenaruhi masyarakat indonesia, kedua belah pihak sama-sama dilanda kabar fitnah dan hoax, hingga menguras energi publik. 

Akibat dari fenomena ini, tak sedikit orang yang kemudian menjadi korban, tsunami hoax ini telah memberikan gesekan publik semakin lebar, perpecahan ditengah-tengah masyarakat semakin meluas, pertikaian dan saling hina sudah menjadi konsumsi harian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun