Mohon tunggu...
Yudianto Soeharli
Yudianto Soeharli Mohon Tunggu... -

beruangdekil.wordpress.com Sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Duka Lion Air JT 610, 3 Hal Ini Penting dan Harus Kita Lakukan

4 November 2018   07:47 Diperbarui: 4 November 2018   08:07 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang menikah dengan satu tujuan, menyatukan hidupnya dengan  pasangan sampai maut memisahkan. Namun, siapa yang sangka kalau maut langsung segera memisahkan sesaat setelah hidup mereka dipersatukan. Itulah yang dialami Lutfiani, seorang istri yang ditinggal pergi suami  yang baru dinikahinya selama 14 hari, Deryl, untuk selama-lamanya akibat  tragedi pesawat Lion Air JT-610.

"Hati-hati!" menjadi kata-kata terakhir yang terucap. Belum sempat  menikmati keindahan dan tantangan pernikahan, sang istri harus ikhlas  kehilangan suaminya yang hendak bekerja.

Hal serupa dialami oleh Karlina, seorang istri yang baru menikah awal  tahun 2018 dengan Lutfi. Yang lebih mengharukan, Karlina harus rela ditinggalkan untuk selamanya dalam keadaan tengah hamil enam bulan.

Ada pula yang sudah terlebih dahulu dipisahkan oleh maut sebelum  hidup mereka dipersatukan dalam pernikahan. Yolanda harus mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya pada Janry, kekasihnya yang sudah  berjanji akan menikahinya bulan Mei 2019 mendatang.

Harapannya untuk membangun rumah tangga dengan pasangannya pupus seketika tatkala mendengar kabar tragedi pesawat itu.

Tidak ada yang pernah menyangka, apalagi berharap tragedi tersebut  menimpa orang yang kita kasihi. Pernikahan sudah direncanakan, rumah tangga sedang manis-manisnya, kebutuhan anak sedang dipersiapkan. Yang  diharapkan tentu sukacita, bukan dukacita. Tidak ada yang mempersiapkan  untuk kematian pasangan.

Tidak perlu dipertanyakan, kesedihan pasti menjadi teman akrab mereka  di saat-saat seperti ini. Apalagi dipertanyakan firasatnya sebelum  kejadian. Rasanya menangis menjadi satu-satunya cara meluapkan perasaan  mereka, dan air mata menjadi makanan sehari-hari.

Bagaimana jika hal itu menimpa kita? Ditinggal orang yang begitu  kita kasihi selamanya disaat api cinta itu sedang membara begitu  hebatnya.

Rasanya kita tidak ingin menjawab pertanyaan itu. Membayangkannya  saja enggan. Tapi setidaknya kejadian ini membawa kita pada sebuah perenungan yang dalam. Respon seperti apa yang tepat tatkala menghadapi situasi seperti ini?

Kita sebagai korban

Tidak ada yang bisa saya katakan selain rasa belasungkawa. Sebagai  korban, mungkin anda juga sudah kenyang menerima nasehat dan kata-kata penghiburan dari orang-orang disekitar anda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun