Yang duduk mengepalkan tangannya. Menempel pada pipinya yang lembut. Pipimu yang biasanya cembung, erat menempel pada gigimu yang rapi. Bibirmu yang berisi membulat memerah, mekar dalam warna bunga bunga gincu favoritmu.
Kamu cantik.
Merona berhias kaca yang dipasang dihidung mungilmu.
Ayolah senyum, tawamu bukan main indahnya. Seperti melihat mawar merah muda berembun di pagi itu.
Aku terpesona.
Matamu yang  hitam tergantung bintang yang membuatnya berpijar.
Ayo sini, lupakan guratan lelah sejarah suram itu. Biarlah ia menjadi kafilah yang bergerak berlalu. Kamu terlalu menarik, tak usah berlalu dengannya.
Iya, Kamu adalah pagi dalam siang. Kamu adalah pagi dalam sore. Dan kamu selamanya pagi, bagiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H