Mohon tunggu...
yudi biantoro
yudi biantoro Mohon Tunggu... Guru - Guru BK

Penyuka kata-kata, pengejar diksi bermakna...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Nyawah", Pembelajaran Empiris dari Petani

8 Mei 2019   22:53 Diperbarui: 9 Mei 2019   10:47 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gapoktan Sidomulyo
Berguru pada ahlinya, begitulah kiranya yang menjadi pijakan proses belajar kali ini. Desa yang dikunjungi oleh Tim Peneliti Siswa SMPN 7 Yogyakarta adalah Desa Sidomulyo, Godean Kabupaten Sleman. Desa ini mempunyai Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang terbentuk pada tanggal 15 maret 2008 dengan jumlah anggota sebanyak 604 orang. Gapoktan sidomulyo memiliki 6 anggota kelompok tani yaitu Tani Mulyo (Dukuh Pirak Mulyo), Sri Rejeki (Dukuh Brongkol), Ngudi Makmur I (Sembuh Lor), Rukun (Dukuh Sembuh Kidul), Ngudi Makmur II (Ganjahan V dan VI), dan Manunggal karso (gancahan VII dan VIII). 

Gapoktan Sidomulyo sudah memiliki prestasi tingkat nasional. Tahun 2010 terpilih sebagai gapoktan teladan tingkat nasional dan tahun 2013 mendapatkan piagam penghargaan dari menteri pertanian berupa Anugerah Adhikarya Pangan Nusantara (APN).

Penghargaan prestisius yang diberikan kepada kelompok maupun perorangan yang dinilai telah berprestasi dalam upaya mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan. Sawah di sidomulyo sudah dikembangkan menjadi lahan penghasil padi organik baik beras merah, putih dan hitam.  Pada tahun 2016 desa ini sudah mendapatkan sertifikat pertanian organik dari Indonesian Farming Organic Certification (inofice). 

Kegiatan unit usaha pengelolaan dan pengolahan gapoktan sidomulyo meliputi:

1) Pengelolaan & distribusi LDPM (Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat) memproduksi beras ramah lingkungan jenis IR 64, ciherang, mentik wangi, mentik susu, beras merah untuk rumah-rumah makan dan swalayan di Yogyakarta;

2) Kerjasama dengan PT. Swasembada organis Jakarta (dengan MOU) untuk pemasaran beras organik Sidomulyo mix untuk memenuhi kebutuhan KFC (Kentucky Fried Chisken) region jawa mulai dari September 2010 dengan rata-rata pengiriman 50-70 ton/bulan.

3) Bekerjasama dengan PT. Lentera Panen Mandiri untuk memenuhi kebutuhan gabah beras merah ramah lingkungan  dan beras putih untuk PT. Nestle Indonesia dengan rata-rata pengiriman 200 ton/bulan; 4) Distribusi dan pemasaran beras mentik susu organik, mentik wangi organik, beras hitam ke jakarta dan beberapa swalayan di Yogyakarta sebesar 10 ton/bulan.

Sukses gapoktan sidomulyo dapat dijadikan sebagai daya tarik siswa dalam bidang pertanian. Ini adalah contoh nyata  pengelolaan pertanian yang baik akan memberikan peluang usaha yang menjanjikan kedepannya. Diperlukan langkah langkah yang praktis dan strategis untuk mengenalkan dan menularkan kepada masyarakat lainnya. Pengenalan terbaik dilakukan sejak dini pada para siswa, namun dengan cara yang sederhana dan menyenangkan bagi mereka. 

Tepat, SMPN 7 Yogyakarta tidak salah langkah dan pilih untuk mendatangi desa ini sehingga dijadikan sebagai objek rujukan penelitian siswa tentang pertanian. Langkah  untuk mengenalkan pertanian sebagai aktivitas yang menarik dan menyenangkan bagi mereka. 

Belajar Nyawah
Nyawah adalah proses pembelajaran bagi siswa untuk mereka terjun langsung dan terlibat dalam proses pengerjaan aktivitas pertanian di sawah. Para siswa diajak ke sawah untuk mengetahui bagaimana proses penanaman padi dengan belajar langsung dari para petani yang sedang mengerjakan sawahnya. 

Rabu, 8 Mei 2019, Tim datang di tempat yang dituju di sawah di dusun Gancahan yang merupakan salah satu dusun anggota Gapoktan Sidomulyo dan bertemu dengan 5 orang ibu ibu yang sedang menanam benih padi. Berangkat dari habis subuh hingga pukul 10.00 WIB masih betah di sawah, padahal cuaca panas dan mereka puasa. Saat kami datang, para ibu ini sedang menanam benih padi yang biasa diistilahkan "tandur". Sudah 2/3 bagian sawah yang sudah selesai ditanam.

Ibu Kristy yang diberi mandat oleh kepala sekolah sebagai penanggung jawab  kegiatan yang juga  merupakan penduduk desa setempat, meminta izin untuk wawancara sekaligus membolehkan untuk siswa praktek ikut "tandur". Untuk sesi kunjungan belajar kali ini, ada 3 orang siswa yang turut untuk mengikuti kegiatan ini. Masing masing siswa sudah membawa pedoman wawancara yang sudah disiapkan sebelumnya.

Ibu ibu petani rupanya tipikal pekerja yang ramah dan senang berbagi. Tiap siswa menanyakan berbagai hal teknis tentang proses penanaman, biaya bahkan tentang pengolahan hasil panen juga dijawab dengan senang, ramah dan sabar. Siswa yang cenderung masih hijau mengenai bercocok tanam menjadi penasaran dan antusias. 

Bagi anak anak ini, melewati pematang sawah saja menjadi hal menarik bagi mereka. Melewati jembatan kayu yang insidental dipasang di sungai kecil juga jarang mereka temui. Yang paling menarik adalah saat mereka diminta untuk ikut tandur oleh ibu petani. Ekspresi mereka adalah bingung, senang sekaligus khawatir. Ada yang merasa takut ada ular di lumpur sawah, takut dengan belut bahkan takut kotor. 

Mencelupkan tanaman padi muda ke lumpur memberi pengalaman yang spesial. Para siswa serius dan sangat senang melakukan aktivitas ini. Ini jadi pengalaman empirik pertama mereka untuk terjun ke sawah apalagi menanam padi. Siswa menjadi tahu bahwa dalam proses mencelupkan tanaman padi ada alat alat yang diperlukan baik itu blak maupun tali ukur, dalam menanam juga perhitungan jarak tanam antar tanaman dan urgensi adanya jarak tersebut sehingga diperlukan ditanam rapi dalam segaris lurus. Berbagai permasalahan juga diungkapkan. Dari tikus yang masih menjadi hama yang sangat mengganggu dan solusinya yang belum efektif. Ada juga mengenai petani yang belum sadar tentang kerawanan harga karena permainan tengkulak. 

Milenial Nyawah
Pemandangan ini jarang terjadi, anak anak milenial bercocok tanam di sawah. Di desa ini saja yang tandur rata rata usianya 60 tahun keatas, meski mereka masih sangat perkasa namun tentunya jelas membutuhkan regenerasi. Dan faktanya masih jarang remaja dan pemuda yang berminat terjun di pertanian. 

Belajar Nyawah langsung di sawah adalah salah satu alternatif untuk milenial mengenal dan menyenangi dunia pertanian. Yang belakangan menjadi dunia yang ditinggalkan karena kalah glamor oleh dunia digital yang sedang kekinian.

Membelajarkan secara empiris memberikan dampak pada siswa. Mereka merasakan langsung proses padi menjadi beras yang tiap hari mereka makan. Nilai karakter saling menghargai jerih payah petani diharapkan mampu membuatnya menghargai makanan. Dan yang lebih lagi mereka mengenal pertanian sebagai salah satu pilihan karir mereka untuk digeluti dan disenangi. Tak terbantahkan bahwa Indonesia adalah negara agraris yang potensial dalam pertanian. Mengingat luasnya wilayah dan kesuburan tanah di Indonesia yang butuh ada yang bersedia untuk  menggarap dan mengembangkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun