Mohon tunggu...
Yudi Hamdan Dardiri
Yudi Hamdan Dardiri Mohon Tunggu... Guru - Matematika

SMPN 2 Talaga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Eksplorasi Konsep Kompetensi Sosial Emosional Belajar dari Kasus Ibu Andriana

29 Juli 2021   22:05 Diperbarui: 29 Juli 2021   22:24 1153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Eksplorasi Konsep Jawaban setiap Kasus

Kasus 1 Kompetensi Kesadaran Diri

Kecemasan dan stress karena terlalu bertumpuknya pekerjaan dan tanggung jawab yang harus segera diselesaikan. Saat kita berada dalam kondisi yang menekan, entah karena tuntutan yang terlalu besar atau terlalu banyak, tidak jarang kita merasa stress. Dalam kasus 1 stress yang dialami bu Andriana  diakibatkan karena terlalu banyaknya tanggung jawab serta peran yang yang harus diembannya. 

Kita tahu bahwa peran guru itu tidak mudah dan tidak ringan bagaimana seorang guru harus mengelola konduktifitas pembelajaran di kelas, bersamaan itu secara internal beliau pun dihadapkan dengan tanggung jawab sebagai ibu dari anak-anaknya dan seorang istri yang mengurusi keluargnya, dan sekaligus menjadi panitia acara besar yang diselengarakan di sekolah, kesemuanya itu bukanlah sesuatu yang mudah.

Dalam kasus 1, ibu Andriana harus mampu menerapkan salah satu kompetensi social emosional  yaitu kesadaran diri. Respon yang muncul dari ibu Andriana adalah sebuah bentuk Ekspresi emosi diakibatkan suasana atau konteks yang terjadi saat itu.  Secara psikis kondisi tersebut bentuk refleks yang tidak sadari beliau yang dapat menjadi sebuah ancaman bagi dirinya.  

Oleh karena itu, Ibu Andriana seyogyanya harus mengenali emosi yang dirasakan sehingga mampu mengendalikannya dan tercapainya pemahaman akan kesadaran diri. Maka perlu bagi Ibu Andriana untuk mengimplentasikan mindfulness atau berkesadaran penuh. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengembalikan keadaan semula yang berkesadaran penuh adalah dengan teknik STOP. Teknik yang sudah dipaparan dalam link berikut

Kasus 2 Kompetensi Pengelolaan Diri

Saat seorang guru harus melakukan aktivitas mengajarnya di depan kelas, terkadang terpikirkan juga peran sebagai panitia kegiatan sekolah, belum lagi bahan ajar, administrasi guru/wali kelas yang harus diselesaikan dan banyak lagi tugas yang harus diselesaikan. Semuanya itu harus selesai dan dikerjakan secara serentak bersamaan. Jika dibiarkan akan menyebabkan stress dan mengurangi efisiensi pekerjakan serta berkurangnya hasil yang diharapkan. 

Overloading pekerjaan yang harus diselesaikan atau tanggung jawab yang harus dikerjaan secara bersamaan menyebabkan hilangnya focus terhadap pekerjaan yang sedang dihadapi karena pikiran kita sudah beralih lagi fokusnya terhadap pekerjaan yang lain yang sama harus diselesaikan juga. 

Optimalisasi pekerjaan pun jadi tidak tercapai dan kelelahan yang sangat dirasakan tubuh kita. Tubuh menjadi lelah dan hasil pekerjaan kita cenderung tidak optimal. Seberapa banyaknya pun pekerjaan yang harus kita hadapi dengan berbagai tantangan dan rintangan yang berbeda-beda, sangatlah penting bagi kita untuk memiliki kemampuan dalam mengelola focus.

Tehnik STOP menjadi salah satu solusi cepat untuk menyelesaikan stress yang melanda dan memulihkan kesadaran penuh kita. Tehnik yang sangat simple dan mudah dipraktikkan dengan kondisi apapun oleh siapapun di sekolah ketika ketegangan melanda untuk meredakan. Guru dan murid bisa melakukan tehnik STOP sebagai pereda ketegangan. 

Sepatutnya para pengawas ujian untuk mengingatkan murid/peserta ujian atau murid-murid yang akan mempresentasikan suatu topic di depan kelas, mengikuti lomba pidato dan situasi lainnya yang menyebabkan munculnya rasa tegang untuk beberapa saat mempraktikan tehnik STOP. Tehnik yang digunakan untuk mengembalikan focus dalam mengahadapi tantangan tugas dan tuntutan pekerjaan yang datang bertubi-tubi. Selain tehnik tersebut bisa juga dengan melakukan latihan bergerak dengan berkesadaran penuh.

Kasus 3 Kompetensi Kesadaran Sosial (Empati)

Kondisi Ibu Andriana dalam kasus 3 ini pun hampir sama dengan kasus 1 dan kasus 2. Ibu Andriana berada dalam kondisi stress dengan padatnya jadwal dan tanggung jawab yang harus diselesaikan beliau. Pikiran yang bertumpuk yang belum terselesaikan menyebabkan hanya berpusat pada kondisi sendiri, tidak memperhatikan apa yang terjadi pada orang yang berada di sekitarnya. 

Sehingga tidak munculnya rasa empati terhadap salah satu muridnya yang menjadi atlet. Ibu Andriana berpikir bahwa yang beliau lakukan adalah bentuk objektivitas terhadap  murid atlet tersebut padahal tindakan tersebut merupakan gambaran tindakan yang subjektif. Tindakan yang hanya memperhatikan dari sudut pandangnya sendiri tanpa melihat bagaimana keadaan murid tersebut.

Kompetensi yang ketiga dari kompetensi social emosional yaitu kesadaran social/empati akan muncul jika kita telah mengenal emosi yang terjadi pada diri kita dan mampu mengelola dirinya sendiri. Jika Ibu Andriana sebelumnya telah sadar akan diri sendirinya sehingga mampu mengelola dirinya maka beliau akan mampu mengenal dan memahami apa yang terjadi pada muridnya. 

Tidak menghukumi secara subjektif akan tetapi selalu berempati dengan muridnya. Ibu Andriana sadar terhadap rasa marah yang ada pada diri akibat merasa tak dihargai oleh muridnya atau mungkin sadar denggan bertumpukkan pekerjaan yang harus diselesaikan. 

Ketika kesadaran-kesadaran tersebut mulai muncul mulai beliau belajar untuk merasakan posisi yang dialami oleh murid atlet tersebut. Murid atlet tersebut sama mengalami rasa stress akibat waktu latihan yang begitu full di waktu yang sama ia pun harus menyelesaikan tugas sekolah yang cukup banyak.

Mengatur ritme napas dan menyadari napas yang merupakan bagian dari teknik STOP lagi-lagi menjadi solusi jitu yang ringan dan efektif. Teknik ini membantu Ibu Andriana merilekskan diri sehingga tidak terburu-buru dalam bertindak dan berkata akan tetapi ada proses menimbang dan merasakan terhadap apa yang dilakukan muridnya. Murid atlet tersebut akan lebih merasa dihargai karena apa yang dia rasakan didengarkan oleh Ibu Andriana, sehingga dia akan melakukan latihan atletiknya dan mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan tenang dan tanggung jawab.  

Kasus 4 Daya Lenting (Resiliensi)

Tekanan yang terus datang kepada Ibu Andriana mengakibatkan tidak dapat terselesaikannya pekerjaan. Sebagai guru, beliau merasa kesulitan untuk untuk bisa menyelesaikan tugasnya, pikiran dan tenaga beliau terkuras untuk menghadapi tekanan yang datang silih berganti.

Dalam kondisi ini Ibu Andriana harus memiliki kemampuan untuk merespon setiap tantangan secara sehat dan produktif  atau memiliki kemampuan daya lenting. Sikap responsive tersebut akan muncul jika Ibu Andriana mampu memulihkan dirinya dalam kesadaran penuh dengan mempraktikkan teknik STOP. 

Teknik STOP tersebut menyadarkan dirinya untuk bersikap tenang dan melihat dirinya lebih dalam "Potensi apa yang dimiliki untuk menghadapi tantangan yang datang", "bagimana keadaan dirinya sekarang", dan "langkah apa yang akan diambil untuk menghadapi  tantangan tersebut". Potensi yang dimilikinya akan digunakan sebagai sumber daya yang dimiliki untuk menghadapi tantangan dan kesulitan.

Kasus 5 Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab

Perasaan yang terus berkecamuk dalam diri Ibu Andriana tentang semakin merosot kinerjanya sebagai guru mendorongnya untuk mengambil sebuah keputusan yaitu mengundurkan diri dari pekerjaan.  

Kondisi ini menuntut Ibu Andriana untuk membuat sebuah keputusan yang tidak sembarangan akan tetapi keputusan yang bertanggung jawab. Keputusan yang menjadikan dirinya lebih berdaya lenting untuk menghadapi konsekuensi yang akan terjadi dalam hidupnya.

Ada strategi simple yang dapat digunakan sebagai alternative untuk menumbuhkan pengambilan pilihan/keputusan yang bertanggung jawab yaitu strategi POOCH. POOCH sendiri merupakan singkatan dari

P - Problem (Masalah),

O - Options (Pilihan-pilihan solusi yang bisa diambil),

O - Outcomes (Konsekuensi), dan

C - Choices (Keputusan yang diambil).

Strategi tersebut bisa dijadikan pertimbangan-pertimbangan seseorang dalam mengambil sebuah keputusan. Keputusan pengunduran diri yang diambil oleh Ibu Andriana bisa jadi bukanlah sebuah solusi akan tetapi akan memunculkan masalah baru dalam hidupnya. Keputusan tersebut hanya mengobati gejala-gejalanya bukan mengobati akar permasalahan atau penyakitnya. Ibu Andriana perlu untuk terus melakukan latihan berkesadaran penuh untuk menemukan akar permasalahannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun