Mohon tunggu...
Yudi Hardi Susilo
Yudi Hardi Susilo Mohon Tunggu... Apoteker - Master of Clinical Pharmacy

Pernah belajar tentang obat dan racun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Memori Kalibiru

30 Desember 2016   08:39 Diperbarui: 30 Desember 2016   08:46 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(bagian keempat dari "Sayap Kecil Darimu")

"Woiii tunggu akuuu!"

"Ayoo cepaat Nuun. Pemandangannya indah banget nihh."suara Ardi begitu semangat.

Aku melihat ke atas. Ardi sudah sampai di puncak dan aku tertinggal lumayan jauh di di belakang. Jalan menanjak di Kalibiru ini sudah lama tidak aku datangi, meskipun sudah banyak berubah namun jejak kenangan dulu dengan Ardi sewaktu kecil masih ada.

"Cape aku .."kataku sambil bersandar di pohon. Kulihat Ardi sedang sibuk menatap dengan serius pemandangan di depannya. Danau, bukit dan pepohonan yang diterpa oleh sinar matahari pagi ini terlihat berbeda. Aku tak ingin mengganggunya menikmati indahnya suasana. Entah mengapa aku begitu senang melihatnya seperti ini. Sejak dia pergi ke luar negeri, dia belum pernah kembali ke tempat ini. Kini, dia ada di depanku, seandainya waktu bisa berhenti, ku ingin selamanya dalam suasana seperti ini .

"Nun, kemarilah..."pintanya padaku sambil tetap memandang ke depan jauh.

Aku mendekatinya. Begitu dekat sehingga aroma tubuh Ardi yang kusukai membuatku tidak fokus sesaat.

Tiba-tiba tanganku ditarik dengan pelan. Jari-jari tangan Ardi dengan perlahan menggenggam tanganku dengan erat. Kulihat wajahnya. Begitu gagah dan aku terpesona. Aku tak kuasa menolak sentuhannya. Hangat. Aku seperti bisa merasakan aliran darah Ardi melalui sentuhan telapak tangannya yang lembut. Badanku seperti tertarik oleh magnet yang kuat sehingga dalam sesaat kepalaku sudah bersandar di bahunya. Tak ada pembicaraan apa pun yang muncul dari mulut kami. Aku dan Ardi larut dalam suasana Kalibiru dengan angin semilir yang berhembus di sela-sela pepohonan tinggi dengan daun-daun yang rimbun subur. Aku bisa merasakan tarikan napas pria yang kemudian memelukku dengan erat. Aku menyerah. 

............

"NGUIINGGG ! NGUIINNNNG! NGUIIIIINGGGGG!!" (suara sirine ambulan)

Berisik banget .... Aduhh kepalaku jadi pening. Suara sirine itu membangunkanku. Mimpiku yang indah tak berlanjut. Ingin tidur lagi tapi tak bisa .... huffttt .....

Tumben banyak mobil ambulan pagi-pagi sudah ribut. Aku berjalan gontai karena masih mengantuk, dan mencoba mencari informasi dari mister Tan tentang mobil ambulan yang tidak biasanya pagi ini.

"Ada bom."kata mister Tan.

Bom?? Lagiii?? Tahun lalu di bulan yang sama juga ada ledakan bom di negeri ini. Aku duduk di ruang tamu apartemen dan melihat mister Tan yang dengan serius masih mengikuti berita di televisi.

Breaking News : At least two bomb have exploded in Hua Hin this morning to add to the bombs last night in which one was killed and 19 injured. There are reports of bombings and fires in other provinces as well.

Hua Hin ...? Televisi itu bilang kejadiannya di Hua Hin ...? sepertinya nama itu tidak asing aku dengar .... aduhhh masih ga inget juga dan mataku masih belum sempurna membuka mata kemudian aku pun balik ke kamar .... ingin rasanya melanjutkan mimpi tadi malam huffttt .... Kalibiru oh Kalibiru .

Badanku masih lemah. Semangatku masih belum terkumpul. Siang ini aku ada janji dengan profesorku di kampus. Namanya Mister Kriddakorn Chappuis. Ada yang bilang dia punya hubungan darah dengan Charyl Chappuis pemain sepak bola Thailand yang tampan wajahnya itu. Profesorku juga gak kalah tampan, masih muda umurnya cuma lebih tua 5 tahun dari aku dan single. Konsultasi dengannya 3 hari yang lalu, aku diajak ke makan malam di Central World dengan mobilnya. Profesor Kridda, panggilanku padanya, begitu romantis memilih tempat makan malam. Entah sudah di rencanakan sebelumnya atau belum, aku tidak tahu. Namun, karena rasa lapar waktu itu aku begitu menikmati makanan yang ternyata menjadi makanan kesukaannya juga. 

"Drrrrrtttt!!Drrrrrrtttt!!" suara apa lagi itu.

Rupanya suara getar ponselku yang ada di meja. Siapa sih yang telepon pagi-pagi begini ...

E...e..mak? Emak menelpon? Aduhh hatiku jadi gak enak. Angkat tidak ya .... angkat .... tidak.... aduhh... bingunng.

"Halo mak ..?"akhirnya aku terima telpon dari emak.

"Nuun, gimana kabarmuuu?Emak dengar ditipi ada bom di sana yaa?"Emak bertanya dengan nada khawatir. Rupanya berita bom sudah sampai di tanah air sehingga emak langsung mencemaskan anak perempuannya yang merantau di negeri orang ini.

"Nuni, baik-baik saja mak. Sepertinya tempatnya jauh dari tempat tinggal Nuni. Cuma barusan banyak ambulan yang lewat mak."

"Oh syukurlah Nun.... bagaimana dengan Ardi, Nun?'tanya emak

Jleb. Pertanyaan yang tidak aku harapkan akhirnya kudengar juga.

"Nuunnn... haloo... haloo Nunn?

Emak tidak sabar mendengar kabar Ardi karena aku tak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Ee..masih di rumah sakit mak ..."jawabku sekenanya.

"Lho ... kamu ga nungguin Ardi, Nun?"tanya emak lagi.

"Sudah ada yang nungguin mak .... "jawabku pelan dan tak sanggup aku lanjutkan kata-kata tentang Anin yang setia menunggu ... dan sudah dilamar oleh Ardi.

Sepertinya emak menangkap nada yang berbeda dalam jawabanku yang terakhir, dan sebelum mengakhiri pembicaraan denganku, emak berpesan banyak hal, seperti mengingatkanku tentang kenangan yang dulu pernah aku jalani bersama Ardi, baik itu waktu kecil maupun kenangan sebelum berangkat ke negeri ini. Kenangan yang muncul kembali ... persis seperti dalam mimpi. Emak tidak tahu dan mungkin aku pun sebenarnya tidak tahu keadaan Ardi beberapa bulan terakhir ini. Mungkin kehadiran Anin yang selalu bersamanya, sanggup mengubah perasaan Ardi selama ini. Atau sebenarnya aku yang menjadi penghalang hubungan mereka .... entahlah.

Lupakan sesaat tentang Ardi.... aku mau siap-siap ketemu profesorku. Perhatiannya padaku konon melebihi perhatiannya kepada mahasiswa lainnya. Pagi ini, bahkan sudah ada 5 pesan di LINEku darinya. Dan dia mengajakku dinner lagi malam ini. Kali ini tempat yang agak jauh dari Bangkok, yaitu ... Pattaya! 

(bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun