Mohon tunggu...
Yudi Susanto
Yudi Susanto Mohon Tunggu... -

Menulis biasa-biasa saja dengan gaya biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

SURAT KEPADA ANGGUN

27 April 2015   11:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:38 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat Berita di beberapa media elektronik, April 2015 di mana ramai diberitakan tentang kontroversi Surat Terbuka Anggun C Sasmi di beberapa media. Saya sebagai orang yang bisa dikatakan agak aktif di dunia online mungkin hanya ingin menganalisa. Sekali lagi saya hanya menganalisa, tentunya dengan pokok-pokok pikiran saya sendiri yang mungkin bisa menjadi bahan diskusi teman-teman semua.

Di surat terbuka tersebut ada dua pokok yang jadi bahasan utama, yaitu HAM dan hukuman mati itu sendiri. Hak Asasi Manusia memang melekat pada setiap diri manusia. Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Tapi apakah hak itu harus tetap dipergunakan dan atau diperjuangkan di kala manusia-manusia lain mendapat akibat negatif dari perbuatan manusia itu sendiri. Menurut pokok pikiran saya, perbuatan-perbuatan negatif tidak memiliki benang merah dengan HAM itu sendiri. Perbuatan-perbuatan tersebut memang memiliki akibat kepada manusia lain di mana perbuatan tersebut tentu memiliki sebab. Apapun sebab yang membuat seseorang berbuat negatif, tetap ada pertanggungjawaban pada orang tersebut.

Dengan pendidikan seseorang yang paling rendah sekalipun, setiap orang memiliki bakal perbuatan negatif sesuai kapasitas orang tersebut. Orang lulusan rendah tidak akan melakukan kejahatan pembobolan dana nasabah, sebaliknya orang pendidikan tinggi tidak akan mencuri ayam tetangganya. Dari logika tersebut kiranya dapat dibuat kesimpulan bahwasanya perbuatan negatif akan lahir dari setiap orang sesuai dengan kapasitas SDM yang dimiliki orang tersebut.

Oleh karena itu menurut saya sangat naif jika hukuman mati dikarenakan akibat dari perbuatan seseorang dikaitkan dengan HAM yang melekat pada orang tersebut. HAM memang melekat, tetapi ketika orang tersebut normal secara perbuatan (tidak melanggar hukum). Jika setiap orang tetap dilekatkan HAM tersebut tanpa pandang situasi dan kondisi termasuk perbuatan yang dilanggar orang tersebut, tentunya penjara tidak perlu kita adakan. Karena penjara itu sendiri tentunya melanggar HAM terlepas dari apa yang terjadi di dalam penjara itu sendiri. Penjara melahirkan perilaku-perilaku pelanggaran HAM dikarenakan memang dengan sudah in-cracht-nyahukum terhadap seseorang, maka beberapa hak milik orang tersebut ditanggalkan.

Hukuman mati memang tidak 100% menyelesaikan masalah terhadap pelanggaran hukum (dalam hal ini narkoba), apalagi berharap perbuatan tersebut tidak dilakukan orang lain lagi. Hukuman mati juga tidak mungkin 100% membuat jera orang yang melanggarnya dan orang lain yang bakalan melanggarnya. Tetapi hukuman tersebut memastikan bahwa ada negara di situ, negara yang membuat hukum itu sendiri.

Bisa dianalogikan seperti ini, di sebuah hutan yang lebat, di situ pasti dihuni semua makhluk-makhluk ciptaan Tuhan. Pasti ada Tikus, Kancil, Burung, Babi dan lain-lainnya. Di antara semua makhluk tersebut pasti ada Si Raja Hutan. Raja Hutan ini sifatnya tentunya tidak selalu keras, tetapi harus bisa mengayomi. Untuk periode tertentu tentunya ia mengeluarkan taring yang ia punya demi tegaknya aturan. Tentunya dengan tidak meninggalkan rasa welas asih dan mengayomi kepada warga hutan. Begitu juga Raja Hutan di hutan-hutan yang lain, tentunya harus memiliki kebijaksanaan yang sama. Tentunya setiap Raja Hutan memiliki kode etik masing-masing yang amat sangat jangan dilanggar oleh Raja Hutan lain.

Mungkin pokok-pokok pikiran saya ini kiranya dapat dijadikan bahan diskusi, terutama jika ada perbedaan pikiran dengan pembaca, sekali lagi ini hanyalah pokok pikiran saya yang tidak perlu diperdebatkan. Mungkin hanya cukup untuk ditukarkan dengan sama-sama pokok pikiran juga.

Akhir tulisan ini, sekaligus mungkin bisa menjawab Surat Anggun kepada Presiden, yang tentunya saya tahu saya tak berhak membalasnya, karena surat itu kepada Presiden. Tetapi mungkin cukup dijadikan Mbak Anggun kiranya dapat dipertimbangkan pokok-pokok pikiran ini.

Probolinggo, 27 April 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun