Beberapa waktu lalu, seorang teman menanyakan tentang kondisi kesehatan ibunya yang terdiagnosa kanker kolon dan beberapa komplikasi lainnya. Dijelaskan lebih lanjut bahwa ibunya sudah dijadwalkan operasi, namun tidak sanggup menghadapinya dan kemudian pulang atas permintaan sendiri sebelum di operasi. Beberapa pertanyaaan yang muncul setelah itu adalah : Bagaimana kondisi kesehatan ibu bila tidak dioperasi? Apakah ada alternatif terapi lainnya? Bagaimana dengan obat herbal? Namun sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu informasi tentang kanker kolon itu sendiri, penyebab, dan standar terapinya.
Menurut World Health Organization pada April 2003 melaporkan terdapat lebih dari 940.000 kasus baru kanker kolorektal dan hampir 500.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia setiap tahunnya. Angka kejadian kanker kolorektal meningkat pada umur 40 tahun dan puncaknya pada umur 60 – 75 tahun. Faktor resikonya meliputi umur, diet tinggi lemak dan kolesterol, inflammatory bowel disease (terutama colitis ulseratif) dan genetik. Kanker kolon lebih sering terjadi pada wanita, sementara kanker rektum lebih sering ditemukan pada pria. Sekitar 5% penderita kanker kolon atau kanker rektum memiliki lebih dari satu kanker kolorektum pada saat yang bersamaan. Di Indonesia, kejadian pada pria sebanding dengan wanita dan lebih banyak pada orang muda, 75% ditemukan di rektosigmoid.
Kolon atau biasa juga disebut dengan usus besar adalah bagian dari saluran cerna yang berfungsi untuk penyerapan air. Usus ini berhubungan dengan rektum di bagian ujungnya yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara dari feses (tinja) yang selanjutnya akan dibuang melalui anus. Secara anatomi, kolon mempunyai panjang lebih kurang 1,5 meter dan terbentang dari ileum terminalis sampai dengan anus. Diameternya lebih kurang 8,5 sentimeter dalam sekum, berkurang menjadi lebih kurang 2,5 sentimeter dalam kolon sigmoideum dan sedikit lebih berdilatasi dalam rektum. Kanker kolon adalah tumor ganas epithelial pada usus besar yang memanjang dari sekum hingga rektum.
Pasien yang menderita kanker kolon umumnya memberikan keluhan gangguan dalam proses defekasi ( buang air besar). Sekitar 50% pasien mengeluh nyeri perut, 35% dengan perubahan pola defekasi, 30% perdarahan samar dan 15% gejala obstruksi usus. Pada pasien dengan gejala-gejala yang dicurigai kanker kolon, diagnosis definitif biasanya ditegakkan dengan endoskopi (fleksibel sigmoidoskopi dan colonoscopy) atau barium enema. Pemeriksaan lain diperlukan untuk pemeriksaan derajat penyakit dan mencari metastase. Ada berbagai pilihan penyaringan tersedia mencakup Fecal occult bleeding (FOBT), fleksibel sigmoidoskopi (FS), sinar-x enema barium, dan kolonoskopi dan fecal immunochemical test (FIT).
Bagaimana dengan terapinya? Apakah harus dengan operasi ? Terapi farmakologi yang dapat diberikan adalah kombinasi dari 5-fluorouracil (5-FU), leucovorin, dan irinotecan (CPT11). Terapi standar untuk kanker kolon yang telah bermetastase adalah CPT11 dengan kombinasi 5-FU/LV dikenal sebagai Saltz Regimen. Kemoterapi Intrahepatic untuk kanker colon dengan metastase ke hepar adalah intraarterial floxuridine (FUDR). Pengobatan utama pada kanker kolorektal adalah pengangkatan bagian usus yang terkena dan sistem getah beningnya (laparoscopic colon resection).
Pengangkatan seluruh rektum dan anus mengharuskan penderita menjalani kolostomi. Meskipun begitu, 30% penderita tidak dapat mentoleransi pembedahan karena kesehatan yang buruk, sehingga beberapa tumor diangkat melalui elektrokoagulasi. Cara ini bisa meringankan gejala dan memperpanjang usia, tapi tidak menyembuhkan tumornya. Pada kebanyakan kasus kanker kolon, bagian usus yang ganas diangkat dengan pembedahan dan bagian yang tersisa disambungkan lagi.
Bagi masyarakat umum, apabila dihadapkan pada pilihan terapi berupa operasi pembedahan umumnya banyak yang berpikir ulang dan bahkan ada yang mengatakan tidak sanggup. Bahkan ada beberapa penderita yang lebih mempercayai ramuan jamu daripada melakukan tindakan operasi pembedahan sesuai dengan tingkat keparahan penyakit kanker kolon ini. Sementara ini, di pasaran juga banyak menawarkan “alternatif penyembuhan kanker kolon tanpa operasi”, kemudian ada juga “pengobatan herbal kanker kolon”, atau “obat alami kanker kolon”,
dan masih banyak lagi. Akhirnya, ketika bayangan ketakutan terhadap pilihan terapi obat, kemoterapi dan pembedahan menghantui, maka banyak masyarakat yang lebih suka menahan diri rasa sakitnya dengan meminum obat herbal yang ada di pasaran. Konon, dari cerita atau testimoni beberapa orang, rasa sakit yang selama ini dideritanya berkurang setelah minum obat herbal tersebut. Namun, tidak sedikit juga penderita yang tetap merasakan sakit setelah lama minum obat herbal tersebut dan akhirnya kembali pada pilihan terapi pembedahan.
Pada tahun 2013 yang lalu, Menkes waktu itu Ibu Nafsiah Mboi, pernah mengatakan bahwa pengobatan nonkonvensional seperti pengobatan alternatif atau herbal tradisional tidak bisa menyembuhkan kanker. Pengobatan nonkonvensional biasanya menggunakan obat-obatan dari bahan tumbuh-tumbuhan yang mengandung antioksidan yang memperkuat ketahanan tubuh. Kemudian karena mengkonsumsi obat-obatan herbal itu, kata Menkes, daya tahan tubuh penderita kanker mengalami peningkatan. Efeknya, gejala-gejala kanker seolah-olah hilang karena daya tahan tubuh meningkat. Padahal, sel-sel kanker yang ada di dalam tubuh masih ada. Ketika penderita berhenti minum obat dari dokter, sel-sel kanker bisa muncul kembali.
Perkembangan terbaru dalam dunia medis untuk pengobatan kanker kolon, salah satunya adalah dengan metode imunoterapi sel. Ahli kanker Rumah Sakit Modern Guangzhou menunjukkan bahwa metode imunoterapi sel didasarkan pada sistem kekebalan tubuh. Caranya dengan mengambil sel kekebalan tubuh pasien, kemudian melewati proses diluar tubuh mengembangbiakkan dan mengekstraksi sel kekebalan tubuh pasien, lalu dimasukkan kembali ke dalam tubuh pasien, meningkatkan kemampuan melawan kanker dan pada akhirnya mencapai tujuan dari pengobatan kanker. Konon metode imunoterapi sel ini, saat ini merupakan terapi yang paling efektif dan aman.
Pilihan terapi kanker kolon tetap menjadi hak pasien untuk mendapatkan terapi terbaik bagi dirinya. Bagi masyarakat pada umumnya penting untuk mengetahui informasi yang tepat mengenai suatu penyakit, penyebab dan standar terapinya. Masyarakat juga perlu untuk bisa membedakan antara terapi yang hanya sekedar meningkatkan daya tahan tubuh dengan terapi yang bersifat menyembuhkan fokus pada sumber penyakitnya.