Mohon tunggu...
Yudi Wahyudi
Yudi Wahyudi Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan yang sedang memulai tataran praktis.

Domisili di kota hujan, sering mampir di ujung pulau jawa.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Romantika Sanitasi: Visi Besar yang Masih Tersendat

4 Februari 2020   00:00 Diperbarui: 6 Februari 2020   20:22 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Omong-omong, tidak semua kisah sukses di satu daerah dapat diadopsi atau direplikasi di daerah lainnya. Setiap daerah seharusnya mampu membuat kisah sukses sendiri dan menularkan daya kreatifitasnya ke daerah di sekitarnya. Kisah sukses sebaiknya dibatasi sebagai inspirasi yang harus melalui olah pikir lebih lanjut sebelum ditiru. Setidaknya pakailah prinsip yang kita kenal, ATM: Amati, Tiru, jangan lupa Modifikasi sesuai kondisi.

Akhirul Paragraf

Cetak biru pembangunan berupa dokumen SSK lalu MPS (Memorandum Program Sanitasi) masih belum cukup kuat untuk menarik "investor" membiayai proyek-proyek sanitasi. Bisa jadi karena tidak mampu memasarkannya atau memang semangatnya terhenti di dokumen tersebut karena hanya menjadikannya syarat untuk memperoleh bantuan dari Pemerintah Pusat.

Apakah kita sedang menyalahkan pemerintah daerah? Mungkin sedikit, Pemerintah Pusat pun memiliki andil tentunya. Pelaksanaan PPSP periode 2009 - 2014 yang selanjutnya bertransformasi menjadi Universal Access di periode 2015 - 2019  masih meninggalkan PR  dan pertanyaan-pertanyaan besar bagi Pemerintah Pusat: "Sudah realistiskah target yang telah ditetapkan?", "Sudah memadaikah upaya pusat memampukan daerah", dan seterusnya hingga berujung pada pertanyaan:  "Strategi dan program apa lagi yang bisa dicoba untuk mendorong pemenuhan layanan sanitasi yang layak bagi rakyat Indonesia...?".

Mari kita lihat data resmi Monev STBM terbaru yang menyebutkan masih ada 8,6 juta keluarga yang masih BAB sembarangan. Itupun sudah dikurangi 5,7 juta keluarga yang masih BAB di jamban umum atau menumpang di tetangganya. Artinya, masih ada sekitar 30 - 40 juta manusia Indonesia yang masih sebar kotoran di tanah airnya secara tidak layak. Itulah capaian bersama setelah 13 tahun berjuang agar sanitasi eksis. Dan tentu masih panjang dan penuh liku yang tak mudah.

Bonus

Terakhir, tahukan Anda, isu sanitasi terseksi di antara 3 sub-sektornya? Menurut penulis sih: Air limbah! Persampahan dulu mungkin pernah berjaya karena punya UU Persampahan sendiri. Drainase nampak hanya lah isu selewatan. Bahkan saat banjir besarpun kalah saing dengan cerita masa lalu tentang penggundulan hutan dan sungai meluap. Teringat "Propaganda" saat mengawali program sanitasi di sekitaran 2006-2008: "70 juta orang Indonesia masih BAB sembarangan". Padahal angka itu tidak seberapa dibanding India yang mencapai 700 juta orang wkwkwk. Belum lagi "Ada 11 ribu ton tinja manusia yang setara 3.500 ekor gajah Sumatra setiap hari dibuang di sekitar kita". "Bikin lah semua informasi bombastis", perintah NTU. Tentu disertai data. Alfatihah.

Muncar, 3 Februari 2020

Jam laptop: 11.11 PM

Kredit senSANITASIonal untuk Bro HI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun