peluh peluh mulai menetes deras tanpa ampun
gelak tawa riang mulai mereda seiring habisnya hari dan terang langit
banyak canda tawa yang kudengar semu dengan tegun
mereka begitu banyak tawa, adakah mereka mau membaginya sedikit?
Banyak sudah kalimat ataupun hanya sekedar kumpulan kata
yang aku beri untuk sekedar menjadi petunjuk buatmu, puanku.
ketika nanti kau tau, untuk siapa barisan penuh cela ini ku tuju
aku, akulah pemuda yang selalu bergurau pada siapa saja.
tapi tidak padamu.
manusia manusia disini begitu tak menarik untuk diperhatikan
namun ada sesosok perempuan kecil dengan gerai rambutnya
mungil wajah dan lesung pipinya tanpa ampun membiusku perlahan
dia masih seperti dulu, hanya beda sedikit, tapi aku tak tau itu apa
beberapa orang pemuda masih mengolokku dengan seru
aku hanya senyum simpul dengan berbagai ekspresi
taukah kalian? aku kali ini senang mendengar olokan itu
dengan hal tersebut aku bisa dari balik meja menatap sendiri.
Dengan simpul senyum, aku sembunyi.
Dipojokan ruangan disebuah kampus, salah! gedung tua.
aku membesitkan sebait rindu padamu.
yang pernah mampir diberandaku.
dengan senyum izinkan tulisan ini ku akhiri.
Selamat sore gadis yang tak suka hujan.
dari aku: si pendayung sampan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H