Mohon tunggu...
YUDHITA PRATAMA
YUDHITA PRATAMA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Cukupkan yang ada yang ada itu Cukup Jangan mencari yang Tiada.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Mengapa BAPER di Dunia Digital Jadi Komedi Sendiri

4 Maret 2024   10:09 Diperbarui: 4 Maret 2024   10:34 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melalui meme-meme ini, netizen tidak hanya dapat merasakan kegembiraan melalui humor yang tercipta, tetapi juga bisa menjadi refleksi bagi mereka untuk tidak terlalu serius atau terlalu membesar-besarkan hal-hal kecil di dunia digital.

Dalam pemaparan tentang bagaimana 'Baper' telah menjadi bagian dari budaya populer, penting untuk memperhatikan bagaimana istilah ini telah menjadi bagian dari kosakata netizen, bahkan digunakan secara luas dalam berbagai konteks. 

Dari percakapan di media sosial hingga dalam konten-konten hiburan digital, 'Baper' seringkali dihadirkan sebagai elemen yang khas dalam mengekspresikan perasaan seseorang terhadap suatu hal. 

Dengan demikian, 'Baper' tidak hanya sekadar sebuah istilah, tetapi telah menjadi simbol dari reaksi emosional yang khas di dunia digital, memperkuat posisinya dalam budaya populer.

Mengapa orang seringkali menikmati konten yang menggambarkan 'Baper' dan mengapa hal ini menjadi sumber hiburan menjadi titik diskusi yang menarik dalam konteks ini. 

Salah satu alasan utamanya adalah bahwa 'Baper' seringkali menghadirkan situasi yang absurd dan ironis, yang memicu tawa dan kegembiraan pada para penontonnya. 

Melalui konten yang menggambarkan 'Baper', orang dapat merasakan rasa katarsis, melihat reaksi yang berlebihan terhadap hal-hal kecil di dunia digital dengan sudut pandang yang lucu dan menghibur. 

Selain itu, 'Baper' juga menjadi bentuk penghiburan bagi mereka yang merasa terhubung dengan pengalaman tersebut, menghadirkan rasa kesatuan dalam kekocakan situasi yang dihadapi bersama. Dengan demikian, konten yang menggambarkan 'Baper' bukan hanya sekadar hiburan semata, tetapi juga memperlihatkan bagaimana dunia digital mampu menjadi cermin dari berbagai aspek kemanusiaan, termasuk yang kocak dan ironis.

Dalam artikel ini menunjukkan bahwa 'Baper' bisa menjadi komedi sendiri karena cenderung menimbulkan reaksi atau perilaku yang berlebihan dan tidak rasional. 

Dalam banyak kasus, 'Baper' muncul ketika seseorang terlalu terbawa perasaan atau terlalu sensitif terhadap komentar atau situasi di media sosial, menciptakan kegagalan dalam melihat situasi dengan proporsi yang tepat. Meskipun terkadang mengundang tawa, penting untuk diingat bahwa 'Baper' juga bisa menjadi tanda adanya ketidakseimbangan emosional atau kesulitan dalam mengelola perasaan.

Namun, 'Baper' di dunia digital tidak selalu harus dipandang negatif. Sebaliknya, asalkan bisa dikendalikan dan diatasi dengan bijak, fenomena ini bisa menjadi sumber humor yang sehat dan menghibur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun