Mohon tunggu...
Yudi Fachrurrazi
Yudi Fachrurrazi Mohon Tunggu... Lainnya - Semoga Bermanfaat

Mahasiswa Fakultas Hukum USK'18

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengaruh Positif Persaingan

24 Agustus 2021   13:50 Diperbarui: 24 Agustus 2021   13:58 2449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sama seperti perubahan, persaingan adalah hal biasa dan tidak dapat dihindari. Persaingan akan memacu kita berbuat terbaik dan mengeluarkan semua kemampuan.

Persaingan juga tantangan hidup. Kita hidup dalam dunia yang penuh kompetisi. Semua orang berlari dan ingin menjadi di urutan nomor satu. Itu sebabnya banyak orang terkesan menghalalkan segala cara demi memenangkan persaingan.

Dunia yang semakin terbuka ini tentu menciptakan sebuah iklim persaingan yang sangat kuat. Tidak ada perusahaan yang bisa menutup diri mereka rapat-rapat dari intipan para pesaing mereka. Setiap hari selalu ada jutaan ide yang bermunculan sehingga selalu saja ada perusahaan atau individu yang lebih hebat dari kita. Sepuluh tahun lalu saya berpikir tidak ada merek ponsel yang dapat mengalahkan Nokia di Indonesia. 

Saat itu bisa kita katakan semua orang memiliki ponsel merek Nokia. Bahkan, merek ini dijuluki ponsel sejuta umat. Saya juga begitu fanatik dengan merek ini. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, merek ini mendapat saingan dari salah satu merek terkenal dari Kanada, Amerika, dan Korea, khususnya untuk pasar kelas atas (smartphone market). Inilah kompetisi. Bukan tidak mungkin dalam beberapa waktu ke depan, apa yang dialami Nokia akan dialami oleh Iphone.

Akhir-akhir ini persaingan industri sangat terasa di dunia operator telepon seluler, dengan kehadiran XL dengan strategi yang tarif murah (low cost strategy). Strategi XL ini telah membuat dua operator raksasa (Indosat dan Telkomsel) melakukan serangan balik. Persaingan yang ketat ini juga berlaku dalam industri penerbangan, perbankan, asuransi, makanan, dan banyak industri lainnya. Dan, persaingan yang ketat telah memaksa perusahaan untuk lebih berinovasi, melakukan servis, beriklan dan menerapkan strategi serta jeli dalam melihat peluang supaya tetap survive dalam market.

Tanpa Kompetisi Manusia Mati
Dalam berkompetisi, kita sering terkesan menghalalkan berbagai cara untuk menjatuhkan lawan. Sekilas hal ini wajar dan benar sebab manusia berusaha tampil tidak pernah mencapai keberhasilan tanpa adanya kompetisi. Artinya, dalam situasi apa pun dan bagaimanapun, kompetisi itu penting. Sekarang, bayangkan saja apa jadinya sekolah tanpa teman-teman sekelas yang menjadi pesaing; kita akan menjadi manusia biasa.

Menghilangkan kompetitor berarti menghilangkan keseimbangan hidup sukses kita. Tanpa adanya persaingan, manusia akan mati dalam zona nyamannya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ikan yang berada sendirian didalam aquarium akan lebih lambat (kurang gesit) daripada ikan yang memiliki teman di aquarium. 

Persaingan membuat ikan menjadi cepat dan gesit. Oleh karena itu ubahlah pandangan kita terhadap kompetitor; mereka bukanlah musuh yang harus disingkirkan atau dimusnahkan, melainkan mitra untuk meningkatkan kualitas kinerja kita. Membenci kompetitor merupakan suatu tindakan bodoh yang akhirnya akan membunuh diri sendiri.

Kadang, kompetisi membuat manusia tidak saling menegur. Bahkan, teman pun bisa berubah menjadi musuh. Meskipun begitu, persaingan juga merupakan titik tolak kekuatan dalam melesatkan produk, kapasitas, atau ide kita. Ada banyak orang yang lebih memilih untuk menghindari kompetisi dan ini terlihat seperti  "sikap mengalah atau kerendahan hati". Namun, jangan pernah untuk berlari dari sebuah persaingan karena inilah yang memacu semangat dan kreativitas kita. 

Orang bijak mengatakan, "Kompetitor justru akan lebih banyak memberikan dampak dan pengaruh terhadap kita dibandingkan dengan teman-teman kita". Mengapa? Teman lebih sering bersikap terlalu sopan dan tidak bersedia untuk menunjukkan kekurangan atau kelemahan kita. Sebaliknya, kompetitor mengeluarkan banyak jurus untuk memprovokasi kelemahan-kelemahan kita. Kompetitor membuat kita untuk terus memperbaiki diri, selalu waspada, dan meningkatkan diri.

Ketika SD di kelas B, saya nyaris tidak memiliki kompetitor sehingga hanya menjadi pelajar yang biasa, meskipun rangking saya selalu diatas rata-rata. Ketika pindah ke kelas A, situasi yang penuh kompetisi memotivasi dan memacu saya untuk lebih belajar lagi. Banyak orang mati tidak karena kompetisi, melainkan karena tidak ada yang memacunya untuk berhasil. Kondisi nyaman membuat kita terlena. Itu sebabnya atlet-atlet berbakat harus dikirim berlatih dan bertanding ke luar negeri. Bukan saja untuk menambah wawasan teknik, tetapi juga meningkatkan semangat bersaing atau berkompetisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun