Pemilihan Presiden atau yang bisa kita kenal dengan pilpres merupakan salah satu bentuk pesta demokrasi yang menggambarkan bahwa demokrasi di Indonesia sudah berjalan sesuai dengan makna yang sebenarnya yaitu pemerintah berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dalam hal ini, tentu terdapat kontestasi politik yang mengharuskan calon pemimpin mempromosikan segala bentuk visi, maupun misinya supaya dapat memenangkan pemilihan umum. Visi dan misi tersebut disampaikan pada saat masa kampanye calon pemimpin.
Hal inilah yang biasanya menimbulkan reaksi berlebihan dari kalangan masyarakat mengenai pandangan mereka terhadap kampanye tersebut.
Di Indonesia sendiri merupakan negara yang mengarah pada sistem Demokrasi,
sebagaimana sudah tercantum dan sudah sesuai dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Republik Indonesia No. 23 Tahun 2018 tentang kampanye pemilihan umum pasal 1 ayat 21 menyebutkan bahwa “kampanye adalah kegiatan peserta pemilu atau hak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan citra diri peserta pemilu”.
Pada pemilihan umum sering kali terjadi beberapa masalah terlebih mengenai kampanye, salah satunya yaitu Kampanye Hitam. Pelaksaan Kampanye Hitam sangat berpengaruh dalam merubah budaya demokrasi di Negara Indonesia karena jenis kampanye ini dilakukan untuk menjatuhkan kandidat lainnya dengan memberi berita-betira propaganda atau kebohongan.
Ditambah lagi dengan Ujaran Kebencian atau hate speech adalah sebuah perbuatan perkataan yang dilarang karena dapat menimbulkan adanya sebuah tindakan yang keji dan sikap negatif terhadap berprasangka, yang timbul dari pelaku ataupun korban.
Menghina serta menghasut dan mengadu domba merupakan salah satu pelaksanaan dari kampanye hitam dan ujaran kebencian. Pelaksanaan tersebut sudah sangat jelas dilarang karena akan merusak ketertiban dalam pelaksanaan pemilu. Selain itu, bentuk lain dari kampanye hitam ialah menyebarkan gosip atau isu-isu yang belum jelas kebeneranya dengan tujuan untuk menjatuhkan lawan.
Menurut Islam, menyebarkan gosip atau isu-isu disebut sebagai perbuatan fitnah yang mana akan melahirkan perbuatan saling menggunjing atau berburuk sangka satu sama lain. Untuk itu, Al-Qur‟an pun menjelaskan secara gamblang seperti yang tertuang dalam Al-Qur‟an sebagai berikut berikut :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.